Jakarta (ANTARA) - Pada bulan Ramadhan, pedagang dadakan membanjiri sejumlah tempat, tidak hanya di kota besar seperti Ibu Kota DKI Jakarta, di perkampungan juga banyak masyarakat beralih profesi menjadi pedagang dadakan.

Munculnya pedagang dadakan itu tidak lepas dari tradisi buka puasa bersama di Indonesia, baik dengan teman kantor, maupun teman sekolah yang serig dijadikan sebagai ajang reuni kecil. Tradisi itu berdampak pada meningkatkan belanja makanan.

Di sisi lain, pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional juga ramai oleh masyarakat yang berbelanja beragam kebutuhan saat Ramadhan hingga Lebaran. Animo berbelanja masyarakat yang meningkat, tak jarang juga toko-toko sudah menambah persediaan barang dan menunda jam tutupnya.

Fenomena itu merupakan gambaran sederhana bahwa pada Ramadhan geliat ekonomi cenderung meningkat yang akhirnya menopang perekonomian nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, lebih dari separuh PDB Indonesia, yaitu 55,74 persen dikontribusi dari konsumsi rumah tangga.

Melihat situasi itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua 2019 dapat lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.

"Adanya seasonal seperti Ramadhan dan hari raya dapat mendorong konsumsi meningkat," katanya.

Pada periode itu, adanya Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterima hampir seluruh tenaga kerja juga dipercaya akan langsung berdampak pada konsumsi masyarakat.

Pada tahun ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan sebesar Rp20 triliun untuk membayar THR Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Menkeu berharap pencairan THR mampu mendongkrak konsumsi masyarakat sehingga berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi ke depan.

Masyarakat secara keseluruhan dan ASN (aparatur sipil negara) melakukan belanja, terutama pada kegiatan-kegiatan sekitar bulan Ramadan dan hari raya nanti. Jadi itu yang diharapkan bisa mendorong konsumsi.

Pada bulan Ramadhan, jumlah uang beredar dan konsumsi masyarakat biasanya lebih besar dibandingkan hari biasanya.

Meningkatnya uang beredar dan konsumsi, tidak lepas dari pedagang dadakan yang bermunculan menjajakan takjil (hidangan ringan berbuka puasa). Aktivitas ritel itu tidak bisa dianggap remeh dalam memutar ekonomi, mengingat skala perputaran uang dari kegiatan itu mencapai puluhan juta ruiah per hari.

Pasar Bendungan Hilir (Benhil), Jakarta Pusat menjadi salah satu lokasi penjual takjil di Ibu Kota. Salah satu pedagang mengaku meraup pendapatan hingga mencapai Rp10 juta per hari, adalah Ahmad Yani yang menjajakan berbagai gorengan.

"Sehari bisa sampai Rp10 juta omzetnya," ucapnya.

Di tempat sama, Joni penjual pempek dan aneka kue basah juga mengaku mendapat omzet yang cukup besar dibandingkan hari biasanya. Namun, dia hanya tersenyum ketika ditanya omzet hariannya.

Bukan hanya di pasar Benhil, setidaknya ada puluhan pedagang sama di tempat lain yang menjajakan hidangan takjil.

Selain pedagang takjil, pedagang pakaian di pasar Tanah Abang juga turut meraup keuntungan di bulan Ramadhan.

"Animo masyarakat untuk membeli baju saat Ramadhan meningkat, itu terasa pada omzet harian yang naik sekitar dua kali lipat dibanding hari-hari kemarin," ujar pemilik Toko "Uncle Zoe Boutique" di Blok A, Pasar Pasar Tanah Abang, Jhon Zepelin.

Ia mengemukakan, rata-rata pendapatan di hari biasa mencapai Rp1 juta hingga Rp2 juta per hari. Sementara pada Ramadhan mencapai Rp3 juta-Rp4 juta per hari. Kalau sebelumnya hanya 1-2 kodi, sekarang naik menjadi 3-4 kodi.

Hal sama juga dirasakan pedagang yang berjualan di jembatan penyeberangan multiguna (JPM) atau skybridge, Komar yang menyatakan hasil penjualan menjelang puasa meningkat.

"Hari biasa sekitar satu kodi, sekarang naik menjadi 4-5 kodi," katanya.

Jaga arus kas pribadi

Pada Ramadhan, banyak khalayak heran mengapa pengeluarannya lebih banyak ketimbang bulan-bulan biasanya. Padahal, pengeluaran untuk makan dan minum relatif terbatas saat siang hari.

Perencana keuangan ZAP Finance Prita Hapsari Ghozie menyarankan agar masyarakat membuat anggaran untuk satu bulan ke depan agar tidak mengalami defisit.

Ia mengatakan penghasilan masyarakat pada Ramadhan kemungkinan bertambah dengan adanya THR, tetapi perencanaan keuangan sebaiknya tetap dijalankan agar kesehatan keuangan tetap terjaga.

"Antisipasi pengeluaran tambahan untuk sahur dan buka puasa," katanya.

Ia menyarankan pengeluaran untuk baju lebaran, makanan atau kue kering saat Hari Raya serta biaya mudik tidak boleh diambil dari uang gaji bulanan, melainkan dari THR.

Dengan pengelolaan keuangan yang baik di bulan Ramadhan dapat membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi masyarakat yang akhirnya berdampak pada ekonomi nasional.

Perencana keuangan Zelts Consulting Ahmad Gozali mengingatkan agar konsumsi saat Ramadhan tidak dilakukan secara berlebihan sehingga tidak mengganggu arus kas keuangan.

"Biasanya, konsumsi saat Ramadhan naik kuantitasnya, baik makanan dan minuman atau kebutuhan lainnya, sehingga pengeluarannya juga menjadi tidak wajar dan boros, itu harus menjadi perhatian," ujarnya.

Maka itu, lanjut dia, setiap pribadi harus membuat rencana dan mengatur arus uang yang masuk agar tidak mengganggu segala pengeluaran rutin.

Dengan begitu, setidaknya terdapat korelasi positif antara bulan Ramadhan terhadap perkembangan ekonomi nasional.


Baca juga: BI prediksi kebutuhan uang di Jatim selama Lebaran 2019 Rp33,4 triliun

Baca juga: Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal II lebih baik


 

Pewarta: Ahmad Wijaya dan Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019