Kulon Progo (ANTARA) - Pengelola objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu di Desa Jangkaran, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, melakukan transformasi dari objek wisata untuk kalangan remaja menjadi keluarga, dari objek swa foto menjadi wisata kuliner supaya dapat bertahan di tengah gempuran menjamurnya objek wisata di berbagai wilayah.
Koordinator Promosi dan Kreatif Pasir Kadilangu Septian Wiyanto di Kulon Progo, Kamis, mengatakan sebelum adanya COVID-19, objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu banyak dikunjungi remaja-remaja yang akan melakukan swa foto untuk di pasang di media sosial dan wisata kulinernya tidak berkembang pesat.
Namun dengan adanya pandemi COVID-19, objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu ditutup. Saat dibuka secara terbatas dengan adanya Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3 dan Level 2, minat wisatawan yang berswa foto sangat rendah. Wisatawan yang datang hanya sekedar menikmati kuliner berbagai masakan olahan berbagan ikan laut.
Melihat tren berkembangnya wisata kuliner di objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu, pengelola mangrove sepakat untuk lebih menitik beratkan wisata kuliner berbasis keluarga. Hal ini supaya bisa bertahan dan bersaing dengan objek wisata lain yang berkembang di Kulon Progo, dan DIY pada umumnya.
"Kami tidak bisa melawan dengan gempuran objek wisata baru dengan segala keunikan dan kelebihannya. Untuk itu, kami berupaya melakukan inovasi baru dengan mengubah tujuan wisata untuk remaja menjadi tujuan wisata keluarga. Dari objek wisata yang menawarkan keindahan alam untuk swa foto menjadi objek wisata kuliner untuk keluarga," kata Septian.
Masakan yang ditawarkan oleh pengelola, yakni segala jenis masakan berbahan ikan laut. Wisatawan banyak menggemari olahan kepiting, kemudian udang dan ikan laut. Pasar Kadilangu merupakan pusat budi daya udang, namun wisatawan banyak yang memilih kepiting meski harganya cukup mahal.
"Kami menawarkan berbagai masakan berbahan ikan laut. Kami harus berbenah untuk menjadi ikon wisata kuliner berbahan ikan laut dan wisata keluarga," katanya.
Saat ini, pengelola juga menambah wahana permainan. Rencananya akan dibangun taman air yang ditujukan untuk wahana permainan anak. Untuk sementara, ada dermaga kecil untuk kapal motor tempel bagi wisatawan yang ingin menikmati mangrove di kawasan Pasir Kadilangu.
"Yang kami tawarkan sangat diminati wisatawan," katanya.
Pada saat libur Lebaran ini, objek wisata Mangrove Pasir Kadilangu dikunjungi wisatawan lebih dari 500 orang per hari. Wahana yang paling diminati wisatawan, yakni mengelilingi mangrove dengan perahu. Setiap orang ditarik biaya Rp25 ribu.
"Kami terus berinovasi menyediakan wahana, supaya wisatawan tidak bosan dan Mangrove Pasir Kadilangu tetap menjadi salah satu tujuan wisata di Kulon Progo," katanya.
Bantuan KKP
Penggiat tanaman mangrove, Warso mengatakan Hutan Mangrove Wana Tirto Jangkaran pada 2022 ini mendapat bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebesar Rp239 juta. Bantuan tersebut untuk pembangunan pusat sertorasi dan pengembangan ekosistem pesisir, yakni pembangunan Dermaga Wana Tirta. Rencananya, dermaga akan diresmikan oleh Bupati Kulon Progo pada 14 April ini.
Wana Tirta sendiri selama pandemi COVID-19 2020 sampai saat ini tidak ada kunjungan wisatwan karena wahananya rusak parah. Sehingga, pihaknya mengajukan permohonan bantuan ke KKP. Pada 2022, KKP memberikan bantuan pembuatan dermaga untuk wisatawan.
"Kami tidak mampu membuat dermaga kalau tidak ada bantuan dari KKP. Kami mengembangkan Mangrove Wana Tirta ini sebagai wisata edukasi, selain berwisata, wisatawan dapat belajar tentang mangrove dan pengembangannya," kata Warso.
Hutan Mangrove Wana Tirta Pasir Mendit di Kulon Progo sendiri merupakan kawasan konservasi. Manfaat tanaman bakau di daerah pesisir tentunya untuk mencegah terjadinya abrasi pantai, perisai alami menahan laju ombak dan peresapan air laut ke daratan, serta berguna untuk memulihkan kembali ekosistem habitat laut. Juga sebagai edukasi, mengenalkan kepada khalayak akan arti pentingnya menanam pohon bakau.
"Keunikan Mangrove Wana Tirta ada gua mangrove yang bagus bisa untuk swa foto. Di Hutan Mangrove Wana Tirta juga menjadi habitat burung kuntul, kepiting, udang dan belanak, biawak, dan burung-burung langka lainnya," kata Warso.
Tak sedikit dari mereka pengunjung memanfaatkan keindahan hutan bakau untuk berfoto dan ngevlog. Selain jalan kaki menjelajahi Hutan Mangrove Wana Tirta melalui jembatan, wisatawan juga bisa mengeksplor menggunakan perahu.
"Wisatawan bisa merasakan bagaimana serunya petualangan naik perahu melewati aliran sungai yang ada di hutan bakau yang hijau asri atau berswa foto di gua mangrove," katanya.
Kekurangan anggaran
Kepala Dinas Lingkunan Hidup Sumarsana mengatakan Pemkab Kulon Progo, dalam hal ini DLH Kulon Progo tidak mampu secara anggaran mengembangkan mangrove sebagai sabuk hijau di kawasan pantai. Anggaran yang dibutuhkan sangat besar, sehingga Pemkab Kulon Progo menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Lingkungan Hidup.
Sejauh ini, pengembangan mangrove di Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan KKP. Untuk pengembangan mangrove dengan luasan satu hektare membutuhkan waktu dua tahun. Anggaran yang dibutuhkan sangat besar, baik untuk bibit, pemeliharaan dalam dua tahun, pemupukan hingga pengelolaan.
Di kawasan Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu dikerjakan secara bersamaan antara KLH, KKP, dan Pemda DIY. Pemkab Kulon Progo belum mampu menganggarkan untuk penanaman hingga perawatan.
"Kulon Progo tidak mampu secara anggaran untuk menjadikan mangrove sebagai sabuk hijau," katanya.
Koordinator Promosi dan Kreatif Pasir Kadilangu Septian Wiyanto di Kulon Progo, Kamis, mengatakan sebelum adanya COVID-19, objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu banyak dikunjungi remaja-remaja yang akan melakukan swa foto untuk di pasang di media sosial dan wisata kulinernya tidak berkembang pesat.
Namun dengan adanya pandemi COVID-19, objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu ditutup. Saat dibuka secara terbatas dengan adanya Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3 dan Level 2, minat wisatawan yang berswa foto sangat rendah. Wisatawan yang datang hanya sekedar menikmati kuliner berbagai masakan olahan berbagan ikan laut.
Melihat tren berkembangnya wisata kuliner di objek wisata Hutan Mangrove Pasir Kadilangu, pengelola mangrove sepakat untuk lebih menitik beratkan wisata kuliner berbasis keluarga. Hal ini supaya bisa bertahan dan bersaing dengan objek wisata lain yang berkembang di Kulon Progo, dan DIY pada umumnya.
"Kami tidak bisa melawan dengan gempuran objek wisata baru dengan segala keunikan dan kelebihannya. Untuk itu, kami berupaya melakukan inovasi baru dengan mengubah tujuan wisata untuk remaja menjadi tujuan wisata keluarga. Dari objek wisata yang menawarkan keindahan alam untuk swa foto menjadi objek wisata kuliner untuk keluarga," kata Septian.
Masakan yang ditawarkan oleh pengelola, yakni segala jenis masakan berbahan ikan laut. Wisatawan banyak menggemari olahan kepiting, kemudian udang dan ikan laut. Pasar Kadilangu merupakan pusat budi daya udang, namun wisatawan banyak yang memilih kepiting meski harganya cukup mahal.
"Kami menawarkan berbagai masakan berbahan ikan laut. Kami harus berbenah untuk menjadi ikon wisata kuliner berbahan ikan laut dan wisata keluarga," katanya.
Saat ini, pengelola juga menambah wahana permainan. Rencananya akan dibangun taman air yang ditujukan untuk wahana permainan anak. Untuk sementara, ada dermaga kecil untuk kapal motor tempel bagi wisatawan yang ingin menikmati mangrove di kawasan Pasir Kadilangu.
"Yang kami tawarkan sangat diminati wisatawan," katanya.
Pada saat libur Lebaran ini, objek wisata Mangrove Pasir Kadilangu dikunjungi wisatawan lebih dari 500 orang per hari. Wahana yang paling diminati wisatawan, yakni mengelilingi mangrove dengan perahu. Setiap orang ditarik biaya Rp25 ribu.
"Kami terus berinovasi menyediakan wahana, supaya wisatawan tidak bosan dan Mangrove Pasir Kadilangu tetap menjadi salah satu tujuan wisata di Kulon Progo," katanya.
Bantuan KKP
Penggiat tanaman mangrove, Warso mengatakan Hutan Mangrove Wana Tirto Jangkaran pada 2022 ini mendapat bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebesar Rp239 juta. Bantuan tersebut untuk pembangunan pusat sertorasi dan pengembangan ekosistem pesisir, yakni pembangunan Dermaga Wana Tirta. Rencananya, dermaga akan diresmikan oleh Bupati Kulon Progo pada 14 April ini.
Wana Tirta sendiri selama pandemi COVID-19 2020 sampai saat ini tidak ada kunjungan wisatwan karena wahananya rusak parah. Sehingga, pihaknya mengajukan permohonan bantuan ke KKP. Pada 2022, KKP memberikan bantuan pembuatan dermaga untuk wisatawan.
"Kami tidak mampu membuat dermaga kalau tidak ada bantuan dari KKP. Kami mengembangkan Mangrove Wana Tirta ini sebagai wisata edukasi, selain berwisata, wisatawan dapat belajar tentang mangrove dan pengembangannya," kata Warso.
Hutan Mangrove Wana Tirta Pasir Mendit di Kulon Progo sendiri merupakan kawasan konservasi. Manfaat tanaman bakau di daerah pesisir tentunya untuk mencegah terjadinya abrasi pantai, perisai alami menahan laju ombak dan peresapan air laut ke daratan, serta berguna untuk memulihkan kembali ekosistem habitat laut. Juga sebagai edukasi, mengenalkan kepada khalayak akan arti pentingnya menanam pohon bakau.
"Keunikan Mangrove Wana Tirta ada gua mangrove yang bagus bisa untuk swa foto. Di Hutan Mangrove Wana Tirta juga menjadi habitat burung kuntul, kepiting, udang dan belanak, biawak, dan burung-burung langka lainnya," kata Warso.
Tak sedikit dari mereka pengunjung memanfaatkan keindahan hutan bakau untuk berfoto dan ngevlog. Selain jalan kaki menjelajahi Hutan Mangrove Wana Tirta melalui jembatan, wisatawan juga bisa mengeksplor menggunakan perahu.
"Wisatawan bisa merasakan bagaimana serunya petualangan naik perahu melewati aliran sungai yang ada di hutan bakau yang hijau asri atau berswa foto di gua mangrove," katanya.
Kekurangan anggaran
Kepala Dinas Lingkunan Hidup Sumarsana mengatakan Pemkab Kulon Progo, dalam hal ini DLH Kulon Progo tidak mampu secara anggaran mengembangkan mangrove sebagai sabuk hijau di kawasan pantai. Anggaran yang dibutuhkan sangat besar, sehingga Pemkab Kulon Progo menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Lingkungan Hidup.
Sejauh ini, pengembangan mangrove di Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan KKP. Untuk pengembangan mangrove dengan luasan satu hektare membutuhkan waktu dua tahun. Anggaran yang dibutuhkan sangat besar, baik untuk bibit, pemeliharaan dalam dua tahun, pemupukan hingga pengelolaan.
Di kawasan Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu dikerjakan secara bersamaan antara KLH, KKP, dan Pemda DIY. Pemkab Kulon Progo belum mampu menganggarkan untuk penanaman hingga perawatan.
"Kulon Progo tidak mampu secara anggaran untuk menjadikan mangrove sebagai sabuk hijau," katanya.