Yogyakarta (ANTARA) - Komunitas di kawasan wisata Malioboro meminta wisatawan untuk tidak takut menyampaikan aduan atau laporan ke pihak terkait apabila mendapat pengalaman atau mengalami perlakukan tidak menyenangkan selama berwisata di kawasan tersebut, misalnya harga mahal atau tindakan tidak menyenangkan lainnya.
“Jangan takut untuk melapor jika mengalami perlakukan tidak menyenangkan. Sampaikan laporan dengan rinci, dimana dan kapan upaya tindak lanjut dari komunitas pun tepat sasaran,” kata Ketua Koperasi Tri Dharma Rudiarto di Yogyakarta, Selasa.
Tri Dharma adalah salah satu koperasi yang menaungi pedagang kaki lima di kawasan Malioboro
Seusai harga pecel lele yang viral, sejumlah aduan pun muncul di akun media sosial milik Pemerintah Kota Yogyakarta. Salah satunya aduan dari wisatawan yang menyatakan mendapat perlakukan tidak menyenangkan usai menawar harga di Malioboro namun tidak jadi membeli karena harga yang ditawarkan masih dirasa kurang cocok.
Rudiarto menyebut, selalu menekankan kepada seluruh anggota komunitasnya untuk melayani pembeli dengan senyum, sapa, dan salam.
“Bagaimanapun pembeli adalah raja dan selaku pedagang harus bisa bersikap ramah karena Yogyakarta pun dikenal dengan warganya yang ramah,” katanya.
Meskipun demikian, lanjut Rudiarto, pembeli juga diminta bersikap sopan dan tidak merendahkan pedagang saat membeli atau menawar barang. “Terkadang, ada juga konsumen yang bersikap seperti itu. Pedagang yang merasa direndahkan pun kemudian bersikap kurang baik,” katanya.
Ia memastikan, seluruh komunitas di Malioboro sudah berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik karena seluruhnya menggantungkan nasib dan hidupnya dari wisata di Malioboro.
“Tentunya, kami pun harus memberikan pelayanan yang baik apabilagi di masa pandemi seperti sekarang saat pengunjung Malioboro belum sepenuhnya kembali normal,” katanya.
Sedangkan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Cagar Budaya Yogyakarta Ekwanto meminta wisatawan juga bersikap cerdas yaitu menanyakan harga saat akan makan atau berbelanja di sepanjang Jalan Malioboro.
“Untuk PKL kuliner, saya pastikan semuanya sudah memasang daftar harga menu. Jika ada yang belum memasang, maka laporkan ke saya dan lapak akan saya tutup,” katanya.
Sedangkan untuk PKL yang menjual souvenir di sepanjang Malioboro pun tawar menawar merupakan hal yang lumrah dilakukan.
“Jika mendapat perlakukan tidak menyenangkan bisa langsung melapor ke petugas keamanan, Jogoboro, yang ada di tiap gerbang zona. Atau melalui nomor telepon yang tertera di gerbang zona. Aduan pasti akan ditindaklanjuti,” katanya.
Ia pun akan meminta seluruh komunitas untuk meningkatkan pelayanan ke pengunjung. “Setiap bulan saya bertemu dengan komunitas dan di pertemuan selalu disampaikan agar memberikan pelayanan terbaik ke wisatawan,” katanya.
Hingga saat ini, Ekwanto mengatakan, saluran pengaduan yang dibuka oleh UPT Cagar Budaya belum menerima aduan apapun dari wisatawan. “Entah karena malas melapor atau sebab lain,” katanya.
“Jangan takut untuk melapor jika mengalami perlakukan tidak menyenangkan. Sampaikan laporan dengan rinci, dimana dan kapan upaya tindak lanjut dari komunitas pun tepat sasaran,” kata Ketua Koperasi Tri Dharma Rudiarto di Yogyakarta, Selasa.
Tri Dharma adalah salah satu koperasi yang menaungi pedagang kaki lima di kawasan Malioboro
Seusai harga pecel lele yang viral, sejumlah aduan pun muncul di akun media sosial milik Pemerintah Kota Yogyakarta. Salah satunya aduan dari wisatawan yang menyatakan mendapat perlakukan tidak menyenangkan usai menawar harga di Malioboro namun tidak jadi membeli karena harga yang ditawarkan masih dirasa kurang cocok.
Rudiarto menyebut, selalu menekankan kepada seluruh anggota komunitasnya untuk melayani pembeli dengan senyum, sapa, dan salam.
“Bagaimanapun pembeli adalah raja dan selaku pedagang harus bisa bersikap ramah karena Yogyakarta pun dikenal dengan warganya yang ramah,” katanya.
Meskipun demikian, lanjut Rudiarto, pembeli juga diminta bersikap sopan dan tidak merendahkan pedagang saat membeli atau menawar barang. “Terkadang, ada juga konsumen yang bersikap seperti itu. Pedagang yang merasa direndahkan pun kemudian bersikap kurang baik,” katanya.
Ia memastikan, seluruh komunitas di Malioboro sudah berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik karena seluruhnya menggantungkan nasib dan hidupnya dari wisata di Malioboro.
“Tentunya, kami pun harus memberikan pelayanan yang baik apabilagi di masa pandemi seperti sekarang saat pengunjung Malioboro belum sepenuhnya kembali normal,” katanya.
Sedangkan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Cagar Budaya Yogyakarta Ekwanto meminta wisatawan juga bersikap cerdas yaitu menanyakan harga saat akan makan atau berbelanja di sepanjang Jalan Malioboro.
“Untuk PKL kuliner, saya pastikan semuanya sudah memasang daftar harga menu. Jika ada yang belum memasang, maka laporkan ke saya dan lapak akan saya tutup,” katanya.
Sedangkan untuk PKL yang menjual souvenir di sepanjang Malioboro pun tawar menawar merupakan hal yang lumrah dilakukan.
“Jika mendapat perlakukan tidak menyenangkan bisa langsung melapor ke petugas keamanan, Jogoboro, yang ada di tiap gerbang zona. Atau melalui nomor telepon yang tertera di gerbang zona. Aduan pasti akan ditindaklanjuti,” katanya.
Ia pun akan meminta seluruh komunitas untuk meningkatkan pelayanan ke pengunjung. “Setiap bulan saya bertemu dengan komunitas dan di pertemuan selalu disampaikan agar memberikan pelayanan terbaik ke wisatawan,” katanya.
Hingga saat ini, Ekwanto mengatakan, saluran pengaduan yang dibuka oleh UPT Cagar Budaya belum menerima aduan apapun dari wisatawan. “Entah karena malas melapor atau sebab lain,” katanya.