Yogyakarta (ANTARA) - Pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria menyatakan pengawasan serta penguatan tracing, testing, dan treatment (3T) menjadi syarat agar kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat untuk menekan penularan COVID-19 di berbagai daerah akan membuahkan hasil.

"Kalau pengetatan di akhir pekan ini mau berhasil maka sebaiknya pengawasan dan 3T-nya juga diperkuat karena jika hanya satu sisi saja maka tidak akan memberikan hasil yang signifikan," kata Bayu melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat.

Bayu menyikapi kondisi penyebaran COVID-19 saat ini, pembatasan mobilitas masyarakat memang menjadi mendesak untuk dilakukan.

"Karena virus SARS-CoV-2 ini menular terutama via kontak langsung yang dapat dicegah salah satunya dengan menjaga jarak berupa pengetatan, tentu saja masker juga jangan lupa," kata dia.



Ia menambahkan, lockdown atau pengetatan kegiatan masyarakat akan efektif bukan dilihat dari durasinya tetapi dilihat dari pelaksanaan di lapangan seberapa ketat, serta ditunjang dengan 3T yang diperkuat secara masif, salah satunya dapat dilakukan dengan melibatkan relawan.

Bayu menyebut sejumlah negara yang dinilai telah cukup berhasil dalam mengendalikan kasus COVID-19 seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Selandia baru, melakukan pengetatan di awal terutama di perbatasan disertai 3T yang sangat masif.

Idealnya, kata dia, pembatasan dilakukan dalam durasi 14 hari mengikuti masa inkubasi virus. Namun, hal ini menurutnya juga perlu mempertimbangkan sejumlah aspek, terutama dari sisi ekonomi.

Kebijakan pengetatan dan pelonggaran kegiatan masyarakat perlu selalu disesuaikan dengan kondisi daerah.

"Kalau kondisi sedang gawat atau zona merah disertai faskes yang keterisian tempat tidur (BOR) mulai penuh, maka perlu pengetatan disertai peningkatan 3T secara lebih besar," kata Bayu.*
 

Pewarta : Luqman Hakim
Editor : Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024