Jakarta (ANTARA) - Wajah-wajah para kuasa hukum Prabowo-Sandi maupun Joko Widodo-Ma'ruf Amin tampak lelah dan mengantuk saat mengikuti sidang pleno putusan atas sengketa Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019 di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/6) malam itu.

Beberapa dari kuasa hukum beberapa kali menggerakkan kepala dan sesekali mereka mengobrol dengan rekan yang duduk di sebelah untuk membunuh rasa kantuk.

Namun, kantuk pun seketika sirna saat Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan amar putusan sengketa Pilpres 2019.

Amar putusan mengadili dan menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019

Putusan itu menguatkan kemenangan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2019-2024, berdasarkan hasil rekapitulasi nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dengan putusa MK itu pesta demokrasi tahun 2019 telah selesai dan kini seluruh rakyat Indonesia tinggal menunggu keputusan resmi KPU dan pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada Oktober mendatang.

Saat debat keempat Pilpres 2019 pada Maret, Jokowi menyampaikan visi misi yang menyatakan Indonesia harus tetap berdiri tegak menjalankan prinsip politik luar negeri bebas-aktif di tengah situasi dunia yang penuh ketidakpastian.

Indonesia harus berdiri tegak, bermartabat dan tetap menjalankan politik luar negeri bebas aktif di tengah multilateralisme yang dilemahkan dan proteksionisme yang semakin meningkat.

Jokowi menjelaskan prinsip bebas artinya Indonesia memiliki keleluasaan untuk menjalankan dan memperjuangkan kepentingan nasional.

Prinsip aktif, lanjut dia, mengacu pada kontribusi aktif Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia.

Baca juga: Pengamat: Indonesia akan tetap menganut prinsip bebas aktif

Salah satu upaya Indonesia dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia adalah meningkatkan kapasitas pasukan perdamaian PBB.

Dalam Konferensi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (26/6), Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen TNI Joni Supriyanto menargetkan pengiriman jumlah tentara Pasukan Perdamaian Dunia ke delapan negara konflik mencapai 4.000 personel pada 2019.

Pasukan perdamaian tambahan akan dikirim menuju kawasan konflik perang, di antaranya Lebanon, Republik Afrika Tengah, dua kawasan di Kongo, Unisfa Abiye, Sudan Selatan, dan Minurso Sahara Barat.

Personel yang siap diberangkatkan itu berasal dari satuan 503 Kostrad Jawa Timur dan 121 mainbody Medan.

Indonesia juga akan menambah komposisi personel perempuan pada Pasukan Perdamaian PBB dari semula hanya 4 persen menjadi 7 persen.

Berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri RI, per 31 Maret 2019, Indonesia telah mengirimkan 3.080 personel, termasuk 106 personel perempuan, yang tersebar untuk delapan misi pemeliharaan perdamaian PBB.

Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-8 terbesar dari 124 negara penyumbang personel pasukan misi pemeliharaan perdamaian PBB.

PR Jokowi

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan Jokowi harus menuntaskan seluruh komponen pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik atau ASEAN Outlook on the Indo-Pacific sehingga menjadi rujukan dalam pembangunan ASEAN, yang teruji dengan standar-standar dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Kemudian, Jokowi harus memelihara komunikasi, konsultasi, dan koordinasi dengan seluruh anggota ASEAN sehingga memungkinkan RI menjalankan perannya sebagai pimpinan tidak resmi Asean.

Jokowi, lanjut dia, perlu menjalankan diplomasi banyak jalur dengan sesama negara ASEAN, yang sedang menghadapi kritikan dunia atas praktik-praktik pembangunannya yang bermasalah secara HAM, dengan mengedepankan prinsip-prinsip yang diatur dalam Hukum Internasional dan Piagam ASEAN, demi terpeliharanya stabilitas internal ASEAN.

Penting juga bagi Jokowi untuk segera menyelesaikan masalah-masalah perbatasan laut, dengan menindaklanjuti seluruh pencapaian dalam diplomasi perbatasan.

Salah satunya dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas TNI, Polri, dan Aparatur Sipil Negara di seluruh wilayah perbatasan, guna menghindari terjadinya praktik-praktik kejahatan yang mengganggu stabilitas pembangunan nasional.

Karena itu. pemerintahan Jokowi-Ma'ruf harus menjamin tersedianya anggaran bagi tercapainya sasaran Minimum Essential Force (MEF), sehingga TNI mampu menjalankan seluruh tugas pokoknya, termasuk menjalankan diplomasi pertahanan.

Terkait upaya menuju reformasi struktural PBB yang sempat digaungkan Jokowi, menurut Rezasyah, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf harus menggalang solidaritas berbagai kerja sama multilateral, terutama dari ASEAN, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB), baik di tingkat pemerintah, masyarakat umum, dunia usaha, dan lembaga pendidikan, sehingga memungkinkan bertambahnya anggota tetap PBB yang memiliki kriteria baru, yakni keluasan wilayah, jumlah penduduk, pembangunan yang demokratis, peradaban yang maju, dan keterlibatan dalam penyelesaian krisis internasional.

Baca juga: Kepala negara ASEAN apresiasi Indonesia terkait Outlook Indo-Pasifik

"Meningkatkan diplomasi publik RI dengan mengintegrasikan visi, misi, dan rencana strategis media cetak dan elektronik nasional sehingga melahirkan program-program unggulan yang berkualitas tinggi dan dapat menjadi referensi masyarakat di dunia," kata dia.

Selain itu, Jokowi harus menjamin terpeliharanya konektivitas pelabuhan udara dan pelabuhan laut dengan wilayah-wilayah tujuan ekspor dan impor yang menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip dagang langsung, demi terjaganya seluruh nilai tambah di dalam negeri RI.

Terkait sektor-sektor diplomasi yang perlu diperkuat, Rezasyah mengatakan Kementerian Luar Negeri RI harus membangun data kepakaran di dalam negeri, atas bidang-bidang yang diprioritaskan dalam SDGs dan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, demi terwujudnya sebuah pengambilan keputusan diplomatik yang berbasis riset.

Kemlu RI, lanjut dia, juga perlu melakukan evaluasi dan pendalaman atas seluruh program kerjasama internasional yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga di tingkat pusat dan daerah, dan selanjutnya meniadakan tumpang tindih program yang kemudian dikelola sesuai Undang-Undang Hubungan Luar Negeri.

Dalam diplomasi ekonomi, mengingat sudah terintegrasinya problematika diplomasi global dengan perdagangan internasional yang membutuhkan kecepatan dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan strategis, Rezasyah berpendapat bahwa Kementerian Luar Negeri perlu diperkuat dengan fungsi perdagangan internasional.

Dengan demikian, dapat diusulkan penambahan fungsi baru bernama Direktorat Jenderal Diplomasi dan Perdagangan Internasional di dalam Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Capaian empat tahun terakhir

Dalam pernyataan pers tahunan pada Januari 2019, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyampaikan hasil kerja politik luar negeri Indonesia dalam empat tahun terakhir dengan empat prioritas utama.

Prioritas pertama, yakni Diplomasi Menjaga Kedaulatan NKRI, yang menekankan posisi Indonesia sebagai negara yang meyakini kekuatan diplomasi dan negosiasi dalam menyelesaikan batas-batas negara.

Diplomasi dan negosiasi perbatasan pun ditingkatkan serta diintensifkan, yang hasilnya tampak pada 129 perundingan perbatasan yang dilakukan Indonesia dengan negara-negara lain dalam empat tahun terakhir, yaitu dengan India, Malaysia, Vietnam, Palau, Filipina, Singapura, Thailand, dan Timor-Leste.

Beberapa capaian dan kemajuan dalam diplomasi perbatasan, antara lain Ratifikasi Persetujuan Penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) RI-Filipina dengan UU No. 4 Tahun 2017; Ratifikasi Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di bagian Timur Selat Singapura antara RI-Singapura dengan UU No. 1 Tahun 2017, dilanjutkan dengan pertukaran piagam ratifikasi pada 10 Februari 2017; Kesepakatan dengan Vietnam untuk menerima prinsip non-single line, yakni garis Landas Kontinen (LK) berbeda dengan garis ZEE.

Kemudian, Kesepakatan dengan Palau mengenai area delimitasi dan penyelesaian per segmen; Kesepakatan Tim Teknis RI dan Malaysia mengenai dua joint technical proposal penetapan batas laut wilayah di Laut Sulawesi dan Selat Malaka bagian Selatan.

Selain itu, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang Survei dan Demarkasi Batas Darat RI-Malaysia No.20 pada tahun 2017 dan No. 21 pada tahun 2018; Penyelesaian dua dari sembilan Outstanding Boundary Problems (OBP) batas darat RI-Malaysia di segmen Sungai Simantipal dan C500-C600, setelah tertunda lebih dari 40 tahun.

Prioritas kedua adalah Perlindungan WNI di Luar Negeri, yang menekankan bahwa perlindungan warga negara Indonesia merupakan amanat konstitusi yang harus ditunaikan dengan baik.

Kemudian, prioritas ketiga, yaitu Diplomasi Ekonomi, yang selama empat tahun terakhir didorong dengan penguatan kerja sama ekonomi dengan pasar-pasar baru.

Salah satuya, ikatan ekonomi Indonesia dengan negara-negara Afrika yang mulai terjalin lebih dekat berkat terobosan penyelenggaraan Forum Indonesia-Afrika (IAF) pada 2018.

Dalam dua hari penyelenggaraan IAF, tercapai kesepakatan bisnis senilai lebih dari 586 juta dolar AS dan Business Announcement sebesar 1,3 miliar dolar AS.

Ikatan ekonomi dengan pasar potensial di kawasan lain, seperti Asia Selatan dan Tengah serta beberapa negara di Amerika Latin, juga menguat.

Pelaksanaan diplomasi ekonomi juga dilakukan secara lebih terkoordinir yang melibatkan BUMN, perbankan dan juga swasta. Beberapa capaian angka perdagangan Indonesia dengan beberapa pasar baru, antara lain dengan negara di kawasan Asia Selatan dan Tengah naik tajam.

Bahkan, dengan beberapa negara naik lebih dari 100 persen, antara lain dengan Kazakhstan, Uzbekistan, Kuba, Ekuador, St Vincent dan Grenadines, dan Persemakmuran Dominika.

Demikian pula dengan negara Eropa Tengah dan Timur yang rata-rata naik di atas 100 persen, seperti dengan Malta, Latvia dan Slovakia.

Baca juga: Indonesia-Afrika pererat kerja sama pembangunan infrastruktur

Selanjutnya, prioritas politik luar negeri Indonesia yang keempat adalah Peran Indonesia di Kawasan dan Dunia, yang salah satunya ditunjukkan dalam KTT Asia Timur (EAS) 2014 di Naypyidaw, Myanmar, ketika Presiden Joko Widodo menyampaikan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia yang menjadi titik awal penguatan diplomasi maritim Indonesia. 

Mulai titik itu, Indonesia pun konsisten memperkuat diplomasi maritim, antara lain melalui penyelenggaraan KTT Asosiasi Poros Samudera Hindia (IORA) 2017, yang pertama kali dilakukan setelah 20 tahun usia IORA. KTT pertama itu menghasilkan landasan kuat bagi penguatan kerja sama maritim di antara negara-negara IORA.

Kedua, penyelenggaraan "Our Ocean Conference" 2018 di Bali yang menghasilkan 305 komitmen nyata dan terukur melalui komitmen pembiayaan senilai 10,7 miliar dolar AS untuk perlindungan kawasan laut seluas 14 juta km persegi.

Ketiga, "Indo-Africa Maritime Dialogue" 2018 yang menghasilkan komitmen bersama Indonesia dan negara-negara Afrika untuk memperkuat kerja sama pengelolaan perikanan yang berkesinambungan dan keamanan maritim.

Keempat, "IORA High Level Panel on Maritime Cooperation for Inclusive Growth in Indian Ocean" 2018 yang mencetak terobosan baru dan komitmen untuk mempercepat target lima tahun Rencana Aksi IORA untuk Pertumbuhan Inklusif.

Kemudian pada KTT EAS 2018 di Singapura, atas prakarsa Indonesia para pemimpin EAS mengesahkan "EAS leader statement on combating marine plastic debris" untuk menghentikan pencemaran sampah plastik di lautan.

Baca juga: Menlu: diplomasi Indonesia sangat dihormati negara lain

Prioritas kawasan

Bagi Indonesia, ASEAN harus proaktif menyikapi perkembangan dan perubahan strategis, serta menjadi penggerak perubahan di kawasan Asia Tenggara.

Melalui visi itu, Indonesia pun mengembangkan kerja sama pembangunan dan kemanusiaan di daerah-daerah rawan konflik, salah satunya di Filipina selatan. Di sana, Indonesia melakukan kerja sama pendidikan Islam guna mempromosikan pengajaran Islam yang damai.

Indonesia juga berupaya berkontribusi agar isu Rakhine state mengalami kemajuan, salah satu kotribusi nyata, yakni pada KTT ASEAN 2018 di Singapura, Indonesia mengusukan agar Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN (AHA Center) mendapat akses untuk berkontribusi lebih banyak dalam menjamin keamanan pemulangan kembali pengungsi Rohingya.

Keberadaan AHA Center di Rakhine State akan menciptakan rasa saling percaya antara otoritas Myanmar dan pengungsi Rohingya yang kembali ke kampung halaman.

Di tingkat global, Indonesia terus berkontribusi dalam isu perdamaian dan kemanusiaan.

Baca juga: Dubes RI di Jenewa terima Tanda Bintang Jasa Presiden Palestina

Palestina menjadi salah satu prioritas utama Indonesia dengan mengacu pada resolusi PBB tentang solusi dua negara sebagai dasar penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Dalam empat tahun terakhir kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla, Indonesia tetap berada di barisan depan untuk mendukung Palestina mencapai kemerdekaan seutuhnya.

Untuk pertama kali pula Indonesia melipat gandakan kontribusi untuk Kantor PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) dan zakat untuk pengungsi Palestina.

"Untuk pertama kalinya, 50 Universitas di Indonesia bersama-sama menyediakan beasiswa untuk pelajar Palestina. Kemudian, fasilitas perdagangan diberikan untuk produk Palestina ke pasar Indonesia dengan zero tariff policy. Calon pilot Palestina juga dididik di Indonesia," kata Menlu Retno.

Semasa pemerintahan Jokowi-JK, kepemimpinan Indonesia di tingkat global juga semakin diakui, antara lain dengan terpilihnya Indonesia menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020.

Hal itu menjadi bukti bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penting di kawasan Asia Pasifik untuk memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia.

Tertujunya mata dunia kepada Indonesia juga tak terlepas dari keberhasilan Indonesia dalam mengelola toleransi antarumat beragama.

Indonesia selalu dirujuk sebagai negara Muslim terbesar di dunia dengan pemahaman Islam moderat yang memiliki sistem demokrasi terbesar di dunia.

Dengan segala capaian selama empat tahun kepemimpinan Jokowi tersebut, kini harapan untuk memperkuat peran Indonesia dalam forum dan organisasi regional maupun internasional berada di pundak Jokowi-Ma'ruf yang terpilih sebagai calon presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.
 


 

Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019