Yogyakarta (ANTARA) - Problema produksi sampah perkotaan Yogyakarta terjadi karena tata kelola sampah belum optimal, terutama menyelesaikan masalah besarnya produksi sampah dari berbagai aktifitas warga Yogyakarta.
Langkah konkret guna mengurangi besarnya produksi sampah perkotaan perlu didorong dengan menyelesaikan problema sampah dari hulu. Hadirnya problema sampah yang berulang di DIY disebutkan bisa berdampak pada sektor pariwisata.
"Mari fokus bersama selesaikan problema sampah dari hulu, dari sumbernya. Mulai dari dapur masing-masing rumah tangga, pemda DIY dan kota Yogyakarta perlu giatkan edukasi budaya memilah sampah di masyarakat perkotaan," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Selain edukasi dan sosialisasi guna pilah mana sampah organik dan anorganik, langkah optimalkan bank sampah juga didorong termasuk langkah penegakan aturan agar tidak sembarangan membuang sampah.
"Publik perlu dipahamkan jangan hanya bertindak dengan cara memindahkan sampah semata ke TPA, kita catat hadirnya problema sampah yang berulang berdampak pada sektor pariwisata. Wisatawan jelas enggan datang kala lihat sampah tak terkelola baik," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Senin, 31/7/2023.
Problema sampah perkotaan, kembali mencuat setelah adanya penutupan TPST Piyungan di bulan Juli 2023. Akibatnya, di sejumlah titik lokasi di wilayah kota Yogyakarta ada tumpukan sampah yang tidak terangkut.
Sesuai hasil kajian dan data yang dilansid di lampiran Perwal 22/2022 tentang Masterplan Pengelolaan Persampahan Kota Yogyakarta Tahun 2022-2031 ada 298.87 ton/hari timbulan sampah kota Yogyakarta dengan produksi sampah perkapita 0,80 kg/hari melebihi angka nasional.
"Sampah paling besar dihasilkan oleh rumah tangga maka edukasi pilah sampah dari sumbernya penting. Sinergi kolaborasi pemda DIY, pemkot dan stake holder terkait penting guna fasilitasi dan melengkapi sarana prasarana untuk pengurangan produksi sampah," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan
Sejatinya, sudah ada Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di tingkat provinsi DIY dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah.
Hanya saja, pola pengelolaan sampah yang hanya memindahkan ke TPST Piyungan telah mengakibatkan daya tampung tak mencukupi.
Permasalahan problema sampah DIY tidak diseimbangi dengan ketersediaan lahan tempat penampungan sampah dan penanganan tata pengelolaan sampah yang baik.
"Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY berikan penjelasan sampah yang dikirim ke TPA, sebelum Covid-19 sampah yang masuk di Sleman, Kota (Yogykarta), dan Bantul itu sekitar 530 ton perhari, kemudian setelah Covid-19 menjadi 730 ton perhari. Ini butuh dikelola, dilakukan edukasi pentingnya mengurangi produksi sampah sejak dari sumbernya," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Eko Suwanto, menambahkan gerak cepat wujudkan sinergi, kolaborasi antara pemda DIY, pemda Kabupaten/Kota dan pemerintah tingkat desa/kalurahan dalam pengelolaan sampah diperlukan.
Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan menegaskan problema sampah perkotaan yang mencuat kembali dengan adanya penutupan TPST Piyungan di bulan Juli 2023 butuh tiga langkah kerja cepat para pihak.
Pertama, harus ada penegakan dan dukungan dari sisi regulasi yakni Perda tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Desa tentang Pengelolaan Sampah termasuk fasilitasi anggaran harus memadai.
“Mari kita pahami untuk menyikapi sampah itu dari tiga perspektif, yakni dari kemanfaatannya, peluang bisnisnya, dan sinergi kolaborasi antar lembaga. Sampah ini dapat menjadi satu peluang sekaligus potensi, untuk kemudian didorong punya kebermanfaatan dari sisi lingkungan dan ekonomi,” kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Pengelolaan sampah yang tepat tentu akan mempunyai sisi positif dari segi kebermanfaatannya. Tentu saja pengelolaan sampah yang tidak tepat, jelas berdampak bagi perekonomian di DIY karena salah satunya dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung.
Eko Suwanto menegaskan bahwa penanganan pengolahan sampah seharusnya dilakukan dari tingkat pertama (rumah tangga) bukan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
"Harus ada edukasi yang lebih intens dijalankan, utamanya budaya memilah sampah sejak dari sumbernya. Hulunya itu adalah rumah tangga, perusahaan dan instansi pemerintah. Harus ada edukasi, sarana dan prasarana dan sinergi kolaborasi antar pihak," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Langkah konkret guna mengurangi besarnya produksi sampah perkotaan perlu didorong dengan menyelesaikan problema sampah dari hulu. Hadirnya problema sampah yang berulang di DIY disebutkan bisa berdampak pada sektor pariwisata.
"Mari fokus bersama selesaikan problema sampah dari hulu, dari sumbernya. Mulai dari dapur masing-masing rumah tangga, pemda DIY dan kota Yogyakarta perlu giatkan edukasi budaya memilah sampah di masyarakat perkotaan," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Selain edukasi dan sosialisasi guna pilah mana sampah organik dan anorganik, langkah optimalkan bank sampah juga didorong termasuk langkah penegakan aturan agar tidak sembarangan membuang sampah.
"Publik perlu dipahamkan jangan hanya bertindak dengan cara memindahkan sampah semata ke TPA, kita catat hadirnya problema sampah yang berulang berdampak pada sektor pariwisata. Wisatawan jelas enggan datang kala lihat sampah tak terkelola baik," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Senin, 31/7/2023.
Problema sampah perkotaan, kembali mencuat setelah adanya penutupan TPST Piyungan di bulan Juli 2023. Akibatnya, di sejumlah titik lokasi di wilayah kota Yogyakarta ada tumpukan sampah yang tidak terangkut.
Sesuai hasil kajian dan data yang dilansid di lampiran Perwal 22/2022 tentang Masterplan Pengelolaan Persampahan Kota Yogyakarta Tahun 2022-2031 ada 298.87 ton/hari timbulan sampah kota Yogyakarta dengan produksi sampah perkapita 0,80 kg/hari melebihi angka nasional.
"Sampah paling besar dihasilkan oleh rumah tangga maka edukasi pilah sampah dari sumbernya penting. Sinergi kolaborasi pemda DIY, pemkot dan stake holder terkait penting guna fasilitasi dan melengkapi sarana prasarana untuk pengurangan produksi sampah," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan
Sejatinya, sudah ada Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di tingkat provinsi DIY dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah.
Hanya saja, pola pengelolaan sampah yang hanya memindahkan ke TPST Piyungan telah mengakibatkan daya tampung tak mencukupi.
Permasalahan problema sampah DIY tidak diseimbangi dengan ketersediaan lahan tempat penampungan sampah dan penanganan tata pengelolaan sampah yang baik.
"Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY berikan penjelasan sampah yang dikirim ke TPA, sebelum Covid-19 sampah yang masuk di Sleman, Kota (Yogykarta), dan Bantul itu sekitar 530 ton perhari, kemudian setelah Covid-19 menjadi 730 ton perhari. Ini butuh dikelola, dilakukan edukasi pentingnya mengurangi produksi sampah sejak dari sumbernya," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Eko Suwanto, menambahkan gerak cepat wujudkan sinergi, kolaborasi antara pemda DIY, pemda Kabupaten/Kota dan pemerintah tingkat desa/kalurahan dalam pengelolaan sampah diperlukan.
Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan menegaskan problema sampah perkotaan yang mencuat kembali dengan adanya penutupan TPST Piyungan di bulan Juli 2023 butuh tiga langkah kerja cepat para pihak.
Pertama, harus ada penegakan dan dukungan dari sisi regulasi yakni Perda tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Desa tentang Pengelolaan Sampah termasuk fasilitasi anggaran harus memadai.
“Mari kita pahami untuk menyikapi sampah itu dari tiga perspektif, yakni dari kemanfaatannya, peluang bisnisnya, dan sinergi kolaborasi antar lembaga. Sampah ini dapat menjadi satu peluang sekaligus potensi, untuk kemudian didorong punya kebermanfaatan dari sisi lingkungan dan ekonomi,” kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.
Pengelolaan sampah yang tepat tentu akan mempunyai sisi positif dari segi kebermanfaatannya. Tentu saja pengelolaan sampah yang tidak tepat, jelas berdampak bagi perekonomian di DIY karena salah satunya dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung.
Eko Suwanto menegaskan bahwa penanganan pengolahan sampah seharusnya dilakukan dari tingkat pertama (rumah tangga) bukan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
"Harus ada edukasi yang lebih intens dijalankan, utamanya budaya memilah sampah sejak dari sumbernya. Hulunya itu adalah rumah tangga, perusahaan dan instansi pemerintah. Harus ada edukasi, sarana dan prasarana dan sinergi kolaborasi antar pihak," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan.