Yogyakarta (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY menggelar Opini Kebijakan dengan tema 'Analisis Isu Kebijakan tentang Pekerja Anak di Sektor Pariwisata'. Diskusi daring ini dimaksudkan sebagai jembatan antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat terhadap isu-isu aktual di bidang hukum yang sedang berkembang. 
 
Opini dilaksanakan secara virtual, Selasa (21/2) dan diikuti 957 peserta dari seluruh Indonesia. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Iwan Kurniawan yang membuka kegiatan tersebut menyampaikan bahwa tema yang diambil sangat menarik karena isu kebijakan tentang pekerja anak di sektor pariwisata memiliki dua sisi yang bisa digali. 
 
"Tentu ini akan menarik kalau kita kaji lebih mendalam. Di satu sisi, sektor pariwisata tentu sangat mendukung pertumbuhan ekonomi negara kita, apalagi saat ini kita sedang giat dan sangat bergairah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata," ujar Iwan. 
 
"Tetapi anak yang dilibatkan di sektor industri ini tentu juga punya banyak persoalan, mulai dari bagaimana mendefinisikan anak, bagaimana peran anak seharusnya dalam membantu orang tua untuk bekerja. Apakah ini tidak menghilangkan hak-hak anak selaku hak dasarnya, ataukah ada hal-hal lain yang nanti akan dapat banyak diungkap," lanjutnya. 
 
Iwan berharap Opini Kebijakan ini bisa menjadi wadah berdiskusi mengenai isu-isu aktual, apalagi menilik pada salah satu klausul indikator penghormatan hak asasi manusia dalam program pariwisata berkelanjutan, Iwan menyebut perlu adanya komitmen para pemangku kepentingan untuk mematuhi aturan, menjaga dan mencengah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, termasuk perdagangan manusia, perbudakan anak serta pekerja anak. 
 
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto berharap Opini Kebijakan ini mampu memberikan analisis dan evaluasi terkait isu pekerja anak di sektor pariwisata. Selain itu juga untuk mengidentifikasi destinasi wisata yang telah memenuhi indikator dampak sosial dalam penilaian pariwisata berkelanjutan untuk ditetapkan sebagai model percontohan aktivitas pariwisata ramah anak. 
 
"Kami berharap melalui kegiatan ini kita bisa mengonsolidasikan pelaksanaan kebijakan pemenuhan dan perlindungan hak anak yang terlibat dalam aktivitas kepariwisataan di tingkat daerah, untuk selanjutnya menyosialisasikan hasil Analisis Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM di wilayah," ujar Agung. 
 
Opini Kebijakan kali ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Dinas Pariwisata DIY Titik Sulistyani, Staf Peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM Destha Titi Raharja, dan Analis Hukum Ahli Pertama Balitbang Hukum dan HAM Rodes Ober Adi Guna Pardosi. 
 
Titik Sulistyani menjelaskan bahwa tidak ada pekerja anak di bawah umur pada sektor pariwisata di DIY. Semua kegiatan pariwisata di DIY, kata Titik, melibatkan orang dengan persyaratan tertentu, misalnya harus melengkapi syarat KTP, sehingga SDM Pariwisata semuanya berusia di atas 17 Tahun. 
 
"Provinsi DIY sendiri telah memiliki sejumlah Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur tentang Pramuwisata yang bertujuan untuk melindungi pekerja wisata agar berjalan profesional dan tidak melibatkan pekerja anak dalam menjalankan usha pariwisata," jelas Titik. 
 
Kegiatan ini diikuti para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM seluruh Indonesia, para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenkumham seluruh Indonesia, Kepala Dinas Pariwisata se-DIY, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DIY, mahasiswa, serta masyarakat umum. Opini Kebijakan juga disiarkan melalui kanal YouTube Kemenkumham Jogja untuk menjangkau audiens yang lebih luas. 
 

Pewarta : SP
Editor : Luqman Hakim
Copyright © ANTARA 2024