Jogja (Antara Jogja) - Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan perlu berkoordinasi intensif meningkatkan kepercayaan pasar guna menekan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kata seorang ekonom.
"Perlu meyakinkan investor bahwa otoritas ekonomi Indonesia akan mampu mengelola perekonomian dengan baik," kata ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Adiningsih di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Sri, jika investasi modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) dapat terus digenjot maka nilai tukar rupiah masih ada harapan untuk pulih kembali.
"Secara teori, bila pasokan dolar meningkat, sementara permintaan sedikit, maka rupiah akan menguat," kata guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini.
Menurut dia, gencarnya arus keluar modal asing dari pasar finansial Indonesia saat ini disebabkan beberapa faktor di antaranya ketidakpastian apakah suku bunga akan dinaikkan atau diturunkan.
"Karena kita semua masih menunggu keputusan Bank Sentral AS (The Fed) apakah akan menaikkan atau menurunkan (suku bunga)," katanya.
Faktor lainnya, lanjut dia, saat ini pasar juga mulai merasakan tekanan inflas akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi serta rencana kenaikan tarif listrik yang memengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia.
Oleh karena itui, Bank Indonesia (BI) yang juga sebagai penjaga pasar valas, kata dia, harus mampu meminimalkan volatilitas rupiah. Sementara Otoritas Jasa Keuagan (OJK) harus memastikan pergerakan pasar modal berlangsung aman.
"Jika sudah bisa dijamin aman, maka investor asing tidak akan berbondong-bondong membawa dananya ke luar (Indonesia)," kata dia.
Sementara itu, dia mengakui Indonesia selama ini sudah terlalu bergantung pada portofolio, serta utang asing jangka pendek dengan jumlah yang cukup besar.
Dengan ketergantungan itu, kata dia, mengakibatkan sistem keuangan Indonesia memiliki potensi volatilitas yang tinggi. Sehingga, jika ekonomi internasional sedikit mengalami goncangan akan mudah memengaruhi sistem keuangan Indonesia, terutama di pasar valas dan IHSG.
"Pelaku pasar modal aktor utamanya kini sudah bukan investor Indonesia. Surat berharga juga sepertiganya sudah diserap asing," kata Sri Adiningsih.(KR-LQH)
"Perlu meyakinkan investor bahwa otoritas ekonomi Indonesia akan mampu mengelola perekonomian dengan baik," kata ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Adiningsih di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Sri, jika investasi modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) dapat terus digenjot maka nilai tukar rupiah masih ada harapan untuk pulih kembali.
"Secara teori, bila pasokan dolar meningkat, sementara permintaan sedikit, maka rupiah akan menguat," kata guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini.
Menurut dia, gencarnya arus keluar modal asing dari pasar finansial Indonesia saat ini disebabkan beberapa faktor di antaranya ketidakpastian apakah suku bunga akan dinaikkan atau diturunkan.
"Karena kita semua masih menunggu keputusan Bank Sentral AS (The Fed) apakah akan menaikkan atau menurunkan (suku bunga)," katanya.
Faktor lainnya, lanjut dia, saat ini pasar juga mulai merasakan tekanan inflas akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi serta rencana kenaikan tarif listrik yang memengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia.
Oleh karena itui, Bank Indonesia (BI) yang juga sebagai penjaga pasar valas, kata dia, harus mampu meminimalkan volatilitas rupiah. Sementara Otoritas Jasa Keuagan (OJK) harus memastikan pergerakan pasar modal berlangsung aman.
"Jika sudah bisa dijamin aman, maka investor asing tidak akan berbondong-bondong membawa dananya ke luar (Indonesia)," kata dia.
Sementara itu, dia mengakui Indonesia selama ini sudah terlalu bergantung pada portofolio, serta utang asing jangka pendek dengan jumlah yang cukup besar.
Dengan ketergantungan itu, kata dia, mengakibatkan sistem keuangan Indonesia memiliki potensi volatilitas yang tinggi. Sehingga, jika ekonomi internasional sedikit mengalami goncangan akan mudah memengaruhi sistem keuangan Indonesia, terutama di pasar valas dan IHSG.
"Pelaku pasar modal aktor utamanya kini sudah bukan investor Indonesia. Surat berharga juga sepertiganya sudah diserap asing," kata Sri Adiningsih.(KR-LQH)