Mataram (ANTARA) - Saksi calon petahana DPD RI nomor urut 27, Prof Farouk Muhammad melayangkan protes pada rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara Pemilu 2019 tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat, di Mataram, Sabtu.

Sudirman, saksi perwakilan DPD RI nomor urut 27, Prof Farouk Muhammad, menuding salah satu calon DPD RI menampilkan foto dirinya tak sesuai dengan aslinya, sehingga terkesan lebih cantik yang membuat banyak pemilih mencoblos calon DPD tersebut pada Pemilu 17 April 2019.

"Ini menjadi tanda tanya besar kami selaku saksi. Pada saat pendaftaran calon DPD RI dan verifikasi calon kami melihat nomor urut 26 atas nama Evi Apita Maya menampilkan foto yang tertera pada atribut kampanye tidak sesuai dengan wajah aslinya," ujarnya lagi.

Menurutnya, karena terlihat cantik membuat konstituen akhirnya memilih yang bersangkutan pada Pemilu 17 April 2019.

"Apa yang terjadi kami anggap ada semacam rekayasa, karena konstituen di bawah seperti terhipnotis karena kecantikannya. Padahal, sebelumnya di Bima dan Dompu siapa yang mengenal Evi Epita Maya itu, sehingga membuat suaranya menjadi melambung dari pada calon incumbent. Hal ini lah yang kami pertanyakan," ujar Sudirman.

Selain itu, ia menilai dalam kasus foto calon DPD RI Evi Apita Maya tersebut ada unsur penipuan terhadap rakyat, sehingga yang diraih bisa dikatakan cacat demi hukum.

"Kami minta kalau bisa dibatalkan atau dicek ulang dan kami akan adukan persoala ini ke DKPP, termasuk akan kami proses ke tanah hukum pihak kepolisian dan Bawaslu NTB," ujarnya lagi.

Diketahui, suara calon DPD RI Evi Apita Maya mengungguli sejumlah calon petahana dari Dapil NTB, termasuk Prof Farouk Muhammad.

Menanggapi hal itu, Ketua KPU NTB Suhardi Soud menegaskan bahwa foto tersebut tidak menjadi persoalan karena sudah sesuai dengan mekanisme pencalonan.

"Jadi soal foto di masa pencalonan itu diterima dan foto itu diberi yang bersangkutan sesuai dengan mekanisme pencalonan, sehingga apa yang disampaikan sebenarnya tidak ada kaitan dengan jumlah suara oleh calon yang sedang diplenokan," ujarnya pula.

Ia menambahkan, kalau pun ada yang dituntut soal money politics, pembahasannya bukan dalam rapat pleno.

"Begitu juga dengan soal foto di masa pencalonan karena foto tersebut diberikan yang bersangkutan dan sudah sesuai dengan mekanisme pencalonan," kata dia lagi.

Komisioner Bawaslu NTB Umar Ahmad Seth mempertanyakan protes yang disampaikan saksi Farouk Muhammad, sebab kalau pun ada dugaan kecurangan atau pun pelanggaran semestinya sedari awal sudah dilaporkan. Namun, nyatanya hingga hari ini tidak ada laporan tersebut diterima Bawaslu NTB.

"Orang yang disebut Evi Apita Maya tidak ada masuk laporan ke kami hingga hari ini. Kalau pun ada ingin melaporkan silakan datang ke Bawaslu NTB karena sudah ada tim gakkumdu yang akan menindaklanjuti setiap laporan yang disampaikan. Tentunya laporan tersebut harus ada pelapor, ada saksi dan bukti dokumen, sehingga itu bisa diproses dengan cepat," katanya lagi.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019