Kulon Progo (Antara Jogja) - Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mengembangkan "one village, one product" cokelat di Kecamatan Kalibawang.
Kepala Diskop UMKM Kulon Progo Sri Harmintarti di Kulon Progo, Sabtu, mengatakan, kawasan Bukit Menoreh seperti Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh dan Kalibawang merupakan sentra kakao yang merupakan bahan baku cokelat.
"Saat ini, masyarakat di Kecamatan Kalibawang sudah mengembangkan kakao sebagai cokelat dan permen. Untuk itu, kami akan kembangkan Kalibawang sebagai pusat pengembangan `one village, one product` (OVOP) cokelat," kata Sri Harmintarti.
Ia mengatakan pengembangan produk cokelat ini, untuk memberikan nilai tambah bagi produk kakao yang bisanya dijual mentahan.
"Untuk menghadapi pasar bebas, kami mendorong pelaku usaha kecil dan menengah di Kulon Progo mulai mengembangkan produk berbahan lokal dan melakukan berbagai inovasi. Harapannya, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tapi juga sebagai pelaku pasar bebas pada akhir 2015," katanya.
Sekretaris Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertan) Kulon Progo Muhammad Aris Nugroho mengatakan produksi kakao mencapai 1.043,86 ton dengan luas tanam 2.345,7 hektare.
Pusat kakao yakni Kokap seluas 800,02 hektare, Kalibawang 754,45 hektare dan Girimulyo 471,95 hektare.
"Program pascapanen, kami laksanakan pelatihan dan bimbingan teknis terkait pengolahan kakao yang memiliki kualitas Standar Nasional Indonesia (SNI)," kata Aris.
Dia mengatakan kualitas kakao di Kulon Progo mayoritas masuk dalam golongan C dan B. Golongan B dengan ukuran berat bijinya 101 hingga 110 biji per 100 gram dan golongan C berkisar 111 hingga 120 biji per 100 gram.
"Masyarakat Kulon Progo mayoritas menanam kakao jenis Lindak. Ke depannya, Dispertan Kulon Progo akan mengembangkan Teknologi Somatic Embriogenesis (SE) Kakao yang merupakan produk unggulan nasional," katanya.
Produksi kakao Kulon Progo, kata dia, masih sebatas sebagai bahan baku industri sehingga harga di tingkat petani masih rendah. "Untuk menaikkan nilai jual produk kakao, Dispertan Kulon Progo mengimbau petani melakukan fermentasi kakao pascapanen. Saat ini, petani menjual kakao kering mereka dengan harga murah," kata Aris.
(KR-STR)
Kepala Diskop UMKM Kulon Progo Sri Harmintarti di Kulon Progo, Sabtu, mengatakan, kawasan Bukit Menoreh seperti Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh dan Kalibawang merupakan sentra kakao yang merupakan bahan baku cokelat.
"Saat ini, masyarakat di Kecamatan Kalibawang sudah mengembangkan kakao sebagai cokelat dan permen. Untuk itu, kami akan kembangkan Kalibawang sebagai pusat pengembangan `one village, one product` (OVOP) cokelat," kata Sri Harmintarti.
Ia mengatakan pengembangan produk cokelat ini, untuk memberikan nilai tambah bagi produk kakao yang bisanya dijual mentahan.
"Untuk menghadapi pasar bebas, kami mendorong pelaku usaha kecil dan menengah di Kulon Progo mulai mengembangkan produk berbahan lokal dan melakukan berbagai inovasi. Harapannya, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tapi juga sebagai pelaku pasar bebas pada akhir 2015," katanya.
Sekretaris Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertan) Kulon Progo Muhammad Aris Nugroho mengatakan produksi kakao mencapai 1.043,86 ton dengan luas tanam 2.345,7 hektare.
Pusat kakao yakni Kokap seluas 800,02 hektare, Kalibawang 754,45 hektare dan Girimulyo 471,95 hektare.
"Program pascapanen, kami laksanakan pelatihan dan bimbingan teknis terkait pengolahan kakao yang memiliki kualitas Standar Nasional Indonesia (SNI)," kata Aris.
Dia mengatakan kualitas kakao di Kulon Progo mayoritas masuk dalam golongan C dan B. Golongan B dengan ukuran berat bijinya 101 hingga 110 biji per 100 gram dan golongan C berkisar 111 hingga 120 biji per 100 gram.
"Masyarakat Kulon Progo mayoritas menanam kakao jenis Lindak. Ke depannya, Dispertan Kulon Progo akan mengembangkan Teknologi Somatic Embriogenesis (SE) Kakao yang merupakan produk unggulan nasional," katanya.
Produksi kakao Kulon Progo, kata dia, masih sebatas sebagai bahan baku industri sehingga harga di tingkat petani masih rendah. "Untuk menaikkan nilai jual produk kakao, Dispertan Kulon Progo mengimbau petani melakukan fermentasi kakao pascapanen. Saat ini, petani menjual kakao kering mereka dengan harga murah," kata Aris.
(KR-STR)