Jakarta (ANTARA) - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyebut defisit neraca jasa sektor teknologi informasi dan telekomunikasi mengalami defisit, disebabkan oleh impor di sektor ini yang semakin melebar sejak 2011.

“Pemerintah harus segera mengambil kebijakan yang tepat di sektor telekomunikasi, komputer dan informasi, sehingga neraca di sektor tersebut dapat kembali mengalami surplus, seperti yang terjadi sebelum Desember 2011,” kata Wakil KEIN Arif Budimanta di Jakarta, Kamis.

Arif memaparkan, pada 2018, komoditas mesin dan peralatan elektronik (HS85) menempati posisi ketiga komponen impor terbesar, setelah bahan bakar mineral dan reaktor nuklir dan permesinan.

Secara lebih rinci, Arif menyampaikan, komoditas turunan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (HS 85), yaitu HS8517, memiliki proporsi dan pertumbuhan impor yang terus meningkat sejak 2014.

Pada 2018, HS8517 memiliki proporsi sebesar 27,1 persen terhadap HS85 dan tumbuh sebesar 20,9 persen (yoy).

Sementara, HS81770 memiliki proporsi sebesar 19,4 persen terhadap HS85 (atau 71,8 persen terhadap HS8517 dan tumbuh sebesar 18,7 persen (yoy) pada periode yang sama.

Data UN Comtrade melansir, impor barang untuk komoditas mesin dan peralatan elektronik (H585) pada 2018 sebesar sebesar 21,45 miliar dolar AS atau setara dengan 11,37 persen kontribusinya terhadap total impor.

Dengan nilai tersebut impor komoditas mesin dan peralatan elektronik menempati posisi ketiga komponen impor terbesar, setelah bahan bakar mineral dan reaktor nuklir dan permesinan.

Menurut Arif, permintaan terhadap sektor teknologi dan informasi diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan semakin majunya teknologi.

“Jika tidak ada perubahan struktural, defisit neraca jasa ICT dan biaya penggunaan HAKI diperkirakan akan semakin dalam,” ujarnya.


Baca juga: KEIN nilai hilirisasi sawit penting tingkatkan nilai tambah ekspor
Baca juga: KEIN: tidak semua sektor butuh teknologi 4.0


Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019