Jakarta (ANTARA Jogja) - Majelis hakim menolak eksepsi (nota keberatan) terdakwa kasus suap pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Angelina Patricia Pinkan Sondakh.

"Menyatakan bahwa nota keberatan kuasa hukum Angelina Patricia Sondakh tidak diterima seluruhnya," kata ketua majelis hakim Sudjatmiko di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Penasihat hukum Angie Teuku Nasrullah sebelumnya mengajukan lima butir keberatan terkait dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut hukum.

"Eksepsi satu yang mengatakan bahwa dakwaan tidak jelas karena menggunakan pasal 64 KUHP tidak membatalkan dakwaan karena perbuatan berlanjut dan akan diketahui kebenarannya saat pemeriksaan perkara," kata hakim anggota Marsudin Nainggolan.

Selanjutnya eksepsi kedua majelis juga tidak sependapat karena tempat kejadian perkara (locus delicti) tidak memengaruhi perkara karena merupakan perbuatan berlanjut dan memasuki materi hukum.

"Untuk eksepsi ketiga yang menyebutkan bahwa JPU tidak menguraikan dengan benar berapa jumlah uang yang diterima terdakwa untuk kasus Kemendiknas dan Kemenpora dengan total uang Rp12,58 miliar dan 2,35 juta dolar AS, sudah diuraikan dalam dakwaan dan masuk dalam pembuktian materi perkara," jelas Marsudin.

Kemudian terkait dengan keberatan pada penerapan pasal 12 huruf a Undang-undang Tipikor dianggap tidak beralasan karena merupakan keweangan penuntut umum.

"Keberatan lima yang menganggap penerapan pasal 5 ayat 1 dan 2 terkait dengan penerimaan hadiah karena janji tidak mensyaratkan agar pemberi sesuatu atau janji diajukan ke pengadilan lebih dulu, jadi keberatan tidak beralasan menurut hukum," kata hakim anggota Afiantara.

Hakim melihat bahwa eksepsi kuasa hukum ternyata tidak beralasan menurut hukum dan memasuki materi hukum serta bersifat pembelaan diri sehingga eksepsi terdakwa tidak dapat diterima.

Dengan demikian majelis hakim memutuskan agar sidang pemeriksaan terdakwa dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.

Kuasa hukum Angie, Teuku Nasrullah mengatakan bahwa pihaknya melihat bahwa memasuki tahap pembuktian merupakan jalan yang terbaik, tapi ia meminta agar Angie dijadikan tahanan rumah karena merupakan orangtua tunggal.

"Kiranya dipertimbangan urgensi penahanan terdakwa karena ia merupakan 'single parent' yang mengasuh anak berusia 2 tahun, setidaknya terdakwa dapat menjadi tahanan rumah agar bisa melakukan fungsi sebagai ibu," kata Nasrullah.

Angie mendapat tiga dakwaan yaitu dari pasal 12 huruf a atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Angie dianggap mengetahui atau setidaknya dapat menduga bahwa uang berjumlah Rp12,58 miliar dan 2,35 juta dolar AS, berjumlah total Rp33,73 miliar yang diberikan oleh Permai Grup adalah sebagai imbalan yang telah dijanjikan sebelumnya karena Angie menyanggupi supaya anggaran untuk proyek pembangunan dan pengadaan di Kemendiknas dan Kemenpora agar sesuai permintaan Permintaan Permai Grup.

Sidang ditunda hingga Kamis (4/10) pada pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi.
(D017)

Pewarta :
Editor : Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024