Penurunan tersebut tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan yang terus meningkat
Depok (ANTARA) - Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI), Abdul Haris menyebut minimnya kegiatan eksplorasi, inovasi dan pengembangan teknologi baru dalam eksplorasi migas telah menjadi tantangan produksi migas nasional yang terus menurun hingga saat ini.

Dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Geofisika FMIPA UI di Kampus UI Depok, Rabu, Haris menjelaskan produksi migas di Indonesia sejak tahun 1990-an terus mengalami penurunan yang berkelanjutan.

“Penurunan tersebut tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan yang terus meningkat,” ujarnya.

Padahal, migas memiliki peran penting dan strategis dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, khususnya sebagai sumber pendapatan negara, memenuhi kebutuhan bahan bakar domestik, sumber bahan baku industri dan menciptakan efek berantai kegiatan ekonomi.

Baca juga: Harapan legislator terkait kebijakan eksplorasi migas

Indonesia, lanjut Haris, juga memiliki peluang untuk mengembalikan kekuatan sektor migas karena cadangan minyak nasional masih cukup banyak.

“Teknologi sekarang memungkinkan kita mencari inovasi yang bisa membangkitkan minyak yang tersimpan. Karena pada dasarnya minyak yang tersimpan itu masih lebih dari 50-an persen. Secara ‘recovery factor’ (yang telah dieksploitasi) itu hanya 30 persen,” katanya.

Secara rinci, ada 60 cekungan migas di Indonesia, di mana 22 cekungan di antaranya belum dibor, 13 cekungan telah dibor tapi belum ada penemuan, 8 cekungan dengan penemuan tapi belum berproduksi dan 16 cekungan produksi.

Baca juga: Jonan sebut ketidakpastian industri hulu migas tinggi, ini contohnya

Lebih lanjut, Haris mengungkapkan perlu ada paradigma baru dalam eksplorasi migas menyusul kegiatan tersebut masih terus menggunakan model konvensional sejak beberapa dekade lalu.

Paradigma baru dalam kegiatan eksplorasi migas itu antara lain dengan tidak hanya menyasar pencarian cadangan sistem petroleum tapi juga ke batuan induk sebagai penyuplai migas.

“Pengembangan teknologi ini dikenal dengan ‘shale hidrokarbon’,” imbuhnya.

Baca juga: Arcandra: Hanya tiga dari 16 blok eksplorasi yang ada kandungan migas

Paradigma lainnya, yakni menentukan prospek cadangan tidak lagi hanya didasarkan pada porositas primer tapi juga pada porositas sekunder. Kemudian, “basement” yang selama ini menjadi batuan dasar dalam lapisan sedimen ternyata memiliki potensi yang besar sebagai reservoir migas.

“Paradigma baru ini harus menjadi fokus pengembangan inovasi dan teknologi eksplorasi migas,” katanya.

Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI) Abdul Haris menyampaikan pidato bertajuk “Tantangan Ahli Eksplorasi Seismik dalam Pencarian Sumber Migas: Paradigma Baru dalam Eksplorasi Migas”.

Baca juga: Pertamina eksplorasi migas baru di Selat Malaka

 

 

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019