Jakarta (ANTARA) - Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE meminta agar tidak ada pengerahan massa saat sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres digelar di Mahkamah Konstitusi pada 28 Juni 2019.

"Tidak perlu lagi memobilisasi massa untuk unjuk rasa yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kekerasan. Rakyat sudah capai dengan kegaduhan politik, apalagi dengan membawa agama," kata Azyumardi melalui siaran pers, Jumat, menanggapi rencana Aksi 212 di hari sidang putusan MK.

Ia meminta semua pihak agar menunggu keputusan MK dengan tenang.

Pihaknya pun menduga bahwa Aksi 212 itu bukan agenda halalbihalal, namun lebih kepada tujuan untuk kepentingan politik tertentu.

"Aksi massa itu, bukan halalbihalal atau silaturahmi. Sebaiknya berhenti memelintir istilah-istilah acara keagamaan untuk politik dan kekuasaan," kata cendekiawan muslim ini.

Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengimbau agar tidak ada pengerahan massa ke Gedung Mahkamah Konstitusi saat sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK dilaksanakan.

"Polri mengimbau untuk tidak melakukan mobilisasi massa ke MK," kata Brigjen Dedi.

Hal itu karena menurut dia, bisa mengganggu proses jalannya sidang perselisihan Pemilu di MK yang waktunya terbatas.

Menurut dia, pelarangan ini untuk mencegah terjadinya kericuhan yang berujung korban seperti pada peristiwa 21-22 Mei 2019.

Pihaknya pun memberikan alternatif dengan mengizinkan elemen masyarakat yang hendak berunjuk rasa atau menyampaikan aspirasi agar dilaksanakan di area sekitar Patung Arjuna Wiwaha, yang letaknya di persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. 

Baca juga: Sidang MK, Yusril: kami ajukan dua saksi dan ahli

Baca juga: Sidang MK, Wayan: advokat harus bantu Majelis supaya putusan adil

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019