Jogja (Antara Jogja) - DPR RI dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjelang pemerintahan baru harus segera memperbaiki hubungan serta dapat bersinergi dalam setiap proses legislasi, kata pakar hukum tatanegara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Sri Hastuti Puspitasari.
"Keduanya (DPR dan DPD) harus sama-sama berbenah dan bersinergi. Seharusnya sudah tidak ada lagi perselisihan kewenangan antara keduanya dalam setiap proses legislasi," kata Sri Hastuti di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, putusan MK nomor 92 tahun 2012 menyangkut peran dan kedudukan DPD telah menghapuskan hambatan DPD untuk memiliki wewenang yang setara dengan DPR dalam proses legislasi.
"Peran DPD dalam bidang legislasi yang terkait dengan kepentingan daerah selama ini tidak terlalu menonjol. Hal itu disebabkan adanya hambatan yang sistemik terkait masing-masing kewenangan," kata dia.
Padahal, menurut dia, DPD seharusnya dilibatkan dalam setiap pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU). Bukan hanya terkait dengan RUU yang menyentuh persoalan daerah saja, bahkan juga yang terkait dengan pendidikan, APBN, serta persoalan agama.
Revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang telah diupayakan DPR, menurut dia, juga seharusnya tidak berpotensi diskriminatif dan melemahkan peran DPD dalam proses legislasi.
Meski demikian, menurut dia, di sisi lain pihak DPD juga perlu terus melakukan perbaikan internal.
Hak yang diberikan kepada DPD, untuk mengajukan RUU, menurut dia, juga harus dimaksimalkan sebab ia menilai wewenang tersebut sejauh ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Seharusnya dengan putusan MK tersebut, DPD memiliki peluang lebih besar lagi untuk memperjuangkan kepentingan daerah," kata dia.
(KR-LQH)
"Keduanya (DPR dan DPD) harus sama-sama berbenah dan bersinergi. Seharusnya sudah tidak ada lagi perselisihan kewenangan antara keduanya dalam setiap proses legislasi," kata Sri Hastuti di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, putusan MK nomor 92 tahun 2012 menyangkut peran dan kedudukan DPD telah menghapuskan hambatan DPD untuk memiliki wewenang yang setara dengan DPR dalam proses legislasi.
"Peran DPD dalam bidang legislasi yang terkait dengan kepentingan daerah selama ini tidak terlalu menonjol. Hal itu disebabkan adanya hambatan yang sistemik terkait masing-masing kewenangan," kata dia.
Padahal, menurut dia, DPD seharusnya dilibatkan dalam setiap pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU). Bukan hanya terkait dengan RUU yang menyentuh persoalan daerah saja, bahkan juga yang terkait dengan pendidikan, APBN, serta persoalan agama.
Revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang telah diupayakan DPR, menurut dia, juga seharusnya tidak berpotensi diskriminatif dan melemahkan peran DPD dalam proses legislasi.
Meski demikian, menurut dia, di sisi lain pihak DPD juga perlu terus melakukan perbaikan internal.
Hak yang diberikan kepada DPD, untuk mengajukan RUU, menurut dia, juga harus dimaksimalkan sebab ia menilai wewenang tersebut sejauh ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Seharusnya dengan putusan MK tersebut, DPD memiliki peluang lebih besar lagi untuk memperjuangkan kepentingan daerah," kata dia.
(KR-LQH)