Yogyakarta (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggencarkan edukasi pentingnya hak kekayaan intelektual (HKI) kepada pelajar sejak dini.
"Kami ingin mendekatkan kekayaan intelektual (KI) itu kepada anak-anak kita, adik-adik kita siswa sekolah karena mereka adalah potensi pelaku usaha pada masa mendatang. Mereka berpotensi menciptakan, baik itu merek, paten, maupun hak cipta," kata Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto di Yogyakarta SMKN 1 Kasihan, Bantul, Jumat.
Bersamaan peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, edukasi terkait dengan HKI digelar Kemenkumham DIY di SMKN 1 Kasihan, Bantul, DIY, dengan menerjunkan Guru Kekayaan Intelektual (RuKI).
Menurut Agung, SMKN 1 Kasihan, Bantul yang merupakan kawah candradimuka siswa calon seniman di bidang seni tari, karawitan, pedalangan, dan teater berpotensi melahirkan para pencipta atau pemilik hak atas karya-karya intelektual.
Kesadaran terkait dengan pentingnya mendaftarkan KI, kata dia, perlu mereka miliki sejak dini agar karya yang mereka ciptakan memiliki nilai tambah serta tidak dijiplak atau diklaim oleh pihak lain.
"Kita enggak tahu entah beberapa tahun lagi mereka adalah pencipta seni, pencipta tari. Ini 'kan harus kita lindungi," ujarnya.
Ia pun mengingatkan agar pendaftaran produk KI yang mencakup hak cipta, merek paten, hingga indikasi geografis tidak perlu menunggu nilai jualnya meningkat.
"Jangan sampai saat sudah punya nilai jual yang tinggi diambil alih oleh pihak lain, 'kan sayang sekali," kata dia.
Menurut Agung, potensi kekayaan intelektual di DIY relatif cukup tinggi, bahkan tercatat sebagai lima provinsi terbesar penghasil KI di Indonesia.
Pada tahun 2023, permohonan kekayaan intelektual di DIY mencapai tidak kurang 10.000, terdiri atas permohonan pencatatan hak cipta dan pendaftaran merek.
Kepala SMKN 1 Kasihan Bantul Ardani mengapresiasi sosialisasi KI yang digelar Kanwil Kemenkumham DIY karena menyasar siswanya yang kelak akan kerap bersentuhan dengan kegiatan inovasi atau penciptaan karya seni.
"Kita tahu kekayaan intelektual tidak ada mata pelajarannya, sementara kebermanfaatannya, kegunaannya menjadi sesuatu yang mendesak saat ini," ujar Ardani.
"Kami ingin mendekatkan kekayaan intelektual (KI) itu kepada anak-anak kita, adik-adik kita siswa sekolah karena mereka adalah potensi pelaku usaha pada masa mendatang. Mereka berpotensi menciptakan, baik itu merek, paten, maupun hak cipta," kata Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto di Yogyakarta SMKN 1 Kasihan, Bantul, Jumat.
Bersamaan peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, edukasi terkait dengan HKI digelar Kemenkumham DIY di SMKN 1 Kasihan, Bantul, DIY, dengan menerjunkan Guru Kekayaan Intelektual (RuKI).
Menurut Agung, SMKN 1 Kasihan, Bantul yang merupakan kawah candradimuka siswa calon seniman di bidang seni tari, karawitan, pedalangan, dan teater berpotensi melahirkan para pencipta atau pemilik hak atas karya-karya intelektual.
Kesadaran terkait dengan pentingnya mendaftarkan KI, kata dia, perlu mereka miliki sejak dini agar karya yang mereka ciptakan memiliki nilai tambah serta tidak dijiplak atau diklaim oleh pihak lain.
"Kita enggak tahu entah beberapa tahun lagi mereka adalah pencipta seni, pencipta tari. Ini 'kan harus kita lindungi," ujarnya.
Ia pun mengingatkan agar pendaftaran produk KI yang mencakup hak cipta, merek paten, hingga indikasi geografis tidak perlu menunggu nilai jualnya meningkat.
"Jangan sampai saat sudah punya nilai jual yang tinggi diambil alih oleh pihak lain, 'kan sayang sekali," kata dia.
Menurut Agung, potensi kekayaan intelektual di DIY relatif cukup tinggi, bahkan tercatat sebagai lima provinsi terbesar penghasil KI di Indonesia.
Pada tahun 2023, permohonan kekayaan intelektual di DIY mencapai tidak kurang 10.000, terdiri atas permohonan pencatatan hak cipta dan pendaftaran merek.
Kepala SMKN 1 Kasihan Bantul Ardani mengapresiasi sosialisasi KI yang digelar Kanwil Kemenkumham DIY karena menyasar siswanya yang kelak akan kerap bersentuhan dengan kegiatan inovasi atau penciptaan karya seni.
"Kita tahu kekayaan intelektual tidak ada mata pelajarannya, sementara kebermanfaatannya, kegunaannya menjadi sesuatu yang mendesak saat ini," ujar Ardani.