Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil menargetkan Jawa Barat bebas malaria atau berstatus eliminasi malaria pada tahun 2022 dan saat ini kasus malaria di Jabar diketahui terus menurun setiap tahun.

"Saat ini 85 persen atau 23 kabupaten/ kota di Jabar telah mendapatkan sertifikasi eliminiasi atau dinyatakan bebas malaria," kata Gubernur Emil, dalam siaran pers Humas Pemprov Jabar diterima Antara di Bandung, Senin.

Hari ini Gubernur Emil menjadi pembicara seminar pada puncak peringatan Hari Malaria Sedunia 2019, bertema "Global Zero Malaria Start With Me" dan tema nasional Bebas Malaria Prestasi Bangsa di Sasana Budaya Kertalangu, Kota Denpasar, Bali

Di hadapan para peserta seminar, Gubernur Emil mempresentasikan data dari Dinas Kesehatan Jabar yang mencatat pada 2013 tercatat 663 kasus malaria, 2014 (501) kasus, 2015 (344) kasus, 2016 (327) kasus, 2017 (330) kasus, 2018 (205) kasus. Sementara selama 2019 ini baru terjadi 18 kasus malaria.

Dia menuturkan sampai saat ini masih ditemukan endemis malaria di empat kabupaten yaitu Pangandaran, Garut, Sukabumi dan Tasikmalaya.

"Untuk endemik di Sukabumi, Garut dan Tasik kasusnya impor malaria, sementara di Pangandaran terjadi karena penularan setempat. Namun empat kabupaten ini kategori endemiknya masih rendah yaitu api kurang dari satu (annual paracyte incidence)," tuturnya.

"Target kami dalam waktu dua sampai sampai tahun ini menjadi zona bebas malaria. Intinya saya sangat optimis mudah-mudahan tahun depan saya bisa laporkan progres yang masif untuk membantu Indonesia zero malaria," kata Emil.

Berbagai upaya pencapaian eliminasi malaria di Jabar terus dilakukan. Seperti pelibatan ribuan kader PKK, penggerak desa, pasukan KB terutama di empat daerah terpapar.

"Kita punya banyak kader PKK, ribuan pasukan penggerak desa, pasukan KB, saya rangkul mereka agar multifungsi jadi tidak hanya tupoksinya saja," ujarnya.

Empat daerah yang terpapar ini secara umum bersentuhan dengan pantai.

Untuk itu Gubernur Emil sudah menginstruksikan mengambil sampel darah di daerah endemik dan diteliti bekerja sama dengan Universitas Padjajaran.

Kemudian melakukan survei perilaku terhadap pasien-pasien terpapar juga tengah dilakukannya.

"Di daerah pantai kami menyediakan jenis ikan yang akan kami tabur untuk memastikan jika ada jentik-jentik bisa selesai secara mekanisme ekologis. Intinya kesehatan lingkungan diutamakan, kami ada program recycle sampah plastik menjadi bahan bakar, penanaman mangrove di daerah laut," ujar Emil.

Emil mengingatkan kabupaten/kota yang tidak terpapar endemik agar tidak terlena seiring surat edaran yang dikeluarkannya untuk akselerasi eliminasi malaria di 27 kabupaten/kota Jawa Barat.

"SE sudah kami sampaikan tidak hanya ke daerah yang terpapar tapi juga ke semua daerah untuk menjaga jangan sampai yang tidak terpapar menjadi terlena," katanya.

Menurut Emil, endemik malaria disebabkan oleh sebaran lokal dan migrasi dan untuk penanganan endemik yang disebabkan karena migrasi perlu ada strategi khusus.

"Migrasi agak susah harus ada strategi khusus, pernah juga ada kasus dari wisatawan luar negeri yang tidak kita duga. Lalu yang pernah terpapar itu kan tidak 100 persen hilang tapi ada sekian persen yang masih bermukim di tubuh," katanya.


 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019