Jakarta (ANTARA) - Kebijakan relaksasi pajak properti yang dikeluarkan Kementerian Keuangan untuk mendongrak industri properti melalui relaksasi pembebasan pajak bagi aset yang bernilai di bawah Rp30 miliar dinilai terlambat.

"PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) itu sudah dinanti-nantikan empat sampai lima tahun yang lalu. Waktu itu memang properti sedang dalam kondisi sehat. Pembangunan properti di sektor nilai di atas Rp10 miliar masih banyak," ujar Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute Wendy Haryanto saat media visit ke Kantor LKBN ANTARA, Kamis.

Ia menyambut baik dengan adanya beleid itu karena mendorong industri properti kembali sehat. Namun yang menjadi permasalahannya, para pengembang sudah meninggalkan proyek bernilai Rp10 miliar hingga Rp30 miliar.

Iklim pengusaha properti saat ini lebih memilih untuk menggarap segmen apartemen atau aset bernilai di bawah Rp10 miliar bahkan didominasi proyek Rp1-2 miliar. Bahkan ia menyangsikan masih banyak pengembang yang masih mengerjakan proyek di atas Rp10 miliar.

"Di bawah lima pengembang, enggak banyak. (Pengembang) yang lain bangun di bawah Rp10 miliar. Kalau satu sampai dua miliar mah banyak. Kalau sekarang direlaksasikan yah terima kasih," kata dia.

Ia berharap dengan hadirnya kebijakan PPnBM baru ini, membuat pengembang kembali membangun properti dengan harga di atas Rp10 miliar dan juga akan memberikan opsi pada calon pembeli untuk tidak berpaling kepada Secondary Market.

"Dengan adanya PPnBM dikenakan untuk properti di atas Rp10 miliar itu sebenarnya membuat sisi properti menjadi rata. Jadi tidak adalagi pembeli yang berminat untuk melihat First Hand Property di atas Rp10 miliar," kata dia.

Sebelumnya, Senior Associate Director Colliers International Ferry Salanto menilai kebijakan relaksasi pajak yang baru dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dinilai berpotensi untuk melesatkan permintaan terhadap penjualan apartemen kelas atas dan mewah yang tercakup dalam relaksasi pajak tersebut.

"Relaksasi pajak barang mewah akan membuat permintaan apartemen kelas atas meningkat," kata dia.

Ferry mengungkapkan, regulasi itu hanya akan berpengaruh kepada jenis apartemen kelas atas dan mewah yang hanya mencakup 11 persen dari keseluruhan apartemen (persentase lainnya adalah 67 persen apartemen kelas menengah, dan 22 persen apartemen kelas bawah).

Selain itu, ia juga berpendapat tidak seluruh dari unit apartemen kelas atas dan mewah yang terdampak dari relaksasi pajak itu, tetapi hanya sekitar 56 persen dari keseluruhan apartemen kelas atas dan mewah.

Baca juga: Konsultan: Investasi properti mewah rentang Rp10 miliar menguntungkan

Baca juga: Kebijakan relaksasi pajak bisa lesatkan apartemen kelas atas dan mewah

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019