Palembang (ANTARA) - Gerakan Mahasiswa Peduli Blok Corridor menolak dan mengeluarkan enam pernyataan sikap terkait perpanjangan kontrak 20 tahun pengelolaan Blok Corridor di Kabupaten Musi Banyuasin.

Pantauan Antara, Kamis, Gerakan Mahasiswa Peduli Blok Corridor yang terdiri dari BEM Seluruh Indonesia Sumsel, BEM Sumsel, HMI Palembang, IMM Palembang, KAMMI Palembang, FMI Palembang, IMMUBA, DEM RIAU, dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Palembang, mendatangi kantor DPRD Sumsel sambil berorasi.

Baca juga: Arcandra sebut pengelolaan Blok Corridor dibahas September

Baca juga: Pertamina resmi kelola 100 persen Wilayah Kerja Raja Sumsel

Baca juga: Aparat keamanan tertibkan penambangan sumur minyak ilegal


"Kami menuntut Blok Corridor agar tidak kelola oleh perusahaan asing," Presiden Mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri), Ni'matul Hakiki Vebri Awan saat orasi.

Massa menolak tindak lanjut keputusan perpanjangan kontrak kerja sama dengan Wilker Blok Corridor kepada ConocoPhillips yang seharusnya memberikan 100 persen hak pengelolaannya kepada PT. Pertamina.

Masaa juga menolak bentuk kebijakan dan penyaluran kerja sama dengan investor perusahaan migas asing dan meminta Pertamina bertindak tegas terhadap kebijakan SKK Migas yang dianggap tidak pro terhadap ketahanan dan kedaulatan energi.

"Kami berharap KPK dapat mengusut dan melakukan investigasi serta mengaudit keputusan penambahan kontrak tersebut, keputusan itu harus batal demi hukum karena bertentangan dengan Permen ESDM Nomor 15 tahun 2015," tambahnya.

Massa menganggap perpanjangan kontrak tersebut keputusan sepihak Menteri ESDM yang telah menetapkan komposisi kepemilikan saham ConocoPhilips 46 persen, Pertamina 30 persen, dan Repsol 24 persen.

"Jika dijumlahkan dengan kepemilikan Blok Rokan serta Blok Mahakam maka kepemilikan Pertamina tidak mencapai angka 100 persen, artinya Pertamina sebagai perwakilan negara tidak mampu berkuasa sepenuhnya," jelas Hakiki.

Sementara itu, Ketua Komisi 4 DPRD Sumsel yang menemui massa, Ria Anita Noeringhati menerangkan bahwa sistem tata kelola energi dan gas memang di atur langsung oleh pemerintah pusat.

"Kami akan mengawal aspirasi penolakan ini, namun kami butuh waktu untuk menghadap ke DPR RI tentunya," tambah Anita.

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019