Jakarta (Antara Jogja) - Kementerian Perindustrian menyatakan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi industri rotan untuk memasuki pengembangan industri hijau dan menganut prinsip berkelanjutan.
"Beberapa tantangan pengembangan industri rotan nasional adalah, apakah pengambilan rotan dari alam sudah menganut prinsip yang berkelanjutan," kata Kabid Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau, Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian Shinta Sirait di Jakarta, Senin.
Shinta mengatakan, apabila pengambilan rotan dari alam tersebut tidak menganut prinsip berkelanjutan, maka akan memicu kerusakan hutan.
"Selain itu, penggunaan bahan baku yang boros dalam proses pengolahan perlu diminimalisir," katanya.
Menurut dia, tantangan lain yang dihadapi adalah terkait dari penggunaan bahan kimia yang menyebabkan polusi seharusnya diseleksi dan menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan serta mengolah limbah dengan tepat.
Ia mengatakan, dalam pengolahan produk turunan rotan, bahan kimia digunakan untuk meningkatkan daya tahan, yakni mencegah kerusakan karena mikroorganisme, jamur, serangga, dan rayap. Bahan kimia juga berfungsi untuk mendapatkan warna sesuai yang diinginkan produsen.
Shinta menjelaskan, kualitas yang rendah juga menjadi tantangan dalam pengembangan industri rotan nasional, dikarenakan sebagian besar produk akhir rotan yang dihasilkan tidak memenuhi standar kualitas.
Menurut dia, beberapa manfaat pengembangan industri rotan ramah lingkungan antara lain mampu meningkatkan efisiensi pada proses produksi, polusi yang lebih rendah, terbukanya pasar baru dan juga mampu membuka akses pada sumber-sumber pendanaan.
Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar dunia dan diperkirakan kurang lebih sebanyak 80 hingga 85 persen bahan baku rotan dunia dihasilkan di Indonesia sementara sisanya bariu dihasilkan negara lain seperti Filipina, Vietnam, dan negara-negara Asia lainnya.
(V003)