Trenggalek, Jatim (ANTARA) - Kejari Trenggalek menetapkan mantan Bupati Trenggalek periode 2005-2010, Suharto, sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan alat percetakan di Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) milik Pemkab Trenggalek, PT Bangkit Grafika Sejahtera, senilai Rp10,8 miliar.

Kepala Kejaksaan Negeri Trenggalek Lulus Mustofa, Selasa mengatakan, tersangka S atau Suharto sempat menjalani pemeriksaan jaksa penyidik selama kurang lebih lima jam sebelum akhirnya dinaikkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.

"Tersangka langsung kami tahan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut," kata Lulus Mustofa.

Suharto tampak lebih banyak diam saat dirinya dibawa keluar oleh jaksa dari ruang penyidikan menuju mobil operasional kejaksaan.

Tak banyak kata dia ucapkan. Wajahnya yang tampak telah menua lebih banyak menunduk saat melewati sejumlah wartawan yang mencegatnya di pintu keluar kantor kejaksaan.

Suharto juga enggan menanggapi pertanyaan wartawan.

Mengenakan rompi tahanan warna merah, Suharto langsung menuju mobil operasional kejaksaan dan selanjutnya menuju Rumah Tahanan Klas IIB Trenggalek.

Kajari Lulus Mustofa mengatakan, bukti keterkaitan Suharto dalam pusaran korupsi proyek PDAU Bangkit Grafika Sejahtera sangatlah kuat.

Hal itu mengacu pada posisinya saat itu sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).

Menurut Lulus, Bupati saat itu selaku KPA, menjadi pihak paling bertanggung jawa atas penyimpangan dalam penyertaan modal proyek pengadaan mesin percetakan yang ternyata rusak dan tidak bisa dipakai.

Padahal anggaran yang digelontorkan saat itu mencapai Rp10,8 miliar.

Kesalahan fatal Suharto saat itu adalah mengizinkan dan menyetujui pelaksanaan proyek PDAU tersebut ke rekanan yang berlatar pengusaha mudia, tanpa melalui prosedur lelang.

"Ini termasuk perbuatan melawan hukum," ujar Lulus.

Diduga Pemkab Trenggalek saat itu tertekan setelah permasalahan di intern pemerintah daerah diketahui oknum pengusaha media dari Surabaya yang lalu mengajak kerjasama pengadaan alat percetakan untuk produksi koran/media massa.

Fatalnya, kata Lulus, mesin percetakan yang didatangkan seharga Rp10,8 miliar ternyata kondisinya rusak dan tak bisa digunakan.

Saat dilakukan ujicoba awal untuk mencetak koran, gambar dobel dan tulisan juga dobel atau berbayang.

"Perhitungan kerugian negara oleh BPKP Alhamdulillah sudah selesai. Gambaran kerugian negara ditaksir mencapai Rp7,310 miliar," ujarnya.

Lulus memastikan tersangka dalam kasus tersebut akan bertambah. Sebab berdasar hasil pengumpulan bahan dan keterangan juga melibatkan beberapa oknum yang juga akan segera ditindaklanjuti, katanya.

Suharto selanjutnya dijerat pasal berlapis, yakni pasal 2 Junto pasal 55 (1) ke 1 KUHP, dan pasal 3 junto pasal 55 (1) ke 1 KUHP.

"Kami juga menggunakan pasal 9 untuk (tersangka) S ini, yakni dari Undang-undang Pidana Korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditetapkan UU no 20 tahun 2001.

Ancaman hukuman seumur hidup, paling lama 20 tahun, paling singkat empat tahun denda maksimal Rp200 juta, maksimal Rp100 miliar.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019