Jogja (ANTARA Jogja) - Dialog antaragama perlu dilakukan untuk mereduksi dan mengeliminasi kerusuhan yang timbul dari isu agama, kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Selama ini isu agama sering dijadikan faktor timbulnya kerusuhan sehingga perlu dilakukan dialog antaragama agar tumbuh saling pengertian mencapai perdamaian," katanya di Yogyakarta, Sabtu.
Dengan dialog antaragama, menurut dia pada simposium "Road to Global Interfaith Harmony", diharapkan akan muncul kesadaran antarumat beragama sehingga agama tidak dijadikan sumber kekerasan.
"Hal itu penting karena agama seperti pedang bermata dua. Di satu sisi untuk membawa perdamaian dan kedamaian, tetapi di sisi lain semacam `trigger` timbulnya kekerasan," kata Sultan.
Koordinator Anand Krishna Centre Jogja-Solo-Semarang, Hardiyanto mengatakan kerukunan antarumat beragama selama ini hanya menjadi sebuah retorika, kata-kata indah dan tinggi yang menyenangkan, yang hanya menjadi ornamen sehingga kelompok-kelompok agama bisa disulut dan dikonfrontasi kapan saja.
Menurut dia hal itu terjadi karena selama ini masyarakat bicara kerukunan dan dialog dengan tujuan toleransi yang dipaksakan. Semestinya masyarakat memahami perbedaan antara mereka dan menemukan apa yang dapat mempersatukan mereka.
"Sesungguhnya yang mempersatukan kita adalah fakta bahwa apa pun agama dan perbedaan antara kita, kita hidup di atas satu bumi, di bawah satu langit, dan kita adalah satu keluarga umat manusia," katanya.
Ia mengatakan selama lebih dari 21 tahun Anand Ashram, berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), menemukan bahwa kerukunan yang berkelanjutan atau harmoni pada tingkat nasional atau global tidak mungkin terwujud jika manusia tidak mulai dengan mendamaikan jiwa masing-masing terlebih dulu.
"Dari kedamaian jiwa itulah kita baru bisa saling mencintai. Setelah saling mencintai baru bisa mencapai `global interfaith harmony," kata Hardiyanto.
(B015)
"Selama ini isu agama sering dijadikan faktor timbulnya kerusuhan sehingga perlu dilakukan dialog antaragama agar tumbuh saling pengertian mencapai perdamaian," katanya di Yogyakarta, Sabtu.
Dengan dialog antaragama, menurut dia pada simposium "Road to Global Interfaith Harmony", diharapkan akan muncul kesadaran antarumat beragama sehingga agama tidak dijadikan sumber kekerasan.
"Hal itu penting karena agama seperti pedang bermata dua. Di satu sisi untuk membawa perdamaian dan kedamaian, tetapi di sisi lain semacam `trigger` timbulnya kekerasan," kata Sultan.
Koordinator Anand Krishna Centre Jogja-Solo-Semarang, Hardiyanto mengatakan kerukunan antarumat beragama selama ini hanya menjadi sebuah retorika, kata-kata indah dan tinggi yang menyenangkan, yang hanya menjadi ornamen sehingga kelompok-kelompok agama bisa disulut dan dikonfrontasi kapan saja.
Menurut dia hal itu terjadi karena selama ini masyarakat bicara kerukunan dan dialog dengan tujuan toleransi yang dipaksakan. Semestinya masyarakat memahami perbedaan antara mereka dan menemukan apa yang dapat mempersatukan mereka.
"Sesungguhnya yang mempersatukan kita adalah fakta bahwa apa pun agama dan perbedaan antara kita, kita hidup di atas satu bumi, di bawah satu langit, dan kita adalah satu keluarga umat manusia," katanya.
Ia mengatakan selama lebih dari 21 tahun Anand Ashram, berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), menemukan bahwa kerukunan yang berkelanjutan atau harmoni pada tingkat nasional atau global tidak mungkin terwujud jika manusia tidak mulai dengan mendamaikan jiwa masing-masing terlebih dulu.
"Dari kedamaian jiwa itulah kita baru bisa saling mencintai. Setelah saling mencintai baru bisa mencapai `global interfaith harmony," kata Hardiyanto.
(B015)