Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI Muhammad Arwani Thomafi melihat wacana yang berkembang tentang MPR pada satu bulan terakhir adalah pemberitaan mengenai rebutan kursi pimpinan MPR yang sarat dengan kepentingan politik praktis.

"Padahal, MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat seharusnya memainkan isu politik kenegaraan," kata Arwani Thomafi pada diskusi "Empat Pilar: MPR Rumah Kebangsaan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Menurut Arwani, dalam satu bulan terakhir ini dirinya melihat cukup ramai pemberitaan tentang MPR RI, tapi pemberitaan tersebut kental isu politik yakni rebutan kursi pimpinan MPR RI.

"Kalau hari ini ada diskusi dengan tema, 'MPR sebagai Rumah Kebangsaan' berbeda jauh dengan isu yang ramai diberitakan saat ini," katanya.

Arwani juga melihat, pada revisi UU tentang MPR, DPR, DPD RI (MD3) yang kemudian menambah kursi pimpinan DPR RI dan kursi pimpinan MPR RI, pada 2018, tidak ada substansi yang diharapkan.

"Penambahan kursi pimpinan MPR RI, tidak ada substansinya, hanya untuk kepantasan saja, guna mengakomodasi kekuatan politik tertentu sampai akhir periode 2014-2019 ini," katanya.

Menurut Arwani, MPR RI yang diharapkan menjadi lembaga permusyawaratan rakyat yang memainkan politik kenegaraan, tapi ternyata menjadi tempat untuk bagi-bagi kekuasaan. "MPR RI saat ini lebih didominasi oleh isu-isu politik yang biasanya menjadi santapan DPR RI," katanya.

Karena itu, kata dia, menjadi menarik ketika MPR RI menyelenggarakan diskusi dengan tema "MPR Rumah Kebangsaan" untuk menarik kembali isu politik yang berkembang saat ini dan menjadikan MPR RI sebagai rumah kebangsaan.

"Istilah 'Rumah Kebangsaan' ini memang tidak ditemukan di dalam konstitusi atau aturan yang mendasari dari kelembagaan MPR itu sendiri. Tapi rumah kebangsaan itu bermakna, MPR RI sebagai lembaga permusyawaratan rakyat," katanya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019