Bantul (ANTARA Jogja) - Pembuat geplak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan meningkatkan produksinya untuk mengantisipasi lonjakan permintaan menjelang Lebaran tahun ini.
Menurut produsen geplak "Mbok Tumpuk", Kelik di Bantul, Senin, setiap menjelang Lebaran biasanya omzet penjualan makanan khas yang terbuat dari gula jawa serta kelapa ini meningkat.
"Produksi kami tingkatkan sepekan sebelum hari raya nanti, karena saat itu biasanya permintaan melonjak 50 hingga 100 persen," katanya.
Menurut dia, berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, lonjakan permintaan geplak mulai terlihat sejak H-3 Lebaran, dan terus meningkat lagi pada H+2 hinga H+7 Lebaran.
Sehingga, kata dia, untuk memenuhi permintaan konsumen, produksi geplak ditingkatkan.
"Kalau saat ini permintaan geplak masih stabil, rata-rata per hari untuk keperluan produksi menghabiskan kelapa 250 hingga 500 butir, dan menjelang Lebaran nanti diperkirakan bisa menghabiskan 1.000 butir kelapa, karena permintaan akan geplak sangat banyak," katanya.
Ia mengatakan geplak dibuat dari campuran gula jawa dan kelapa, dan dengan mempekerjakan 10 orang, usahanya mampu memproduksi dengan menghabiskan bahan baku sebanyak 250 sampai 500 butir kelapa per hari.
Perbandingan gula dengan kelapa yakni, untuk satu kilogram gula membutuhkan lima butir kelapa.
"Kapasitas produksi geplak kami per hari memang sebanyak itu, namun untuk memenuhi permintaan geplak nanti, kami tambah pekerja lima orang, selain itu juga diberlakukan lembur. Jadi sore habis, malamnya membuat geplak untuk persediaan besok pagi," katanya.
Menurut dia, dirinya tidak bisa meningkatkan produksi jauh-jauh hari, karena geplak hanya mampu bertahan maksimal dua minggu, sehingga yang dibuat hati itu harus habis terjual.
"Untuk kelapa juga tidak bisa distok jauh-jauh hari, karena bisa mengurangi kualitas, paling tidak lima hari sebelum diolah," katanya.
Ia mengatakan geplak produksinya dijual seharga Rp22.000 per kilogram, yang dikemas dalam dua macam, yakni dalam besek kecil dengan berat setengah kilogram, kemudian besek besar dengan berat satu kilogram.
"Pada hari biasa konsumen geplak didominasi masyarakat Bantul dan sekitarnya. Namun saat Lebaran konsumen dari luar daerah banyak, mereka biasanya sedang berwisata, maupun ada keluarga di Bantul," katanya.
Ia mengatakan, terkait bahan baku baik kelapa maupun gula mudah diperoleh di pasaran, bahkan dirinya memiliki pemasok tetap yang setiap saat dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah banyak.
Kelapa dibeli dengan harga Rp2.000 per butir, sedangkan gula jawa dibeli seharga Rp9.000 per kilogram.
Menurut dia, usaha yang dimulai sejak 1975 itu merupakan usaha turun temurun atau warisan, dan terus mengalami perkembagan sejak 1980-an.
Ia mengatakan saat ini geplak produksinya sudah dikenal masyarakat di luar Bantul. "Saat ini juga sudah banyak berdiri usaha yang sama, kami tidak bersaing, namun tetap bermitra, karena semakin banyaknya usaha serupa, justru makanan ini semakin digemari masyarakat," katanya.
(KR-HRI)
Menurut produsen geplak "Mbok Tumpuk", Kelik di Bantul, Senin, setiap menjelang Lebaran biasanya omzet penjualan makanan khas yang terbuat dari gula jawa serta kelapa ini meningkat.
"Produksi kami tingkatkan sepekan sebelum hari raya nanti, karena saat itu biasanya permintaan melonjak 50 hingga 100 persen," katanya.
Menurut dia, berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, lonjakan permintaan geplak mulai terlihat sejak H-3 Lebaran, dan terus meningkat lagi pada H+2 hinga H+7 Lebaran.
Sehingga, kata dia, untuk memenuhi permintaan konsumen, produksi geplak ditingkatkan.
"Kalau saat ini permintaan geplak masih stabil, rata-rata per hari untuk keperluan produksi menghabiskan kelapa 250 hingga 500 butir, dan menjelang Lebaran nanti diperkirakan bisa menghabiskan 1.000 butir kelapa, karena permintaan akan geplak sangat banyak," katanya.
Ia mengatakan geplak dibuat dari campuran gula jawa dan kelapa, dan dengan mempekerjakan 10 orang, usahanya mampu memproduksi dengan menghabiskan bahan baku sebanyak 250 sampai 500 butir kelapa per hari.
Perbandingan gula dengan kelapa yakni, untuk satu kilogram gula membutuhkan lima butir kelapa.
"Kapasitas produksi geplak kami per hari memang sebanyak itu, namun untuk memenuhi permintaan geplak nanti, kami tambah pekerja lima orang, selain itu juga diberlakukan lembur. Jadi sore habis, malamnya membuat geplak untuk persediaan besok pagi," katanya.
Menurut dia, dirinya tidak bisa meningkatkan produksi jauh-jauh hari, karena geplak hanya mampu bertahan maksimal dua minggu, sehingga yang dibuat hati itu harus habis terjual.
"Untuk kelapa juga tidak bisa distok jauh-jauh hari, karena bisa mengurangi kualitas, paling tidak lima hari sebelum diolah," katanya.
Ia mengatakan geplak produksinya dijual seharga Rp22.000 per kilogram, yang dikemas dalam dua macam, yakni dalam besek kecil dengan berat setengah kilogram, kemudian besek besar dengan berat satu kilogram.
"Pada hari biasa konsumen geplak didominasi masyarakat Bantul dan sekitarnya. Namun saat Lebaran konsumen dari luar daerah banyak, mereka biasanya sedang berwisata, maupun ada keluarga di Bantul," katanya.
Ia mengatakan, terkait bahan baku baik kelapa maupun gula mudah diperoleh di pasaran, bahkan dirinya memiliki pemasok tetap yang setiap saat dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah banyak.
Kelapa dibeli dengan harga Rp2.000 per butir, sedangkan gula jawa dibeli seharga Rp9.000 per kilogram.
Menurut dia, usaha yang dimulai sejak 1975 itu merupakan usaha turun temurun atau warisan, dan terus mengalami perkembagan sejak 1980-an.
Ia mengatakan saat ini geplak produksinya sudah dikenal masyarakat di luar Bantul. "Saat ini juga sudah banyak berdiri usaha yang sama, kami tidak bersaing, namun tetap bermitra, karena semakin banyaknya usaha serupa, justru makanan ini semakin digemari masyarakat," katanya.
(KR-HRI)