Yogyakarta (ANTARA) - Pandemi mengajarkan satu hal: kolaboratif antarkolektif, komunitas, dan disiplin ilmu mampu menghasilkan kekuatan luar biasa untuk menghadapi laju zaman dan perubahan sosial serta budaya di dalamnya.
PIPILAKA Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang digagas Wahyadi Liem, mampu menangkap pesan itu dengan jelas, tegas, juga bening. PIPILAKA Foundation muncul dari kolaborasi berbagai kelompok dan individu yang tinggal, tumbuh, besar, sekaligus berkontribusi terhadap pusat warisan budaya dan seni kontemporer di Yogyakarta.
PIPILAKA dipersatukan oleh komitmen bersama terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat lalu mendedikasikan yayasan dalam gerak sosial, budaya, dan seni.
PIPILAKA Foundation menatah tiap langkah dengan cermat, menyesuaikan gerak yayasan sesuai filosofi penamaan: 'Pipilaka' yang berarti 'Semut' dalam bahasa Sansekerta. Mereka percaya pada kekuatan dan tindakan kecil untuk perubahan besar, serupa semut yang membangun koloni—selangkah demi selangkah, bergotong-royong.
PIPILAKA Calling, memanggil teman-teman yang mempunyai tujuan yang sama yaitu fundraising dengan menyenangkan. Filosofinya mengajarkan kebersamaan menjadi sikap, spirit dan menjadi peduli dengan cara yang nyata dan bermanfaat untuk orang lain.
Dari filosofi itu lahir sejumlah event konseptual yang digarap bersama-sama. Wahyadi Liem dengan teman-teman melakukan kolaborasi untuk merealisasikan PIPILAKA Calling.
Yonas Pranata selaku Production Manager, membeberkan bagaimana tiap event seni selalu mengedepankan edukasi yang dikemas secara populer. "Tiap event regular berkesinambungan dan fun. Melibatkan semua kalangan di seluruh Indonesia. Semua output bentuknya fundrising baik dari penjualan merchandise, tiket, dan juga karya," bebernya.
Terbaru, adalah pameran seni immersive penuh bertajuk 'PIPILAKA Calling' di JNM Bloc yang diselenggarakan pada 26 Juni sampai dengan 28 Agustus 2024. Selama dua bulan, pameran interaktif ini akan menampilkan patung terakota karya seniman Wahyadi Liem.
Pameran ini berbeda dari umumnya sebuah pameran patung yang menggabungkan teknologi mutakhir 3D video mapping 360, hologram, dan lanskap suara demi menciptakan lingkungan bercerita yang ajaib di mana patung menjadi hidup.
Patung-patung Wahyadi Liem terbuat dari tanah liat, menjadi salah satu media dengan bahan natural dan ramah lingkungan. Wahyadi Liem mengajak pengrajin patung di daerah Kasongan, Bantul untuk terlibat dalam PIPILAKA Calling yang membutuhkan waktu sekitar tiga bulan pembuatan. Tidak hanya dimaknai sekadar karya seni namun menjadi teropong zaman.
Sekitar tiga puluh patung terakota akan dihadirkan di pameran 'PIPILAKA Calling' sepuluh dari patung ini dilengkapi dengan kemampuan berbicara, menyanyi, dan akan menyampaikan berbagai pesan berdampak mengenai isu-isu penting lingkungan seperti penggundulan hutan, hak-hak hewan, pemanasan global, dan pengelolaan limbah.
Pameran ini dirancang untuk menjadi pengalaman yang benar-benar mendalam, melibatkan keempat indera yang akan mampu mengubah pengunjung dari penonton pasif menjadi peserta aktif yang akan menjadi satu cerita.
Wahyadi Liem, yang karyanya menggabungkan seni dengan komentar sosial yang kuat, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang krisis lingkungan saat ini.
"Kami ingin membuat acara yang menyampaikan pesan-pesan penting dengan cara yang menyenangkan sehingga semua orang, mulai dari anak-anak hingga orang tua dapat menerima pesan tersebut. Patung-patung ini bukan sekedar karya seni namun menjadi hidup. Berbagai kisah tentang lingkungan yang rusak terpengaruh oleh tindakan manusia dan tantangan yang dihadapi oleh bumi kita," katanya.
Hanafi K Sidharta selaku kolaborator menjelaskan seperti kepercayaan dan laku yang dirancang PIPILAKA Foundation, 'PIPILAKA Calling' mengetengahkan kolaborasi. Ada lebih dari 12 kolaborator yang tergabung. Petualangan PIPILAKA Calling berkolaborasi dengan penulis kenamaan Nia Dinata dan Jean Pascal Elbaz.
Selain itu, kolaborator audio visual 3D mapping oleh Does University, sekolah bakat garapan Erix Soekamti, Hanafi K Sidharta, Balance Putra, dan Valentinus Rommy Iskandar Tanubrata. Serta kolaborasi suara (Dubbers) Petualangan 'PIPILAKA Calling' oleh Ringgo Agus, Soimah, Dwi Sasono, Heruwa, Cinta Laura dan Nirina Zubir.
"PIPILAKA Foundation ingin mengundang anda untuk datang dan bergabung dengan kami di acara ini karena semua hasil dari tiket dan pendapatan lainnya akan disumbangkan untuk amal. Pameran ini bukan hanya sekedar tampilan artistik namun merupakan seruan untuk bertindak, mendorong setiap pengunjung untuk merefleksikan peran mereka dalam melestarikan alam kita," tutur Wahyudi Liem.
PIPILAKA Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang digagas Wahyadi Liem, mampu menangkap pesan itu dengan jelas, tegas, juga bening. PIPILAKA Foundation muncul dari kolaborasi berbagai kelompok dan individu yang tinggal, tumbuh, besar, sekaligus berkontribusi terhadap pusat warisan budaya dan seni kontemporer di Yogyakarta.
PIPILAKA dipersatukan oleh komitmen bersama terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat lalu mendedikasikan yayasan dalam gerak sosial, budaya, dan seni.
PIPILAKA Foundation menatah tiap langkah dengan cermat, menyesuaikan gerak yayasan sesuai filosofi penamaan: 'Pipilaka' yang berarti 'Semut' dalam bahasa Sansekerta. Mereka percaya pada kekuatan dan tindakan kecil untuk perubahan besar, serupa semut yang membangun koloni—selangkah demi selangkah, bergotong-royong.
PIPILAKA Calling, memanggil teman-teman yang mempunyai tujuan yang sama yaitu fundraising dengan menyenangkan. Filosofinya mengajarkan kebersamaan menjadi sikap, spirit dan menjadi peduli dengan cara yang nyata dan bermanfaat untuk orang lain.
Dari filosofi itu lahir sejumlah event konseptual yang digarap bersama-sama. Wahyadi Liem dengan teman-teman melakukan kolaborasi untuk merealisasikan PIPILAKA Calling.
Yonas Pranata selaku Production Manager, membeberkan bagaimana tiap event seni selalu mengedepankan edukasi yang dikemas secara populer. "Tiap event regular berkesinambungan dan fun. Melibatkan semua kalangan di seluruh Indonesia. Semua output bentuknya fundrising baik dari penjualan merchandise, tiket, dan juga karya," bebernya.
Terbaru, adalah pameran seni immersive penuh bertajuk 'PIPILAKA Calling' di JNM Bloc yang diselenggarakan pada 26 Juni sampai dengan 28 Agustus 2024. Selama dua bulan, pameran interaktif ini akan menampilkan patung terakota karya seniman Wahyadi Liem.
Pameran ini berbeda dari umumnya sebuah pameran patung yang menggabungkan teknologi mutakhir 3D video mapping 360, hologram, dan lanskap suara demi menciptakan lingkungan bercerita yang ajaib di mana patung menjadi hidup.
Patung-patung Wahyadi Liem terbuat dari tanah liat, menjadi salah satu media dengan bahan natural dan ramah lingkungan. Wahyadi Liem mengajak pengrajin patung di daerah Kasongan, Bantul untuk terlibat dalam PIPILAKA Calling yang membutuhkan waktu sekitar tiga bulan pembuatan. Tidak hanya dimaknai sekadar karya seni namun menjadi teropong zaman.
Sekitar tiga puluh patung terakota akan dihadirkan di pameran 'PIPILAKA Calling' sepuluh dari patung ini dilengkapi dengan kemampuan berbicara, menyanyi, dan akan menyampaikan berbagai pesan berdampak mengenai isu-isu penting lingkungan seperti penggundulan hutan, hak-hak hewan, pemanasan global, dan pengelolaan limbah.
Pameran ini dirancang untuk menjadi pengalaman yang benar-benar mendalam, melibatkan keempat indera yang akan mampu mengubah pengunjung dari penonton pasif menjadi peserta aktif yang akan menjadi satu cerita.
Wahyadi Liem, yang karyanya menggabungkan seni dengan komentar sosial yang kuat, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang krisis lingkungan saat ini.
"Kami ingin membuat acara yang menyampaikan pesan-pesan penting dengan cara yang menyenangkan sehingga semua orang, mulai dari anak-anak hingga orang tua dapat menerima pesan tersebut. Patung-patung ini bukan sekedar karya seni namun menjadi hidup. Berbagai kisah tentang lingkungan yang rusak terpengaruh oleh tindakan manusia dan tantangan yang dihadapi oleh bumi kita," katanya.
Hanafi K Sidharta selaku kolaborator menjelaskan seperti kepercayaan dan laku yang dirancang PIPILAKA Foundation, 'PIPILAKA Calling' mengetengahkan kolaborasi. Ada lebih dari 12 kolaborator yang tergabung. Petualangan PIPILAKA Calling berkolaborasi dengan penulis kenamaan Nia Dinata dan Jean Pascal Elbaz.
Selain itu, kolaborator audio visual 3D mapping oleh Does University, sekolah bakat garapan Erix Soekamti, Hanafi K Sidharta, Balance Putra, dan Valentinus Rommy Iskandar Tanubrata. Serta kolaborasi suara (Dubbers) Petualangan 'PIPILAKA Calling' oleh Ringgo Agus, Soimah, Dwi Sasono, Heruwa, Cinta Laura dan Nirina Zubir.
"PIPILAKA Foundation ingin mengundang anda untuk datang dan bergabung dengan kami di acara ini karena semua hasil dari tiket dan pendapatan lainnya akan disumbangkan untuk amal. Pameran ini bukan hanya sekedar tampilan artistik namun merupakan seruan untuk bertindak, mendorong setiap pengunjung untuk merefleksikan peran mereka dalam melestarikan alam kita," tutur Wahyudi Liem.