Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza mengapresiasi ketegasan yang ditunjukkan Menteri BUMN Erick Thohir dengan memecat seluruh Direksi Kimia Farma (KF) Diagnostika terkait kasus alat tes cepat bekas di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Faisol Riza dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, menyatakan hal itu menjadi bukti ketegasan negara dalam memerangi pandemi COVID-19.
"Tentu tindakan immoral seperti ini perlu diselesaikan dengan sebuah ketegasan. Yang kami lihat sejauh ini, keseriusan negara dalam melakukan penanganan pandemi perlu diapresiasi, terutama langkah yang diambil jajaran Kementerian BUMN termasuk Pak Erick," katanya.
Menurut Faisol, hal tersebut juga menjadi bukti bahwa tidak boleh ada permainan sekecil apapun dalam upaya mensejahterakan masyarakat.
Ia menegaskan Kimia Farma harus lebih berhati-hati dengan adanya peristiwa pemecatan para direksinya.
Untuk itu, ujar dia, perlu didorong pengecekan lebih mendetail dalam penanggulangan, baik dari segi alat tes dan vaksinasi COVID-19, dalam rangka mencari tahu adanya kemungkinan pelanggaran hukum yang terjadi di lapangan.
"Sehingga kejadian demikian tidak terulang lagi ke depannya. Ini penting untuk melihat di mana letak kemungkinan dari upaya pelanggaran hukum dan lubang-lubang yang mesti ditutup. Apa yang terjadi di Kualanamu kemarin adalah contoh persoalan yang mesti direspons secara profesional dan serius, berlandaskan semangat good corporate governance," ujarnya.
Faisol memandang perlunya diberikan akses kepada Kementerian Kesehatan dan Kepolisian guna mengawasi dan melakukan pengecekan terhadap alat tes COVID-19 sehingga terjaga kualitasnya.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir memecat seluruh direksi Kimia Farma Diagnostika sebagai tindak lanjut atas kasus alat tes cepat Antigen bekas yang terjadi di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Erick menegaskan apa yang terjadi di Kualanamu adalah persoalan yang mesti direspons secara profesional dan serius. Setelah melakukan penilaian secara terukur dan berlandaskan semangat good corporate governance.
"Setelah melakukan pengkajian secara komprehensif, langkah (pemberhentian) ini mesti diambil. Selanjutnya, hal yang menyangkut hukum merupakan ranah dari aparat yang berwenang," kata Erick dalam keterangan resmi Minggu (16/5).
Faisol Riza dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, menyatakan hal itu menjadi bukti ketegasan negara dalam memerangi pandemi COVID-19.
"Tentu tindakan immoral seperti ini perlu diselesaikan dengan sebuah ketegasan. Yang kami lihat sejauh ini, keseriusan negara dalam melakukan penanganan pandemi perlu diapresiasi, terutama langkah yang diambil jajaran Kementerian BUMN termasuk Pak Erick," katanya.
Menurut Faisol, hal tersebut juga menjadi bukti bahwa tidak boleh ada permainan sekecil apapun dalam upaya mensejahterakan masyarakat.
Ia menegaskan Kimia Farma harus lebih berhati-hati dengan adanya peristiwa pemecatan para direksinya.
Untuk itu, ujar dia, perlu didorong pengecekan lebih mendetail dalam penanggulangan, baik dari segi alat tes dan vaksinasi COVID-19, dalam rangka mencari tahu adanya kemungkinan pelanggaran hukum yang terjadi di lapangan.
"Sehingga kejadian demikian tidak terulang lagi ke depannya. Ini penting untuk melihat di mana letak kemungkinan dari upaya pelanggaran hukum dan lubang-lubang yang mesti ditutup. Apa yang terjadi di Kualanamu kemarin adalah contoh persoalan yang mesti direspons secara profesional dan serius, berlandaskan semangat good corporate governance," ujarnya.
Faisol memandang perlunya diberikan akses kepada Kementerian Kesehatan dan Kepolisian guna mengawasi dan melakukan pengecekan terhadap alat tes COVID-19 sehingga terjaga kualitasnya.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir memecat seluruh direksi Kimia Farma Diagnostika sebagai tindak lanjut atas kasus alat tes cepat Antigen bekas yang terjadi di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Erick menegaskan apa yang terjadi di Kualanamu adalah persoalan yang mesti direspons secara profesional dan serius. Setelah melakukan penilaian secara terukur dan berlandaskan semangat good corporate governance.
"Setelah melakukan pengkajian secara komprehensif, langkah (pemberhentian) ini mesti diambil. Selanjutnya, hal yang menyangkut hukum merupakan ranah dari aparat yang berwenang," kata Erick dalam keterangan resmi Minggu (16/5).