Yogyakarta (ANTARA) - Tim gabungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta menyegel dan memasang pagar pembatas di depan kios di sepanjang Jalan Perwakilan yang terdampak rencana pembangunan "Jogja Planning Gallery" sehingga para pedagang harapkan solusi.
Penyegelan pada hari Rabu tersebut dilakukan setelah Pemerintah Kota Yogyakarta melayangkan surat edaran berisi pemberitahuan agar pedagang mengosongkan bangunan paling lambat Selasa (3/1).
Setelah penyegelan, maka dilakukan pertemuan mendadak antara perwakilan pedagang dengan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta yang dipimpin Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya.
“Pada hari ini dilakukan penutupan aktivitas usaha di bangunan dan lokasi yang disegel. Saya minta kebijakan ini bisa ditaati dan dilaksanakan,” kata Aman.
Penyegelan dapat dilakukan dengan tertib oleh tim dari Satpol PP Yogyakarta dibantu Petugas Keamanan Malioboro atau Jogoboro, unsur TNI/Polri, dan tidak ada pedagang yang menentang aktivitas tersebut.
Penutupan aktivitas usaha di Jalan Perwakilan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut dilakukan karena mendapat tugas Pemerintah DIY untuk mengosongkan bangunan.
Aman mengatakan Pemerintah Kota Yogyakarta tetap berupaya untuk memberikan afirmasi kepada pedagang yang terdampak penyegelan tersebut. “Kita akan bicarakan lagi bagaimana afirmasi ini,” katanya.
Meskipun sudah bertemu dengan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta usai penyegelan, sejumlah pedagang di Jalan Perwakilan tetap datang ke Balai Kota Yogyakarta untuk bertemu Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi.
“Sudah ada undangan dan kehadiran kami di Balai Kota Yogyakarta sesuai agenda audiensi bertemu dengan Penjabat Wali Kota Yogyakarta, tetapi ternyata belum ada kesiapan sama sekali dan harus dijadwalkan kembali,” kata Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi Perwakilan Adi Kusuma Putra Suryawan.
Menurut dia, pedagang di Jalan Perwakilan Yogyakarta tidak menolak rencana pengosongan, namun sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai solusi bagi pedagang termasuk opsi relokasi.
“Kami hanya mendengar ada penempatan di pasar tradisional. Tetapi dari sosialisasi yang dilakukan sampai sekarang, tidak ada tawaran seperti itu. Jika ada komunikasi dan tawaran, maka saya yakin pedagang akan mempertimbangkannya,” katanya.
Ia dan pedagang lain menerima kebijakan penyegelan dan penutupan, namun berharap tidak dilakukan dalam waktu lama dan segera ada solusi yang ditawarkan.
“Kios itu menjadi sumber pendapatan kami sehingga kami tidak bisa berlama-lama menunggu solusi. Jika terlalu lama, maka segel dan pagar akan kami bongkar,” katanya.
Para pedagang berencana mengirim surat permohonan audiensi kepada Sri Sultan HB X karena lokasi kios di Jalan Perwakilan berada di tanah "kekancingan" Keraton Yogyakarta. Hanya saja, masa berlaku "kekancingan" dari Keraton Yogyakarta tersebut sudah berakhir pada 2000 dan tidak diperbarui.
“Sebagian besar pelaku usaha menyewa kios dan selama 20 tahun lebih setelah masa berlaku 'kekancingan' habis, tidak ada komunikasi apa pun dari Keraton dan Pemerintah Kota Yogyakarta sehingga sewa menyewa tetap jalan,” katanya.
Sebelumnya, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi menawarkan beberapa pilihan lokasi relokasi untuk pedagang, salah satunya di Pasar Beringharjo dan Prawirotaman atau pasar lain yang masih memiliki daya tampung.
Lokasi kios di Jalan Perwakilan Yogyakarta menjadi bagian terdampak dari rencana pembangunan "Jogja Planning Gallery" selain Gedung DPRD DIY dan Teras Malioboro 2. Pembangunan gedung direncanakan dimulai pada 2024.
Penyegelan pada hari Rabu tersebut dilakukan setelah Pemerintah Kota Yogyakarta melayangkan surat edaran berisi pemberitahuan agar pedagang mengosongkan bangunan paling lambat Selasa (3/1).
Setelah penyegelan, maka dilakukan pertemuan mendadak antara perwakilan pedagang dengan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta yang dipimpin Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya.
“Pada hari ini dilakukan penutupan aktivitas usaha di bangunan dan lokasi yang disegel. Saya minta kebijakan ini bisa ditaati dan dilaksanakan,” kata Aman.
Penyegelan dapat dilakukan dengan tertib oleh tim dari Satpol PP Yogyakarta dibantu Petugas Keamanan Malioboro atau Jogoboro, unsur TNI/Polri, dan tidak ada pedagang yang menentang aktivitas tersebut.
Penutupan aktivitas usaha di Jalan Perwakilan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut dilakukan karena mendapat tugas Pemerintah DIY untuk mengosongkan bangunan.
Aman mengatakan Pemerintah Kota Yogyakarta tetap berupaya untuk memberikan afirmasi kepada pedagang yang terdampak penyegelan tersebut. “Kita akan bicarakan lagi bagaimana afirmasi ini,” katanya.
Meskipun sudah bertemu dengan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta usai penyegelan, sejumlah pedagang di Jalan Perwakilan tetap datang ke Balai Kota Yogyakarta untuk bertemu Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi.
“Sudah ada undangan dan kehadiran kami di Balai Kota Yogyakarta sesuai agenda audiensi bertemu dengan Penjabat Wali Kota Yogyakarta, tetapi ternyata belum ada kesiapan sama sekali dan harus dijadwalkan kembali,” kata Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi Perwakilan Adi Kusuma Putra Suryawan.
Menurut dia, pedagang di Jalan Perwakilan Yogyakarta tidak menolak rencana pengosongan, namun sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai solusi bagi pedagang termasuk opsi relokasi.
“Kami hanya mendengar ada penempatan di pasar tradisional. Tetapi dari sosialisasi yang dilakukan sampai sekarang, tidak ada tawaran seperti itu. Jika ada komunikasi dan tawaran, maka saya yakin pedagang akan mempertimbangkannya,” katanya.
Ia dan pedagang lain menerima kebijakan penyegelan dan penutupan, namun berharap tidak dilakukan dalam waktu lama dan segera ada solusi yang ditawarkan.
“Kios itu menjadi sumber pendapatan kami sehingga kami tidak bisa berlama-lama menunggu solusi. Jika terlalu lama, maka segel dan pagar akan kami bongkar,” katanya.
Para pedagang berencana mengirim surat permohonan audiensi kepada Sri Sultan HB X karena lokasi kios di Jalan Perwakilan berada di tanah "kekancingan" Keraton Yogyakarta. Hanya saja, masa berlaku "kekancingan" dari Keraton Yogyakarta tersebut sudah berakhir pada 2000 dan tidak diperbarui.
“Sebagian besar pelaku usaha menyewa kios dan selama 20 tahun lebih setelah masa berlaku 'kekancingan' habis, tidak ada komunikasi apa pun dari Keraton dan Pemerintah Kota Yogyakarta sehingga sewa menyewa tetap jalan,” katanya.
Sebelumnya, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi menawarkan beberapa pilihan lokasi relokasi untuk pedagang, salah satunya di Pasar Beringharjo dan Prawirotaman atau pasar lain yang masih memiliki daya tampung.
Lokasi kios di Jalan Perwakilan Yogyakarta menjadi bagian terdampak dari rencana pembangunan "Jogja Planning Gallery" selain Gedung DPRD DIY dan Teras Malioboro 2. Pembangunan gedung direncanakan dimulai pada 2024.