Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo terus didorong untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril yang ditetapkan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta rupiah dan menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril.

"Kami menunggu aksi dari Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril dengan mempertimbangkan pernyataan dari Wakil Komisi III bahwa Baiq Nuril harus dibantu dengan diberikan amnesti," kata Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Senin.

Amnesti kepada Baiq Nuril adalah langkah khusus sementara atas keterbatasan sistem hukum pidana dalam melindungi warga negara korban dari tindakan kekerasan seksual, karena belum ada sistem hukum yang memberikan kesetaraan perlindungan.

"Hal ini sesuai prinsip afirmasi yang dimungkinkan dalam konstitusi dan prinsip due dilligence yang ada dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau CEDAW yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada 1984," kata dia.

Komnas Perempuan menyatakan Baiq Nuril adalah korban berlapis dari kekerasan seksual yang dilakukan atasannya, dan dari ketidakmampuan negara melindunginya

Kriminalisasi pada Baiq Nuril menjadi preseden buruk bagi hilangnya rasa aman bagi perempuan dan absennya negara dalam melindungi perempuan korban kekerasan seksual, khususnya pelecehan seksual.

Peristiwa ini juga harus menjadi momen DPR RI dan pemerintah untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dengan memastikan kesembilan jenis kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual dalam RUU tersebut tetap dipertahankan.*


Baca juga: Yasonna khawatir ratusan ribu wanita korban pelecehan seksual bungkam

Baca juga: Pemberian amnesti untuk Baiq Nuril dasar membuat norma lebih tegas

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019