Jakarta (ANTARA) - Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBMTC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan musim kemarau mempengaruhi kepekatan polusi.

"Ketika kita bicara musim kemarau maka hujannya sangat jarang sehingga atmosfer tidak tercuci oleh air hujan, akibatnya polutan semakin menumpuk," kata Seto kepada wartawan, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan hujan yang sangat jarang akan berpengaruh pada pencucian atmosfer sehingga polutan tetap terperangkap di antara permukaan bumi hingga lapisan atmosfer yang stabil.

"Musim kemarau itu juga mengakibatkan berkurangnya hujan, ikatan tanah berkurang, debu-debu mudah berterbangan, kemudian mengganggu kapabilitas dan kapasistas atmosfer dan juga mengurangi air hujan yang berpotensi menjadi pencuci polutan, sehingga memang musim kemarau berpengaruh besar terhadap kepekatan polutan," ujarnya.

Seto mengatakan pada musim kemarau, atmosfer bersifat stabil sehingga polutan terperangkap pada lapisan inversi itu.

Untuk membuat atmosfer tidak stabil agar polutan tidak terperangkap di lapisan itu, maka dapat dilakukan dengan menebarkan es kering ke lapisan inversi. "Lapisannya harus kita bongkar dengan modifikasi cuaca. Caranya, kita harus meng-introduce atau memasukkan, menebarkan bahan-bahan yang sangat dingin, kita bisa gunakan es kering," kata Seto.

Dalam metodenya, akan dilakukan pengukuran udara untuk menentukan laposan inversi di mana polutan terperangkap, misalnya pada ketinggian 5.000 kaki. Kemudian, es kering ditebarkan ke lapisan inversi itu untuk mendinginkan suhu di lapisan itu dan menyebabkan polutan naik ke atas sehingga kepekatan polutan di lapisan itu berkurang.

"Semula yang temperaturnya itu naik dipaksa untuk turun karena kita berikan es kering, dia turun maka atmosfer menjadi tidak stabil sehingga dia akan membuat polutan naik ke atas. Ini juga banyak dilakukan oleh negara seperti Thailand, China, Korea, dan seterusnya," tuturnya.

Jumlah es kering yang ditebar bergantung pada ketebalan lapisan inversi tersebut. Lapisan inversi sering ditemukan pada ketinggian 8.000 kaki sampai 12.000 kaki. Es kering merupakan bentuk padat dari karbondioksida yang biasanya digunakan sebagai pendingin.*

Baca juga: BPPT imbau masyarakat hemat air saat kemarau

Baca juga: BPPT harap masyarakat ikut serta atasi polusi udara

Baca juga: BPPT siapkan tiga skenario modifikasi cuaca atasi polusi udara Jakarta

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019