Jakarta (ANTARA) - Dari ikut-ikutan teman, ingin melihat langsung demo di Jakarta hingga diajak seorang yang diduga guru ngaji menjadi alasan banyak anak-anak ikut aksi penolakan hasil rekapitulasi pemilu 2019 pada 22 Mei lalu.

Di dalam situasi tersebut ada juga anak yang ingin mundur saat terjadi kericuhan namun terlanjur terjebak situasi "Ada anak-anak yang datang dengan inisiatif sendiri, diajak guru ngaji, tetapi kebanyakan mereka diajak teman dan mau melihat kerusuhan seperti apa, tetapi kemudian mereka dikasih ketapel dan batu untuk melempar polisi," kata Direktur Rehabilitasi Sosial Kemensos Kanya Eka Santi di KPAI, Senin.

Kanya mengatakan belum mendalami apakah anak-anak tersebut kenal dengan orang yang menyuruh mereka melempar, atau apakah ada pertemuan sebelumnya mengenai hal tersebut.

Menurut Kanya, pada kericuhan tersebut ada sekitar 52 anak dengan rentang usia dari 14-18 tahun, secara bertahap dikirimkan oleh polisi ke rumah aman milik Kementerian Sosial, pihaknya pun melakukan berbagai uji awal untuk mengetahui sebab keterlibatan anak-anak tersebut.

"Dari uji awal ini, kami belum bisa mengidentifikasi mana korban mana pelaku dan mana saksi, kami juga tetap akan menyelaraskan dengan hasil BAP dari Polda," kata dia.

Selama menerima anak-anak tersebut, sudah ada sembilan anak yang dipulangkan karena mereka hanya ikut-ikutan, sisanya yaitu 52 anak masih dilakukan pendalaman.

Anak-anak tersebut pun kini dalam masa rehabilitasi, lamanya rehabilitasi menurut dia tergantung kerentanan dari masing-masing anak.

Selama anak dalam masa rehabilitasi, menurut Kanya sebagian besar orang tua sudah menjenguk anaknya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengimbau orang tua untuk senantiasa menjalin komunikasi kepada anak-anaknya agar tidak terjebak dalam situasi tersebut.

Anak-anak harus dilindungi dari dari kegiatan politik, kedua harus dilindungi dari kegiatan kerusuhan yang ada.

"Kami imbau agar jaga anak-anak, jangan libatkan mereka karena proses pemilu yang ada saat ini kelihatannya masih belum selesai," kata dia.

Dia mengatakan 52 anak yang saat ini diduga terlibat dalam kericuhan tersebut, tidak diketahui oleh orang tuanya.

"Sebaiknya anak-anak dipantau secara lebih optimal. Jangan sampai sudah dua hari tidak pulang tenang-tenang saja," kata dia.*


Baca juga: DPR dalami aduan keluarga korban aksi 21-22 Mei

Baca juga: Ini permintaan Anies pasca kericuhan 21-22 Mei

 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019