Dalam skema selisih harga Rp100 ribu untuk harga jual kepiting di Tarakan dengan yang dijual dari Tawau, dalam satu tahun ada kehilangan keuntungan sebesar Rp2-3 triliun dengan jumlah 20.000 ton kepiting.
Tarakan, Kalimantan Utara (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie mengatakan bahwa ada potensi kehilangan keuntungan Rp2-3 triliun jika tidak mengekspor kepiting Tarakan secara langsung ke negara tujuan.

"Bukan hanya masalah narkoba tapi juga penyelundupan barang hasil kelautan dan perikanan khususnya dari Tarakan, ada kepiting dan udang," kata Irianto kepada wartawan di Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis.

Di Tarakan, harga kepiting diperkirakan bisa sekitar Rp150 ribu per kilogram (kg), tapi jika diselundupkan dan sampai Tawau, Malaysia, harga jualnya bisa mencapai Rp250-300 ribu per kilogram.

Kemudian dari Tawau, dilakukan ekspor lagi ke wilayah lain seperti Hongkong dan Singapura dengan harga bisa menjadi Rp450 ribu per kg.

"Dari situ kita bisa hitung bahwa ada kerugian dari selisih harga itu kalau kita tidak bisa langsung mengekspor, kita kehilangan pajak ekspor, kehilangan nilai tambahnya dan profitnya juga," ujarnya.

Misalnya dalam skema selisih harga Rp100 ribu untuk harga jual kepiting di Tarakan dengan yang dijual dari Tawau, dalam satu tahun ada kehilangan keuntungan sebesar Rp2-3 triliun dengan jumlah 20.000 ton kepiting.

Baca juga: Kepiting bakau Seram Bagian Barat tembus pasar Singapura dan Malaysia

"Catatan hasil monitoring kami, kepiting ini satu tahun bisa sampai 20.000 ton yang diselundupkan ke wilayah Tawau," ujarnya.

Demikian juga dengan komoditas udang. Dalam skema udang dijual di Tarakan senilai Rp150 ribu per kg, namun jika dijual untuk ekspor, harga jual bisa mencapai Rp250-300 ribu per kg, sehingga dengan penjualan 500 ton saja setiap bulan dalam satu "cold storage" bisa mencapai omset Rp5 miliar yang diperoleh dari penghitungan keuntungan atas selisih harga Rp100 ribu per kg.

Namun, penjualan ekspor langsung di wilayah Tarakan tidak didukung dengan fasilitas memadai sehingga secara objektif masih kalah dengan Tawau, Malaysia, yang memiliki fasilitas pelabuhan ekspor ke seluruh dunia.

Apalagi wilayah perbatasan di Kalimantan Utara kerap menghadapi masalah penyelundupan dan perdagangan ilegal karena banyaknya jalan tikus baik darat maupun laut sehingga barang yang dijual dari Indonesia ke negara tetangga akan jauh lebih murah dibandingkan dengan mengekspor komoditas itu secara langsung dan legal.

Karena itu, dia mengatakan pengawasan terus diintensifkan untuk mencegah  penyelundupan meskipun dengan berbagai tantangan seperti luasnya wilayah yang dijangkau dan banyaknya jalan tikus yang menjadi jalur penyelundupan hasil kelautan dan perikanan serta barang lain seperti narkoba dan minuman beralkohol.
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019