Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis memanggil dua petinggi PT PLN (Persero) dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Dua petinggi PLN itu, yakni Direktur Bisnis Regional Sulawesi PT PLN Syamsul Huda dan Direktur Bisnis Regional Kalimantan PT PLN Machnizon. Keduanya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB).

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa dua orang saksi dari unsur direksi PT PLN untuk tersangka SFB terkait kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, KPK pada Rabu (15/5) juga telah memeriksa tiga petinggi PT PLN lainnya untuk tersangka Sofyan, yakni Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat, Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN Djoko R Abumanan, dan Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Tengah PT PLN Amir Rosidin.

Penyidik mendalami keterangan saksi-saksi dari pihak direksi PT PLN itu terkait kesediaan menandatangani dokumen kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Untuk diketahui, KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.

Tersangka Sofyan pun telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan Sofyan akan digelar pada Senin (20/5).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019