Jogja (ANTARA Jogja) - Koruptor di Indonesia bisa tetap menjadi figur yang dihormati, bukan dimusuhi oleh lingkungannya, kata mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris.

"Hal itu disebabkan masyarakat Indonesia masih terlalu permisif," katanya pada diskusi `Good Governance` yang diselenggarakan Jusuf Kalla School of Government (JKSG) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), di Yogyakarta, Kamis.

Ia mengatakan selama pola pikir tersebut tidak diubah, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menerapkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

"Saya pikir yang bisa mengubah keadaan ini adalah kaum terpelajar. Kaum terpelajar, seperti mahasiswa, adalah orang-orang yang diharapkan akan mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik," katanya.

Menurut dia, hal tersebut karena mereka bisa melogikakan peristiwa yang terjadi, terlatih untuk berargumentasi dalam menerima dan menolak sebuah keputusan, kaya dengan teori-teori dan pemahaman, serta bisa melihat dari banyak sisi.

"Semua negara bisa menerapkan pemerintahan efektif, asalkan pemimpin dan warga negara menyadari pentingnya hal tersebut. Untuk itu, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu merealisasikan program yang sudah disusunnya," katanya.

Selain pemimpin yang mampu memimpin dengan efektif, kata dia, juga diperlukan masyarakat yang terus menerus dicerdaskan, agar mampu mengikuti langkah pemimpin tersebut.

Ia mengatakan ada dua konsep kekuasaan, yakni abstrak dan konkret. Di negara maju, kekuasaan cenderung bersifat abstrak karena merupakan manifestasi kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya.

Pemimpin dalam konteks itu dipilih karena rakyat percaya. Sebaliknya, di negara berkembang, kekuasaan adalah konkret. Akibatnya pemimpin seakan bebas memberi wewenang.

"Dulu ada beberapa departemen yang seperti super departemen, yakni mengeluarkan uang, mencatatnya, sekaligus menerima uang. Seharusnya yang menerima, mencatat, dan mengeluarkan uang itu dari pihak yang berbeda," katanya.

Kepala JKSG yang juga Dekan Fisipol UMY Achmad Nurmandi mengatakan kinerja tata kelola pemerintahan di Indonesia selama ini belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan masyarakat.

"Banyaknya kasus korupsi, penganggaran publik yang kurang memihak pada masyarakat miskin, dan kondisi politik yang sering diwarnai karut marut konflik kepentingan elit politik menyebabkan lemahnya implementasi `good governance`," katanya. (B015)


Pewarta :
Editor : Masduki Attamami
Copyright © ANTARA 2024