Karena kadang-kadang mereka ingin akses BBM bersubsidi, menghindari pajak, kadang juga untuk pelaporan perikanan yang tidak optimal
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Kementerian Perhubungan akan memperkuat upaya menangani manipulasi pengukuran kapal ikan yang diduga melakukan "markdown" atau merendahkan bobot kapal ikan dari ukuran sebenarnya.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar di Jakarta, Rabu, mengatakan modus “markdown” dilakukan pemilik kapal guna menghindari membayar pajak atau untuk bisa mendapat jatah BBM bersubsidi.

“Jadi yang ukurannya seharusnya 70 GT atau 100 GT atau 120 GT, di dokumennnya tertulis di bawah 30 GT. Kenapa? Karena kadang-kadang mereka ingin akses BBM bersubsidi, menghindari pajak, kadang juga untuk pelaporan perikanan yang tidak optimal,” katanya.

Atas modus tersebut, KKP akan mengintesifkan dilakukannya pengukuran ulang dengan menggandeng Kementerian Perhubungan supaya kapal-kapal tersebut memiliki ukuran yang tepat.

“Sehingga pajak, pelaporan dan lainnya menjadi lebih tepat,” katanya.

Zulficar menjelaskan kerja sama dengan Kemenhub untuk melakukan pengukuran ulang terhadap kapal-kapal ikan yang diduga melakukan “markdown” telah berjalan sejak 2016 .

Kedua pihak membuka gerai pengukuran bersama hingga 34 kali di berbagai lokasi di Indonesia. Ribuan kapal tercatat telah terjaring dalam operasi tersebut dan telah memperbaiki catatan ukuran kapal dengan sesuai.

“Tapi setelah kami lihat kondisi di lapangan, masih cukup banyak daerah yang sebenarnya masih ada indikasi ‘markdown’. Sehingga ini akan kita dorong lagi untuk diintensifkan ulang sehingga semua kapal yang ada sesuai dengan ukuran kapalnya,” ujarnya.

Namun, Zulficar menegaskan, upaya mengintensifkan pengukuran ulang kapal bukan untuk menyalahkan tetapi untuk memperbaiki tata kelola perikanan.

Meski tidak menyebutkan data terbaru, ia menyebut indikasi “markdown” masih cukup tinggi terjadi. Pada 2016 dan 2017 dari hasil pengukuran terhadap seribuan kapal ikan, 90 persen diantaranya terindikasi melakukan “markdown”.

Baca juga: KKP catat 2.183 kapal perikanan belum perpanjang izin penangkapan ikan
Baca juga: Kemenhub paparkan alasan kewajiban pemasangan AIS di kapal


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019