Jakarta (ANTARA) - Lembaga Sensor Film (LSF) meluncurkan aplikasi administrasi sensor berbasis elektronik atau e-SIAS yang bertujuan untuk memudahkan para pelaku perfilman di Tanah Air dalam menyensor film dan iklannya.
"Dengan adanya aplikasi ini, dapat mempermudah insan perfilman dalam mengurus sensor film dan iklannya," ujar Ketua Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki, pada peluncuran e-SIAS di Jakarta, Kamis malam.
Aplikasi itu, lanjut dia, merupakan langkah nyata untuk meningkatkan pelayanan publik. LSF ingin mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan berlandaskan asas keterbukaan dan akuntabilitas.
"Aplikasi ini khusus dikembangkan untuk membantu para pengguna layanan sensor film dalam mengajukan dokumen persyaratan administratif penyensoran, dan mengetahui biaya penyensoran serta dapat memonitor proses sensor yang sedang berjalan," terang dia.
Dari tahun ke tahun, jumlah film yang disensor semakin meningkat, dengan pengembangan sistem tersebut akan memudahkan aspek pendataan. Di sisi lain, juga bermanfaat bagi staf Sekretariat LSF dalam mengelola data-data film yang telah disensor.
"Kami berharap dengan adanya pengembangan E-SIAS ini dapat meningkatkan kualitas layanan dari LSF kepada seluruh pemangku kepentingan. Ke depan, kami berusaha untuk meningkatkan layanan-layanan lainnya secara digital, " harap Yani.
Dalam kesempatan itu, Yani juga berharap agar masyarakat mengembangkan sensor mandiri dengan memilih film yang sesuai dengan usia.
Juru bicara LSF, Romy Fibri Hardianto, mengatakan aplikasi itu diluncurkan untuk mempersingkat birokrasi. Proses penyensoran itu terkait dalam akses kemudahan.
"Sebelumnya, harus datang ke kantor bersama dengan kelengkapannya. Tapi sekarang tidak, cukup melalui aplikasi. Jadi ini akan sangat membantu insan perfilman dalam melakukan sensor film," kata Romi.
"Dengan adanya aplikasi ini, dapat mempermudah insan perfilman dalam mengurus sensor film dan iklannya," ujar Ketua Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki, pada peluncuran e-SIAS di Jakarta, Kamis malam.
Aplikasi itu, lanjut dia, merupakan langkah nyata untuk meningkatkan pelayanan publik. LSF ingin mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan berlandaskan asas keterbukaan dan akuntabilitas.
"Aplikasi ini khusus dikembangkan untuk membantu para pengguna layanan sensor film dalam mengajukan dokumen persyaratan administratif penyensoran, dan mengetahui biaya penyensoran serta dapat memonitor proses sensor yang sedang berjalan," terang dia.
Dari tahun ke tahun, jumlah film yang disensor semakin meningkat, dengan pengembangan sistem tersebut akan memudahkan aspek pendataan. Di sisi lain, juga bermanfaat bagi staf Sekretariat LSF dalam mengelola data-data film yang telah disensor.
"Kami berharap dengan adanya pengembangan E-SIAS ini dapat meningkatkan kualitas layanan dari LSF kepada seluruh pemangku kepentingan. Ke depan, kami berusaha untuk meningkatkan layanan-layanan lainnya secara digital, " harap Yani.
Dalam kesempatan itu, Yani juga berharap agar masyarakat mengembangkan sensor mandiri dengan memilih film yang sesuai dengan usia.
Juru bicara LSF, Romy Fibri Hardianto, mengatakan aplikasi itu diluncurkan untuk mempersingkat birokrasi. Proses penyensoran itu terkait dalam akses kemudahan.
"Sebelumnya, harus datang ke kantor bersama dengan kelengkapannya. Tapi sekarang tidak, cukup melalui aplikasi. Jadi ini akan sangat membantu insan perfilman dalam melakukan sensor film," kata Romi.