Pontianak (ANTARA) - Wendi Tamariska dari Yayasan Palung (YP)/GPOCP meraih penghargaan Whitley Award 2019 atas dedikasinya di bidang konservasi dan lingkungan, yang diterima langsung dari Putri Kerajaan Inggris Princess Anne, selaku Patron Whitley Fund for Nature di Gedung The Royal Geographical Society London, Rabu (1/5).

Wendi dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Jumat, mengatakan dirinya dinilai sukses melindungi orangutan dan hutan hujan melalui program mata pencarian berkelanjutan (SL) di bentang alam kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Sejak 2010 ia mulai mengajak masyarakat lokal untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan menjadi penghasilan alternatif yang berkelanjutan tanpa merusak hutan.

Wendi melalui program SL dari Yayasan Palung juga berhasil merangkul masyarakat seperti para perajin tikar pandan melalui kelompok binaan yakni kelompok perajin. Masyarakat sebagai perajin akhirnya berhasil mengkreasikan anyaman dari bahan baku pandan menjadi berbagai kreasi.

Diantaranya tikar, dompet, tas kecil, tas laptop, tempat tisu, tempat untuk menyimpan pulpen dan pensil. Ada pula tempat atau wadah untuk menyimpan charger handphone, gantungan kunci dan lain sebagainya.

"Semuanya dari bahan baku anyaman pandan. Beberapa perajin tikar pandan awalnya adalah penambang batu di sekitar kawasan hutan," katanya.

Setelah menjadi perajin tikar, masyarakat di sana akhirnya tidak lagi menjadi penambang batu. Tidak hanya itu Wendi juga berhasil membina para petani lokal untuk mengolah lahan yang potensial atau lahan tidur untuk ditanami dengan berbagai tanaman dengan pola tanam yang ramah lingkungan.

"Para petani binaan berhasil menggarap lahan mereka dengan menanam aneka tanaman seperti sayur-sayuran, tebu, cabe dan terong. Petani juga menanam bibit durian dan bibit lokal lainnya. Beberapa dari petani sebelum dirangkul dan dibina, mereka adalah perambah hutan," ungkapnya.

Atas usahanya ini Wendi menjadi satu dari enam orang dari beberapa negara yang mendapat penghargaan Whitley Awad 2019 di London, Inggris. Setelah sebelumnya ada 100-an nominator dari 55 negara di dunia yang masuk seleksi pihak penyelenggara.

Tak hanya itu, Wendi menjadi satu-satunya penerima penghargaan yang latar belakang pendidikannya S-1. Sementara kelima nomintor lain semuanya bergelar profesor dan doktor.

Saat menerima penghargaan itu, Wendi dan nominator lainnya masing-masing diberikan waku dua menit untuk berpidato. Ia pun mengucapkan rasa terima kasih kepada Whitley Fund for Nature atas penghargaan yang diterima.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada pihak keluarga yang sudah mendukung, keluarga besar YP/GPOCP, juga kepada masyarakat lokal, terutama para perajin dan petani di Kalimantan. "Karena bersama mereka, hutan hujan boleh hijau sebagai rumah dari habitat orangutan. Saya sangat bersemangat lagi untuk bersama dan bekerjasama dengan masyarakat lokal," katanya.

Namun, yang membuatnya sedikit sedih adalah tidak adanya perwakilan negara Indonesia yang mendampinginya kala itu. Padahal para nominator yang lain semuanya didampingi Duta Besar masing-masing atau paling tidak utusannya.

"Intinya saya merasa sedih, kita di tempat orang, ketika orang lain sangat menghargai kita tapi justru tidak ada perwakilan (pemerintah Indonesia) kita di situ," ujarnya.

Ia pun kemudian mendatangi Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Cornelis untuk meminta dukungan, Kamis (9/5). Dengan harapan jika ke depan ada lagi putera daerah yang mendapat penghargaan serupa, maka bisa lebih dihargai oleh pemerintah.

Karena yang dibicarakan saat itu, menurutnya, adalah hutan kalimantan, yang di dalamnya hidup masyarakat-masyarakat adat dengan tradisinya yang sekaligus menjadi penjaga, agar hutan tetap lestari. "Saya berharap ke depan ketika ada lagi yang seperti saya, tidak mengalami apa yang saya alami," katanya.

Sebab tidak hanya mengharumkan nama daerah, Wendi juga telah berhasil membawa nama negara Indonesia di tingkat dunia. Ia menjadi orang Indonesia keempat dan orang Kalimantan pertama yang pernah meraih penghargaan tersebut.

Sementara itu, Presiden MADN Cornelis menyatakan siap mendukung para pegiat konservasi seperti Wendi. Ia berharap di Kalbar bisa muncul Wendi-Wendi lainnya, karena menurutnya hutan di tanah Kalimantan sangat perlu dijaga serta dilestarikan.

"Karena hutan untuk kepentingan dunia, syukur beliau (Wendi) mau bekerja untuk kepentingan dunia, tetapi pemerintah harus membantu, jangan hanya di suruh-suruh oleh orang luar (pemerintah luar negeri)," ujarnya.

Pemerintah, kata dia, harus juga peduli. Tidak hanya memperhatikan hutan tapi juga manusia yang hidup di dalamnya. "Terutama negara maju, industri maju yang sekarang ini kebanyakan merusak lingkungan yang berdampak pada efek rumah kaca," katanya.

Selaku Presiden MADN, dia mendukung, tapi karena tidak punya dana, maka dukungannya dengan memperjuangkan mereka (para pegiat konservasi). "Apa yang sudah mereka lakukan harus dinilai positif," kata Cornelis.

Indonesia butuh pegiat lingkungan seperti Wendi untuk mencegah kerusakan hutan dan lingkungan yang semakin masif. Hutan Indonesia menjadi tumpuan dunia bersama beberapa hutan hujan lainnya yang luasnya semakin berkurang.


Baca juga: Pusat pembelajaran konservasi diresmikan KLHK di Kalbar

Baca juga: Enam orangutan dilepasliarkan di TN Bukit Baka Bukit Raya-Kalbar

Baca juga: 90 persen orangutan berada di luar hutan lindung


 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019