Jakarta (ANTARA) -
"Tidak perlu panik, marah-marah, dan tekun saja mempersiapkan bukti kalau memang ada dugaan kecurangan," kata Firman kepada ANTARA melalui telepon seluler di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, semua peserta pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) tidak perlu menarasikan hal yang buruk mengenai aktivitas quick count yang dilakukan oleh lembaga survei.
Menurut dia, jika peserta pemilu menemukan ada kejanggalan atau dugaan kecurangan, maka silakan menempuh cara-cara yang elegan, yaitu melalui jalur hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Ia menambahkan, cara itu penting sebagai bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga hasilnya nanti lebih bisa diterima oleh banyak pihak.
"Mempersiapkan bukti untuk di pengadilan atau menempuh jalur hukum, sehingga semua masalah bisa terbuka duduk perkara atau kronologinya," ujar peneliti senior itu.
Firman juga mengimbau, agar semua pihak tetap menunggu penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai, khususnya hasil pilpres, sehingga tidak perlu terjebak dalam gonjang-ganjing perdebatan yang tidak konstruktif, terkait siapa yang menjadi pemenang.
Pemilu 2024 meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten/kota dengan daftar pemilih tetap (DPT) tingkat nasional sebanyak 204.807.222 pemilih.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti BRIN imbau peserta Pemilu 2024 tidak sebar narasi negatif
Peneliti Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengimbau agar peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak menyebar narasi negatif mengenai hasil hitung cepat (quick count) yang tidak menguntungkan.
Firman menjelaskan, semua pihak harus mendorong terciptanya suasana yang aman dan nyaman setelah proses pencoblosan pada 14 Februari lalu, dengan tidak memanas-manasi suasana melalui penyebaran narasi yang memancing kontroversi di tengah masyarakat.
"Tidak perlu panik, marah-marah, dan tekun saja mempersiapkan bukti kalau memang ada dugaan kecurangan," kata Firman kepada ANTARA melalui telepon seluler di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, semua peserta pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) tidak perlu menarasikan hal yang buruk mengenai aktivitas quick count yang dilakukan oleh lembaga survei.
Menurut dia, jika peserta pemilu menemukan ada kejanggalan atau dugaan kecurangan, maka silakan menempuh cara-cara yang elegan, yaitu melalui jalur hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Ia menambahkan, cara itu penting sebagai bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga hasilnya nanti lebih bisa diterima oleh banyak pihak.
"Mempersiapkan bukti untuk di pengadilan atau menempuh jalur hukum, sehingga semua masalah bisa terbuka duduk perkara atau kronologinya," ujar peneliti senior itu.
Firman juga mengimbau, agar semua pihak tetap menunggu penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai, khususnya hasil pilpres, sehingga tidak perlu terjebak dalam gonjang-ganjing perdebatan yang tidak konstruktif, terkait siapa yang menjadi pemenang.
Pemilu 2024 meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten/kota dengan daftar pemilih tetap (DPT) tingkat nasional sebanyak 204.807.222 pemilih.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti BRIN imbau peserta Pemilu 2024 tidak sebar narasi negatif