Jakarta (ANTARA) - Mereka yang ngabuburit di Kampung Susun Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, bisa merasakan suasana kota tua itu sembari menengok peninggalan bersejarah.

"Kalau ke rusunnya bisa ke galerinya. Di sana juga ada perpustakaan dan nanti bisa dilihat peninggalan-peninggalan di sana, ada semacam batu, kemudian botol, pecahan guci dari masa lampau," kata Kepala Bidang Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta Retno Sulistiyaningrum, dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu.

Kampung Susun Akuarium berada sekitar 260 meter dari Museum Bahari yang juga menjadi bagian dari kawasan kota tua. Area permukiman itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 1,8 km dari Stasiun Jakarta Kota, dengan waktu sekitar 25 menit.

Pelancong bisa melihat bangunan rumah susun dengan arsitektur tropis yang selaras dengan kota tua dan inilah yang membedakannya dengan rusun-rusun lainnya di Jakarta.

Hal yang paling kental dari kawasan itu adalah atapnya pelana. Rusun yang atapnya pelana adanya hanya di Kampung Akuarium.

Selain itu, kala memasuki salah satu gedung blok, pelancong dapat menengok desain sirkulasi udara bangunan yang berjarak 2,8 km dari Pelabuhan Sunda Kelapa itu. Desain sirkulasi udara gedung benar-benar dipikirkan secara matang agar warga di kawasan itu tidak merasa panas.

Bahkan, warga Kampung Susun Akuarium tidak memerlukan penyejuk udara alias AC, seperti halnya di rusun-rusun lainnya di Jakarta. Tangkapan layar Kepala Bidang Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Retno Sulistiyaningrum saat memaparkan kondisi pembangunan Kampung Susun Akuarium dalam seminar daring yang digelar Pemprov DKI Jakarta, Rabu (3/4/2024). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa
Sejarah kampung

Pelancong, khususnya penggemar sejarah, bisa berkunjung ke galeri dan perpustakaan di salah satu gedung rumah susun untuk mempelajari sejarah bangunan yang berdiri pada tahun 1920 atau semasa Pemerintahan Belanda.

Awalnya di kawasan kampung terdapat bangunan bernama Akuarium yang difungsikan sebagai lokasi penelitian biota laut. Bangunan itu dikatakan sebagai yang terbesar se-Asia Tenggara pada masa itu.

Lalu dalam perjalanannya, ketika bangunan tersebut sudah tidak digunakan lagi karena fungsinya sudah pindah ke Ancol, Jakarta Utara, maka kawasan itu dijadikan permukiman oleh masyarakat.

Karena itu, maka mereka menamakannya sebagai Kampung Akuarium, karena ada sejarah bangunan masa lalu di kawasan itu.

Pada tahun 2016, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan ingin menata Kampung Susun Akuarium karena merasa kawasan itu tidak tertata, sehingga kurang layak huni.

Sebanyak 241 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan itu kemudian direlokasi ke sejumlah rusun yang masih ada unit kosong, seperti di Marunda dan Pulo Gebang, namun sebanyak 90 KK memilih bertahan dan untuk mereka dibuatkanlah semacam shelter atau tempat penampungan sementara.

Melalui Peraturan Gubernur DKI Nomor 90 Tahun 2018 tentang "Peningkatan Kualitas Permukiman dalam rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu" dan Keputusan Gubernur DKi Nomor 878 Tahun 2018 tentang "Gugus Tugas Pelaksanaan Kampung dan Masyarakat", pemerintah menyusun rencana aksi peningkatan kualitas permukiman berbasis masyarakat (CAP).

Sesuai namanya, pemerintah bersama masyarakat serta pendampingan para tenaga ahli, bersama-sama mengidentifikasi masalah dan potensi yang dapat dikembangkan untuk perbaikan lingkungan permukiman warga, hingga merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.

Tahun 2018 pemerintah daerah mulai menata kawasan itu. Pemerintah juga mengevaluasi, sehingga diperkenankan untuk dibangun hunian.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjelajahi Kampung Susun Akuarium di kota tua

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2024