Yogyakarta (ANTARA) - Seluruh rakyat, biaya kesehatan seharusnya ditanggung oleh pemerintah, harapannya pastikan kesehatan rakyat terjaga. 

Sayangnya, sampai saat ini masih ada yang belum mendapatkan akses pelayanan kesehatan karena belum ditanggung oleh BPJS. 

"Pastikan RS swasta bekerja sama BPJS, di JIH misalnya tak ada sanksi karena tak menerima BPJS, bagaimana dengan regulasi yang ada memaksa?" kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY, Rabu, 13/11/2024

Eko Suwanto, politisi muda PDI Perjuangan menyatakan BPJS program pemerintah, kenapa masalahnya masih ada yang belum ditanggung sebanyak 11,4 persen di DIY. 

Fakta yang lain, ada  beberapa RS yang tak melayani pasien ber-BPJS. 

"Ada di DIY, RS tak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, karena kebijakan negara harusnya semua RS  bekerja sama dengan  BPJS," kata Eko Suwanto. 

Soal pelayanan kesehatan, saat ini memang ada perbedaan karena beda inti pelayanan. Di RS Sardjito misalnya yang melayani BPJS Kesehatan, antrean banyak. 

"JIH rumah sakit besar yang tak menerima BPJS, perlakuan terhadap pasien, berbeda. Di RS Sardjito, antrean panjang,"  kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY. 

Di dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Biro Tata Pemerintahan Pemda DIY bertema "Sosialisasi Adminduk Validasi dan Pemutakhiran JKN" dihadirkan juga pemateri dari BPJS Kota Yogyakarta, Wahyu Prabowo  

Berkaitan dengan validasi dan pemutakhiran, sebenarnya urusan kependudukan dalam konteks kebutuhan pelayanan, dengan NIK saja sudah harus beres. 

"Siapa tanggung jawab BPJS, negara atau masyarakat? Untuk pelayanan kelas tiga dengan iuran rutin harusnya bisa sama. Problema bagaimana dengan mereka yang STKS? Kalau di sisi kependudukan sederhana saja, disatukan datanya harusnya beres. Kalau nama bisa ganda, tapi NIK tidak mungkin dengan 16 digit sama," kata Eko Suwanto. 

Kritiknya, untuk beberapa kasus yaitu telat  bayar BPJS, Rp35 ribu per bulan iuran, Eko Suwanto menyoroti, mereka yang sebenarnya mampu tapi tidak mau membayar iuran.

"Kritik saya, ada yang klepas klepus merokok, telat  bayar. Kalau tak mampu deklarasikan memang tidak mampu. Dengan jumlah penduduk 400 rbu maka tiap tahun butuh Rp. 168 M per tahun JKN, APBD gak sanggup, kalau CSR ya seharusnya mampu," kata Eko Suwanto. 

Ke depan, ada pekerjaan rumah, yaitu masih ada 11,4 persen yang belum ikut kepesertaan dalam JKN. Penting akses terhadap BPJS dan RS harus bekerja sama dengan BPJS, jasa medis spesialis dan sub spesialis bisa lebih hemat dengan BPJS. 

"Saya tidak setuju BPJS jadi PT,  BPJS instrumen negara untuk urus kesehatan rakyat dari sisi keuangan, maka konsep kelembagaan mestinya menyatu dengan kementerian kesehatan," kata Eko Suwanto, politisi muda PDI Perjuangan.

Pewarta : SP
Editor : Luqman Hakim
Copyright © ANTARA 2024