Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau pembudi daya ikan di wilayah itu untuk mewaspadai berbagai dampak pada puncak musim kemarau agar tidak mengalami kerugian besar akibat penurunan jumlah produksi.
"Dampak dari puncak musim kemarau ini di antaranya berkurangnya pasokan air sehingga kolam mengering dan serangan penyakit pada ikan," kata Plt Kepala DP3 Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Jumat.
Menurut dia, berdasarkan informasi dari BMKG Kabupaten Sleman memasuki musim kemarau pada Mei 2024, dan akhir Juli di puncak musim kemarau yang terjadi di Sleman memberi potensi dampak kekeringan pada beberapa wilayah.
"Data di bidang perikanan menunjukkan kolam budi daya yang mulai terdampak kekurangan air dan sebagian sudang kering seluas 171,1 hektare dari luas kolam 1.134 hektare atau 15 persen," katanya.
Ia mengatakan, seiring dengan puncak musim kemarau juga mengalami cuaca ekstrem atau diistilah jawa dikenal dengan "mongso bediding". Fluktuasi suhu berlangsung secara cepat, siang panas menyengat, malam hari dingin membeku.
"Dampak lain musim kemarau bagi sektor perikanan tentu pada penurunan produksi ikan baik benih maupun ikan konsumsi. Faktor penyebabnya antara lain volume air di kolam kurang dan bahkan tidak bisa terairi," katanya.
Kondisi ini, kata dia, menyebabkan banyak pembudidaya ikan memanen ikan lebih awal karena takut kekeringan. Ketiadaan air juga mengakibatkan pembudidaya ikan tidak bisa memelihara ikan," katanya.
Suparmono mengatakan, di sisi lain suhu dingin yang ekstrem memicu pathogen penyebab penyakit ikan berkembang lebih cepat. Parasit endemi seperti Trichodina ditemukan hampir di seluruh wilayah perairan budi daya di Sleman, juga ditemukan Bakteri Aeromas sp yang berkembang dan menyerang ikan.
"Munculnya serangan hama penyakit ikan dan kekurangan air ini menjadi penyebab utama berkurangnya produksi ikan pada Agustus ini," katanya.
Ia mengatakan, secara teknis fluktuasi suhu juga menyebabkan nafsu makan ikan berkurang sehingga antibodi ikan mengalami penurunan. Antibodi yang menurun berdampak pada mudahnya ikan terkena serangan penyakit.
"Belum dapat diketahui secara pasti angka penurunan produksi perikanan di Kabupaten Sleman sebagai akibat dari berlangsungnya musim kemarau. Namun diprediksi mulai Juli dan Agustus mengalami penurunan produksi, prediksinya bisa mencapai 30 persen dari produksi normalnya," katanya.
Berdasarkan kondisi tersebut, DP3 Sleman menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kekeringan dan serangan penyakit pada sektor budi daya ikan, diantaranya dengan pengurangan padat tebar ikan yang dibudidayakan.
"Pengurangan padat tebar ikan yang dibudidayakan bisa menghindari stress dan menjaga kualitas air," katanya.
Kemudian pemantauan dan pengamatan gejala klinis pada ikan yang dibudidayakan. Bila mengalamai gejala stress, tidak mau makan, dan atau ikan bergerak tidak secara normal segera lakukan upaya identifikasi penyakit atau kirim sampel ikan yang sakit ke laboratorium penyakit ikan terdekat dan penggunaan multivitamin dan probiotik pada sistem budidaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap potensi serangan penyakit ikan.
"Di samping itu juga melakukan pengendalian penyakit ikan dengan menggunakan obat-obatan baik herbal maupun kimia sesuai dengan aturan yang telah tersedia di kemasan, serta menggunakan bahan kimia yang telah direkomendasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan," katanya.
"Dampak dari puncak musim kemarau ini di antaranya berkurangnya pasokan air sehingga kolam mengering dan serangan penyakit pada ikan," kata Plt Kepala DP3 Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Jumat.
Menurut dia, berdasarkan informasi dari BMKG Kabupaten Sleman memasuki musim kemarau pada Mei 2024, dan akhir Juli di puncak musim kemarau yang terjadi di Sleman memberi potensi dampak kekeringan pada beberapa wilayah.
"Data di bidang perikanan menunjukkan kolam budi daya yang mulai terdampak kekurangan air dan sebagian sudang kering seluas 171,1 hektare dari luas kolam 1.134 hektare atau 15 persen," katanya.
Ia mengatakan, seiring dengan puncak musim kemarau juga mengalami cuaca ekstrem atau diistilah jawa dikenal dengan "mongso bediding". Fluktuasi suhu berlangsung secara cepat, siang panas menyengat, malam hari dingin membeku.
"Dampak lain musim kemarau bagi sektor perikanan tentu pada penurunan produksi ikan baik benih maupun ikan konsumsi. Faktor penyebabnya antara lain volume air di kolam kurang dan bahkan tidak bisa terairi," katanya.
Kondisi ini, kata dia, menyebabkan banyak pembudidaya ikan memanen ikan lebih awal karena takut kekeringan. Ketiadaan air juga mengakibatkan pembudidaya ikan tidak bisa memelihara ikan," katanya.
Suparmono mengatakan, di sisi lain suhu dingin yang ekstrem memicu pathogen penyebab penyakit ikan berkembang lebih cepat. Parasit endemi seperti Trichodina ditemukan hampir di seluruh wilayah perairan budi daya di Sleman, juga ditemukan Bakteri Aeromas sp yang berkembang dan menyerang ikan.
"Munculnya serangan hama penyakit ikan dan kekurangan air ini menjadi penyebab utama berkurangnya produksi ikan pada Agustus ini," katanya.
Ia mengatakan, secara teknis fluktuasi suhu juga menyebabkan nafsu makan ikan berkurang sehingga antibodi ikan mengalami penurunan. Antibodi yang menurun berdampak pada mudahnya ikan terkena serangan penyakit.
"Belum dapat diketahui secara pasti angka penurunan produksi perikanan di Kabupaten Sleman sebagai akibat dari berlangsungnya musim kemarau. Namun diprediksi mulai Juli dan Agustus mengalami penurunan produksi, prediksinya bisa mencapai 30 persen dari produksi normalnya," katanya.
Berdasarkan kondisi tersebut, DP3 Sleman menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kekeringan dan serangan penyakit pada sektor budi daya ikan, diantaranya dengan pengurangan padat tebar ikan yang dibudidayakan.
"Pengurangan padat tebar ikan yang dibudidayakan bisa menghindari stress dan menjaga kualitas air," katanya.
Kemudian pemantauan dan pengamatan gejala klinis pada ikan yang dibudidayakan. Bila mengalamai gejala stress, tidak mau makan, dan atau ikan bergerak tidak secara normal segera lakukan upaya identifikasi penyakit atau kirim sampel ikan yang sakit ke laboratorium penyakit ikan terdekat dan penggunaan multivitamin dan probiotik pada sistem budidaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap potensi serangan penyakit ikan.
"Di samping itu juga melakukan pengendalian penyakit ikan dengan menggunakan obat-obatan baik herbal maupun kimia sesuai dengan aturan yang telah tersedia di kemasan, serta menggunakan bahan kimia yang telah direkomendasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan," katanya.