Jakarta (ANTARA Jogja) - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mengakui saat ini pihaknya sedang menghadapi reaksi keras dari pemerintah, DPR, lembaga swadaya masyarakat, dan media, perihal putusan sidang yang dianggap berada di luar kewenangan.
"DKPP lagi menghadapi reaksi keras dari pemerintah, DPR, LSM dan dari media. Dianggap putusan DKPP melampaui kewenangan," ujar Jimly di sela-sela sambutannya dalam rapat koordinasi teknis dengan sejumlah lembaga etika, di Jakarta, Kamis malam.
Menurut Jimly, pemerintah tidak suka dengan putusan DKPP yang menyangkut pemberhentian pejabat di Sekretariat Jenderal KPU.
"Berkenaan sebab-sebab kisruh berkaitan dengan Sekretariat Jenderal KPU, DKPP memutuskan penindakan di sekretariat, dan pemerintah tidak suka," kata Jimly.
Di sisi lain, kalangan partai-partai besar di DPR menurut dia juga bereaksi terhadap putusan DKPP yang memerintahkan KPU mengikutsertakan 18 dalam verifikasi faktual.
"Bawaslu kan rekomendasikan 12 parpol diikutsertakan dalam verifikasi faktual, dan setelah kami periksa ada hal-hal masuk akal yang menyebabkan mereka rekomendasikan itu, maka kami membenarkan rekomendasi Bawaslu, ditambah mengikutsertakan enam partai lainnya, tapi ribut semua partai, terutama yang di DPR," kata dia.
Jimly merasa berbagai tekanan tersebut sebagai pengalaman menarik. Dia optimistis DKPP dapat memainkan fungsi sebagai penegak keadilan dan menghasilkan putusan yang benar.
"Lihat, KPU di DPR tiga kali sidang ditekan supaya tidak menjalankan putusan DKPP, tetapi saya suruh mereka menjalankan saja, karena mungkin DPR lagi emosi. Kami harus memainkan fungsi independen sebagai penegak keadilan, yang meski tidak populer, yakin kita benar, dan 'bismillah'," katanya.
Dia menekankan bahwa khusus perkara KPU dan Bawaslu, DKPP disamping melakukan persidangan etik, namun juga melakukan fungsi mediasi.
"Jadi khusus perkara KPU dan Bawaslu, disamping sidang terbuka, kami juga melakukan sidang tertutup. Maka dengan independensi ketiga lembaga kita lalu mencarikan solusi paling tepat dan tidak melanggar hukum, jadi kami menganggap ini putusan paling tepat dan paling adil bagi semua," kata Jimly.
Sebelumnya, dalam sidang perkara dugaan penyelenggaraan kode etik KPU, DKPP mengeluarkan putusan merekomendasikan KPU melakukan penggantian jajaran Kesekretariatan Jenderal KPU serta memerintahkan KPU mengikutsertakan 18 partai dalam verifikasi faktual.
Putusan itu mendapat pertanyaan sejumlah pihak, termasuk DPR dan pemerintah, karena dinilai berada di luar kewenangan DKPP yang memiliki tugas utama menjaga kode etik penyelenggara pemilu.
Gabungan lembaga swadaya masyarakat yang bernama Koalisi Amankan Pemilu 2014, berencana melakukan eksaminasi atau uji publik terhadap putusan DKPP tersebut.
(R028)