Solo (ANTARA) - Sistem "modern farming" atau modernisasi pertanian mulai menyentuh petani pedesaan yang selama ini lebih akrab menggunakan cara manual dalam mengolah lahan hingga perawatan tanaman.

Program modernisasi tersebut seiring dengan misi yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sragen pada April 2019. Di depan ribuan petani, Jokowi menyampaikan pentingnya konsep modernisasi dalam pertanian.

Untuk di Soloraya, sentuhan modernisasi tersebut mulai dirasakan masyarakat, baik dari sisi alat maupun pascapanen. Beberapa yang sudah menerapkan konsep tersebut di antaranya di Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Sukoharjo.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali Bambang Jiyanto mengatakan petani sayur dan padi sudah menggunakan sistem modernisasi dengan mengembangkan produk organik.

"Modern itu kan bukan hanya dari sisi alat. Produk organik ini juga bagian dari modernisasi pertanian yang menjadi program Pak Jokowi," katanya.

Untuk di Boyolali, ada Asosiasi Petani Organik Boyolali yang memproduksi beras organik dan ada kelompok tani di lereng Merapi yang sudah menghasilkan sayuran organik.

Bahkan, pemasaran produk beras organik dari Kabupaten Boyolali tidak hanya menyasar ke pasar lokal tetapi juga mancanegara.

Ada Asosiasi Petani Organik Boyolali (APOB) yang masih fokus menyalurkan beras organik di pasar lokal dan Aliansi Petani Padi Organik Boyolali atau APPOLI yang sudah mengekspor beras organik salah satunya ke Eropa.

Meski demikian, tidak mudah memperluas konsep modernisasi pertanian di beberapa daerah khususnya Boyolali bagian utara mengingat untuk bisa menerapkan "modern farming" butuh pasokan air yang cukup dan cuaca yang mendukung.

"Tidak bisa dipaksakan di semua daerah. Tidak bisa juga menyamakan semua petani. Apalagi kalau mau organik ini kan butuh sentuhan teknologi dan benar-benar menghilangkan zat kimia, ini tidak mudah," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya masih akan fokus memperluas "modern farming" di daerah yang sebelumnya sudah menerapkan pertanian organik mengingat saat ini baru mencakup di puluhan hektar lahan.




Teknologi modern
Berbeda dengan Kabupaten Boyolali yang lebih fokus menerapkan modernisasi dari sisi produk organik, untuk Kabupaten Klaten penerapan "modern farming" ini menyentuh ke teknologi dalam hal ini alat pertanian.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Klaten Wening Swasono mengatakan hampir seluruh gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Kabupaten Klaten sudah merasakan fasilitas bantuan berupa alat modern dari pemerintah.

Beberapa bantuan alat yang sudah diterima oleh desa tersebut di antaranya alat mesin tanam, mesin panen, dan pompa air, selain itu juga pembangunan irigasi. Untuk bantuan ini berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) serta anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Meski demikian, ada beberapa kendala yang dihadapi di lapangan sehingga alat mesin pertanian yang sudah disalurkan oleh pemerintah tidak bisa beroperasi optimal. Menurut dia, kendala tersebut di antaranya masih banyak petani yang belum bisa menerima kehadiran "modern farming" dan terbatasnya kemampuan sumber daya manusia (SDM).

"Kan petani mayoritas sudah tua, mereka enggan menggunakan 'modern farming' karena belum terbiasa. Oleh karena itu, pola pikir petani mesti didorong," katanya.

Sejauh ini, para petani masih lebih banyak yang menanam dengan cara ala kadarnya karena mereka khawatir jika menggunakan teknologi tinggi tidak akan sesuai dengan harga jual hasil panen.

Tidak bisa dipungkiri, menurut dia, terkadang harga tidak berpihak ke petani. Oleh karena itu, ia mengatakan selama tidak ada jaminan harga maka pemerintah tidak bisa juga menuntut petani untuk meningkatkan produktivitas dengan alat-alat tadi.

Sedangkan dari sisi keterbatasan kemampuan SDM, banyak alat yang akhirnya tidak terpakai karena tidak ada operatornya. Idealnya ada pelatihan dari pemerintah kepada para petani atau masyarakat sekitar untuk bisa mengoperasikan setiap alat yang sudah diberikan.

"Jadi kami butuh dukungan SDM yang berkualitas. Yang perlu didorong juga oleh pemerintah adalah mengajak generasi muda atau milenial untuk mencintai dunia pertanian. Dengan begitu mereka bisa diandalkan untuk terjun langsung membantu para petani," katanya.

Langkah lain yang dapat dilakukan pemerintah, menurut dia, dengan meningkatkan kapasitas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Ia mengakui yang saat ini terjadi adalah kemampuan sebagian PPL justru di bawah kemampuan petani.

"Seharusnya kan kemampuan PPL lebih baik sehingga mereka bisa membina dan mendampingi para petani," katanya.


Baca juga: Mentan sebut mekanisasi pertanian mampu turunkan biaya produksi
Baca juga: Mentan: pertanian modern kunci daya saing pertanian

Mudahkan petani
Salah satu daerah yang sudah menjalankan alat pertanian bantuan pemerintah dengan cukup optimal yaitu di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

Petani muda yang juga menjadi operator mesin pertanian Ihsan Tri Nugroho mengatakan desanya menjadi "pilot project" untuk konsep "modern farming". Dalam waktu dekat, dikatakannya, akan ada lima desa lain yang memperoleh sentuhan bantuan tersebut, yaitu Desa Pojok, Tangkisan, Ponowaren, Majasto, dan Kateguhan. Seluruhnya ada di Kecamatan Tawangsari.

Beberapa mesin yang dimiliki oleh Desa Dalangan, di antaranya traktor roda empat sejumlah lima unit, traktor roda ada empat unit, mesin transplanter sebanyak enam unit, reading transplanter sebanyak satu unit, excavator sebanyak satu unit, alat pengering SP3T dengan kapasitas 10 ton, pompa air 12 unit, alat penggiling pupuk organik sebanyak satu unit dan grain seeder satu unit.

Sejauh ini, seluruh alat tersebut dikelola oleh Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA) Bagyo Mulyo. Selanjutnya, UPJA tersebut bertugas mengelola alat untuk dipinjamkan kepada petani dengan ongkos yang lebih murah dibandingkan jika meminjam ke pihak swasta.

Dengan dikelolanya alat oleh desa, petani memperoleh subsidi berupaya ongkos jasa yang lebih murah jika dibandingkan harus menyewa dari milik perorangan.

"Misalnya untuk jasa bajak sawah dengan traktor, kalau pinjamnya ke swasta bayarnya Rp200.000 per 4.000 m2, di tempat kami cukup bayar Rp150.000 per 4.000 m2. Ini hanya cukup untuk beli solar dan bayar operator," katanya.

Ia mengatakan dengan adanya sejumlah alat mesin pertanian modern ini meringankan pekerjaan para petani. Sebagai gambaran, jika menggunakan mesin tanam maka proses penanaman setiap 4.000 m2 hanya butuh waktu 1-2 jam, sedangkan jika dilakukan secara manual paling cepat butuh waktu setengah hari dengan banyak pekerja.

"Selain itu mesin tanam ini bisa meminalisasi risiko tanaman yang rusak karena layu. Jadi kalau ditanam secara manual kan benih padi ini harus dicabut dulu dari lahan pembenihan baru kemudian di tanam di lahan persawahan, kalau dengan menggunakan mesin benih bisa langsung ditanam tanpa melalui proses cabut," katanya.

Sebelum ditanam di sawah, pembenihan cukup dilakukan di depan rumah masing-masing dengan media karpet khusus. Selanjutnya, jika benih sudah berusia 15 hari bisa dipindahkan ke sawah.

"Dari sisi umur benih juga kalau pakai mesin malah lebih cepat, cukup kalau sudah mencapai umur 15 hari. Kalau manual kan biasanya petani menunggu sampai umur 20 hari, jadi lebih lama," katanya.

Selain memperoleh bantuan berupa alat mesin pertanian, desa yang memiliki Gapoktan bernama Tani Mandiri dengan jumlah petani sekitar 200 orang itu juga dapat bantuan dana sebesar Rp400 juta.

Dana tersebut dimanfaatkan untuk membangun gudang, dengan demikian bisa digunakan untuk menyimpan alat mesin pertanian. Dengan begitu kan alat juga lebih terawat dan awet.

Kini, dengan adanya konsep "modern farming" tersebut petani mulai dimudahkan, tetap bisa mengoptimalkan lahan tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga.

Kemudahan, keuntungan, dan efektivitas tersebut tentu tak hanya diinginkan oleh ratusan petani di daerah-daerah tertentu tetapi juga jutaan petani yang ada di Indonesia. Untuk itu, pada masa jabatan periode dua diharapkan pemerintah bisa mengoptimalkan program "modern farming" agar bisa dinikmati seluruh petani di Indonesia.

Baca juga: Kementan: bantuan alsintan tingkatkan efisiensi hingga 48 persen
Baca juga: Kementan fokus kembangkan mekanisasi pertanian hingga daerah terluar


 

Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019