Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan, pihaknya memahami banyak satuan pendidikan atau sekolah di daerah pedalaman (3T-terdepan, terluar, tertinggal) yang kesulitan melakukan pembelajaran jarak jauh karena minimnya akses digital.
“Untuk itu imbauan melakukan simulasi dan monitoring bagi daerah yang akan memperbolehkan belajar tatap muka perlu dilakukan dengan baik,” kata Wiku Adisasmito dalam konferensi pers di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Maka dari itu, ia menegaskan perlunya pengawalan yang ketat protokol kesehatan dan pembelajaran tatap muka bagi para siswanya.
Pada kesempatan yang sama ia menyampaikan
tentang protokol kesehatan di sektor pendidikan sebab ia sangat memahami kesulitan akses digital di wilayah 3T.
Dengan begitu kemudian, pembukaan sekolah atau pembelajaraan tatap buka diperlukan namun tetap dengan persyaratan ketat yang benar-benar harus diperhatikan.
“Sekali lagi tentang pembukaan tatap muka di zona kuning persyaratannya adalah dengan izin pemda, kesiapan sekolah melaksanakan kegiatan dengan protokol kesehatan, persetujuan orang tua,” katanya.
Sedangkan kurikulum darurat, kata dia, dalam kondisi khusus itu karakteristiknya pasti harus menyesuaikan dengan kemampuan siswa.
“Kedua memfokuskan pada kompetensi esensial dan prasyarat untuk jenjang berikutnya,” katanya.
Wiku menambahkan bahwa prinsip yang harus dipegang adalah kesehatan dan keselamatan semua elemen pendidikan, bukan hanya siswa tapi juga guru dan pengelola sekolah.
Hal berikutnya yang juga perlu dipertimbangkan, kata dia, yakni tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial yang ada dari peserta didik.
“Jika terindikasi kondisi tidak aman dan peningkatan risiko yang menetap maka satuan pendidikan wajib untuk ditutup dalam rangka melindungi para siswa,” katanya.
Wiku pun mengatakan bahwa pandemi COVID-19 boleh saja membatasi jarak tapi tidak boleh membatasi diri untuk terus belajar.
Ia meminta semua pihak tetap mematuhi protokol kesehatan sebagai satu hal yang paling utama untuk kondisi saat ini.
“Untuk itu imbauan melakukan simulasi dan monitoring bagi daerah yang akan memperbolehkan belajar tatap muka perlu dilakukan dengan baik,” kata Wiku Adisasmito dalam konferensi pers di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Maka dari itu, ia menegaskan perlunya pengawalan yang ketat protokol kesehatan dan pembelajaran tatap muka bagi para siswanya.
Pada kesempatan yang sama ia menyampaikan
tentang protokol kesehatan di sektor pendidikan sebab ia sangat memahami kesulitan akses digital di wilayah 3T.
Dengan begitu kemudian, pembukaan sekolah atau pembelajaraan tatap buka diperlukan namun tetap dengan persyaratan ketat yang benar-benar harus diperhatikan.
“Sekali lagi tentang pembukaan tatap muka di zona kuning persyaratannya adalah dengan izin pemda, kesiapan sekolah melaksanakan kegiatan dengan protokol kesehatan, persetujuan orang tua,” katanya.
Sedangkan kurikulum darurat, kata dia, dalam kondisi khusus itu karakteristiknya pasti harus menyesuaikan dengan kemampuan siswa.
“Kedua memfokuskan pada kompetensi esensial dan prasyarat untuk jenjang berikutnya,” katanya.
Wiku menambahkan bahwa prinsip yang harus dipegang adalah kesehatan dan keselamatan semua elemen pendidikan, bukan hanya siswa tapi juga guru dan pengelola sekolah.
Hal berikutnya yang juga perlu dipertimbangkan, kata dia, yakni tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial yang ada dari peserta didik.
“Jika terindikasi kondisi tidak aman dan peningkatan risiko yang menetap maka satuan pendidikan wajib untuk ditutup dalam rangka melindungi para siswa,” katanya.
Wiku pun mengatakan bahwa pandemi COVID-19 boleh saja membatasi jarak tapi tidak boleh membatasi diri untuk terus belajar.
Ia meminta semua pihak tetap mematuhi protokol kesehatan sebagai satu hal yang paling utama untuk kondisi saat ini.