Yogyakarta (ANTARA) - Perkumpulan Masyarakat Batang (PMB) menggelar acara "Ngopi Bareng Pegiat Sejarah Batang" di Resto Pawon Simbah, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, Kamis (6/6).
Acara ini dihadiri oleh berbagai pegiat sejarah, tokoh masyarakat, dan pemuda Batang yang memiliki ketertarikan dalam memahami sejarah daerahnya.
"Siapa yang tidak mengenal sejarahnya, dia tidak bisa membangun masa depan. Bahkan tidak memahami apa yang sedang terjadi saat ini," kata Ketua PMB DR (HC) Heppy Trenggono M.Kom dalam sambutannya.
Menurut Heppy, sejarah merupakan salah satu fondasi untuk membangun bangsa agar lebih baik ke depan.
"Pernyataan ini menekankan pentingnya memahami sejarah sebagai fondasi untuk membangun masa depan yang lebih baik," ungkapnya.
Penggagas gerakan Beli Indonesia ini mengungkapkan, acara "Ngopi Bareng Pegiat Sejarah Batang" ini mengungkap banyak fakta menarik, di antaranya batik, yang selama ini dianggap mulai ada sejak zaman Majapahit abad ke-13, ternyata telah ada di Batang sejak abad ke-8, diketahui melalui prasasti Gringsing.
"Dari prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa kelahiran Wangsa Syailendra terkait erat dengan wilayah Batang," ungkap Heppy.
Menurut Heppy, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja Keraton Yogyakarta, mengakui bahwa nenek moyangnya adalah Ratu Batang, dari Batang.
"Selain itu, banyak sekali ditemukan prasasti, candi, dan situs sejarah lain yang tersebar di seluruh wilayah Batang, yang menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki peran signifikan dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di Indonesia," ujarnya.
Heppy yang juga Presiden Indonesia Islamic Business Forum (IIBF) menjelaskan, Kabupaten Batang telah ada sejak tahun 1614 dengan wilayah yang membentang hingga Wonosobo dan Banjarnegara. Peradaban yang ada di Batang lebih tua dari Mataram Yogyakarta, Majapahit, dan Candi Borobudur.
Lebih lanjut Heppy mengungkapkan, acara ini tidak hanya memberikan wawasan baru mengenai sejarah Batang, tetapi juga memperkuat jati diri generasi muda Batang.
"Sehingga mereka dapat tumbuh dengan rasa bangga terhadap warisan budaya dan sejarah daerahnya. PMB berharap ini menjadi langkah awal dari banyak inisiatif lain yang akan terus mengangkat sejarah dan budaya Batang ke permukaan, mendukung pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakatnya," tutur Heppy Trenggono.
Di tempat yang sama, salah satu pegiat sejarah Turadi dari Komunitas Syailendra, menyatakan, dari semua bukti-bukti sejarah membuktikan bahwa Batang merupakan cikal bakal peradaban Nusantara.
Acara yang dibalut dengan makan bareng serta sarasehan itu, dihadiri oleh sejumlah pihak antara lain; Fathurrohman, Sadikin (Komunitas Fosil Darah), Fatchurrozak Fazani, Rahwan (Komunitas Syailendra), serta Sugito Hadisastro (Komunitas Pena).
Hadir pula pengurus PMB di antaranya Sekjen Wuryani, Ketua Haryono, Bendahara Popi Dian Hartini, Ketua PMB Batang Sukoningsih, Koordinator Proyek Sejarah Mardiono, dan Sekretaris Proyek Sejarah Edi Leksono.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pegiat sejarah, tokoh masyarakat, dan pemuda Batang yang memiliki ketertarikan dalam memahami sejarah daerahnya.
"Siapa yang tidak mengenal sejarahnya, dia tidak bisa membangun masa depan. Bahkan tidak memahami apa yang sedang terjadi saat ini," kata Ketua PMB DR (HC) Heppy Trenggono M.Kom dalam sambutannya.
Menurut Heppy, sejarah merupakan salah satu fondasi untuk membangun bangsa agar lebih baik ke depan.
"Pernyataan ini menekankan pentingnya memahami sejarah sebagai fondasi untuk membangun masa depan yang lebih baik," ungkapnya.
Penggagas gerakan Beli Indonesia ini mengungkapkan, acara "Ngopi Bareng Pegiat Sejarah Batang" ini mengungkap banyak fakta menarik, di antaranya batik, yang selama ini dianggap mulai ada sejak zaman Majapahit abad ke-13, ternyata telah ada di Batang sejak abad ke-8, diketahui melalui prasasti Gringsing.
"Dari prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa kelahiran Wangsa Syailendra terkait erat dengan wilayah Batang," ungkap Heppy.
Menurut Heppy, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja Keraton Yogyakarta, mengakui bahwa nenek moyangnya adalah Ratu Batang, dari Batang.
"Selain itu, banyak sekali ditemukan prasasti, candi, dan situs sejarah lain yang tersebar di seluruh wilayah Batang, yang menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki peran signifikan dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di Indonesia," ujarnya.
Heppy yang juga Presiden Indonesia Islamic Business Forum (IIBF) menjelaskan, Kabupaten Batang telah ada sejak tahun 1614 dengan wilayah yang membentang hingga Wonosobo dan Banjarnegara. Peradaban yang ada di Batang lebih tua dari Mataram Yogyakarta, Majapahit, dan Candi Borobudur.
Lebih lanjut Heppy mengungkapkan, acara ini tidak hanya memberikan wawasan baru mengenai sejarah Batang, tetapi juga memperkuat jati diri generasi muda Batang.
"Sehingga mereka dapat tumbuh dengan rasa bangga terhadap warisan budaya dan sejarah daerahnya. PMB berharap ini menjadi langkah awal dari banyak inisiatif lain yang akan terus mengangkat sejarah dan budaya Batang ke permukaan, mendukung pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakatnya," tutur Heppy Trenggono.
Di tempat yang sama, salah satu pegiat sejarah Turadi dari Komunitas Syailendra, menyatakan, dari semua bukti-bukti sejarah membuktikan bahwa Batang merupakan cikal bakal peradaban Nusantara.
Acara yang dibalut dengan makan bareng serta sarasehan itu, dihadiri oleh sejumlah pihak antara lain; Fathurrohman, Sadikin (Komunitas Fosil Darah), Fatchurrozak Fazani, Rahwan (Komunitas Syailendra), serta Sugito Hadisastro (Komunitas Pena).
Hadir pula pengurus PMB di antaranya Sekjen Wuryani, Ketua Haryono, Bendahara Popi Dian Hartini, Ketua PMB Batang Sukoningsih, Koordinator Proyek Sejarah Mardiono, dan Sekretaris Proyek Sejarah Edi Leksono.