Kulon Progo (ANTARA Jogja) - Masyarakat Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus menggalakkan diversifikasi pangan, dengan memanfaatkan pangan lokal.
"Kami terus mengembangkan berbagai jenis makanan olahan dari hasil pertanian, mulai dari talas, gembeli, ketela, hingga pisang. Ini untuk memberikan nuansa lain, terkait sumber karbohidrat selain beras atau nasi," kata anggota Kelompok Tani `Maju Jaya`, Banjararum, Mulyati, Jumat.
Ia mengatakan dirinya telah memanfaatkan ubi jalar dan talas untuk membuat cake, dan berbagai jenis kue kering lainnya.
Diversifikasi makanan lokal dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan atas gandum yang merupakan komoditas impor yang harganya sangat tinggi.
"Kami terus melakukan diversifikasi umbi-umbian untuk dibuat berbagai jenis kue, untuk mengganti gandum. Kami ingin mengurangi ketergantungan atas gandum, dan meningkatkan semangat petani untuk terus menanam tanaman pangan lokal, seperti talas serta ubi jalar," kata Mulyati.
Cake yang dibuat Mulyati dipasarkan di berbagai pasar tradisional di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Selain itu, juga menjadi makanan utama pada rapat pemerintah desa hingga kecamatan, dan acara arisan warga.
Menurut Mulyati, cake buatannya sangat murah, sehat, dan membantu perekonomian petani Kalibawang.
"Harga cake buatan saya hanya Rp500 per potong. Pendapatan kotor setiap hari dari usaha ini Rp300.000. Pendapatan ini masih bertambah, saat acara arisan dan berbagai kegiatan masyarakat di Kecamatan Kalibawang sangat banyak," katanya.
Ia mengatakan dirinya sedang mengusahakan izin resmi dari Dinas Kesehatan Kulon Progo agar terdaftar secara resmi, sehingga pemasaran cake dan kue kering bikinannya dapat dipasarkan secara luas.
"Kami masih belum mengetahui cara mendapatkan izin kesehatan bagi produk makanan. Kami sangat berharap pemerintah dan kelompok mendampingi untuk mengurus izin ini," katanya.
Menurut dia, bahan baku untuk membuat cake dibeli dari petani melalui kelompok.
Harga talas dan ubi jalar di pasar tradisional hanya Rp1.200 per kilogram, tetapi kalau melalui kelompok Rp1.500 per kilogram.
"Kami berani membeli bahan baku untuk cake dengan harga lebih tinggi dibandingkan di pasar tradisional, karena kami ingin maju bersama petani, dan kami berharap petani bersemangat mengembangkan pertanian mereka," katanya.
(KR-STR)
"Kami terus mengembangkan berbagai jenis makanan olahan dari hasil pertanian, mulai dari talas, gembeli, ketela, hingga pisang. Ini untuk memberikan nuansa lain, terkait sumber karbohidrat selain beras atau nasi," kata anggota Kelompok Tani `Maju Jaya`, Banjararum, Mulyati, Jumat.
Ia mengatakan dirinya telah memanfaatkan ubi jalar dan talas untuk membuat cake, dan berbagai jenis kue kering lainnya.
Diversifikasi makanan lokal dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan atas gandum yang merupakan komoditas impor yang harganya sangat tinggi.
"Kami terus melakukan diversifikasi umbi-umbian untuk dibuat berbagai jenis kue, untuk mengganti gandum. Kami ingin mengurangi ketergantungan atas gandum, dan meningkatkan semangat petani untuk terus menanam tanaman pangan lokal, seperti talas serta ubi jalar," kata Mulyati.
Cake yang dibuat Mulyati dipasarkan di berbagai pasar tradisional di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Selain itu, juga menjadi makanan utama pada rapat pemerintah desa hingga kecamatan, dan acara arisan warga.
Menurut Mulyati, cake buatannya sangat murah, sehat, dan membantu perekonomian petani Kalibawang.
"Harga cake buatan saya hanya Rp500 per potong. Pendapatan kotor setiap hari dari usaha ini Rp300.000. Pendapatan ini masih bertambah, saat acara arisan dan berbagai kegiatan masyarakat di Kecamatan Kalibawang sangat banyak," katanya.
Ia mengatakan dirinya sedang mengusahakan izin resmi dari Dinas Kesehatan Kulon Progo agar terdaftar secara resmi, sehingga pemasaran cake dan kue kering bikinannya dapat dipasarkan secara luas.
"Kami masih belum mengetahui cara mendapatkan izin kesehatan bagi produk makanan. Kami sangat berharap pemerintah dan kelompok mendampingi untuk mengurus izin ini," katanya.
Menurut dia, bahan baku untuk membuat cake dibeli dari petani melalui kelompok.
Harga talas dan ubi jalar di pasar tradisional hanya Rp1.200 per kilogram, tetapi kalau melalui kelompok Rp1.500 per kilogram.
"Kami berani membeli bahan baku untuk cake dengan harga lebih tinggi dibandingkan di pasar tradisional, karena kami ingin maju bersama petani, dan kami berharap petani bersemangat mengembangkan pertanian mereka," katanya.
(KR-STR)