Surabaya (Antara Jogja) - Siapapun tahu bahwa Anton Medan adalah preman yang menjadi ustadz, tapi tidak banyak yang mengenal nama Islam-nya adalah H. Muhammad Ramdhan Efendi.

Ya, H. Anton Medan adalah Ketua Umum DPP Pembina Islam Tionghoa Indonesia (PITI). "Sebagai seorang preman, saya masuk-keluar dari penjara satu ke penjara lainnya," ucapnya.

Namun, murid dari almarhum "dai sejuta umat" H. Zainuddin MZ itu akhirnya menemukan ketenangan dalam Islam. "Saya mempelajari Islam dari balik tembok-tembok penjara," tuturnya.

Saat memberikan tausiah dalam buka puasa bersama di Universitas Narotama (Unnar) Surabaya (24/7), ia mengaku dirinya semula merupakan penganut Agama Buddha, lalu beralih ke Kristen dan akhirnya Islam.

"Saya mempelajari Islam dari banyak guru, mulai dari guru NU, Persis dan Muhammadiyah. Akhirnya, hati saya pun menjadi tenang," papar pendiri Pesantren At-Taibin dan Masjid Jamik 'Tan Kok Liang' Jakarta itu.

Acara itu juga dimeriahkan dengan peniupan lilin kue ulang tahun khusus Unnar oleh Bacagub Jatim yang juga Dewan Penyantun Yayasan Pawiyatan Gita Patria sebagai Badan Penyelenggara Unnar, Bambang DH.

"Semoga Unnar mampu mencetak mahasiswa berkarakter kuat," ujar Anton Medan memberi apresiasi kepada universitas yang membiasakan dosen dan karyawan berlatih gamelan pada setiap Jumat pagi itu.

Tantangan Muslim Tionghoa saat masuk Islam juga dialami Ustadz H Achmad Syaukanie Ong. "Saya masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, karena keluarga besar saya tidak mengharapkan hal itu," tukasnya.

Awalnya, dai yang keturunan etnis China itu yakin bahwa Tuhan itu ada, lalu dia belajar mengaji pada seorang ustadzah, meski dia tidak membaca Al Quran secara fasih, karena dirinya keturuna Beijing, China.

"Saya yakni Tuhan itu ada, karena tidak mungkin pohon mangga itu ada tanpa ada yang menciptakan dan manusia pasti tidak bisa," ungkapnya dalam pengajian di Masjid Ummul Mu'minin, Jln. Barata Jaya VIII, Surabaya (14/7).

(E011)

Pewarta : Oleh Edy M Ya'kub
Editor : Heru Jarot Cahyono
Copyright © ANTARA 2024