Yogyakarta (Antara Jogja) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia meminta pemerintah segera menetapkan harga patokan petani gula karena sebagian pabrik gula di Indonesia telah memasuki musim giling.

"Harga patokan petani (HPP) gula idealnya ditetapkan sebelum memasuki musim giling," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen sebelum Rakernas APTRI di Yogyakarta, Senin.

Namun, kata dia, hingga kini pemerintah belum menetapkan dan menerbitkan HPP gula. Oleh karena itu, APTRI mendorong pemerintah untuk menetapkan HPP gula paling lambat pada akhir Mei 2015.

"Kami menginginkan HPP gula sebesar Rp11.765 per kilogram. Angka itu dianggap ideal karena berbagai pertimbangan seperti biaya pokok produksi yang terus melonjak dan margin keuntungan bagi petani sebesar 10 persen," katanya.

Menurut dia, Menteri Pertanian mengusulkan HPP gula sebesar Rp9.750, dan angka itu jauh dari angka ideal para petani. APTRI berharap pemerintah bisa menetapkan HPP dengan angka ideal.

"Jika HPP sebesar Rp11.765 tidak mungkin direalisasikan, kami berharap angkanya tidak kurang dari Rp10 ribu agar para petani tidak mengalami kerugian," katanya.

Ia mengatakan APTRI juga meminta pemerintah untuk meningkatkan rendemen (kadar gula dalam tebu) rata-rata 9 persen melalui revitalisasi pabrik gula dengan mengganti mesin produksi.

Selama ini, kata dia, rendemen di Indonesia sangat rendah, kurang dari 7 persen. Hal itu antara lain disebabkan adanya kebocoran dalam proses produksi akibat mesin yang sudah aus.

"Di Indonesia ada 63 pabrik gula terdiri atas 52 pabrik milik BUMN dan 11 milik swasta. Sebagian besar pabrik tidak efisien dalam proses produksi karena mesin pabrik banyak yang tidak berfungsi optimal," katanya.

Wakil Sekjen DPN APTRI M Nur Khabsyin mengatakan dalam rakernas juga akan dibahas nasib petani terkait dengan regulasi pemerintah mengenai pupuk dan kredit KPPE yang mengalami perubahan.

"Melalui rakernas tersebut para petani tebu mendorong pemerintah membenahi aturan kredit KPPE dan regulasi pupuk subsidi yang pengawasannya melibatkan aparat keamanan," katanya.

Hal itu, kata dia, mengakibatkan ketakutan pada petani. Seharusnya, aparat keamanan mengawasi distributor pupuk, bukan petani.

Menurut dia, APTRI juga mendorong perubahan singkatan HPP yang semula harga patokan petani menjadi harga pembelian pemerintah. Dengan perubahan itu pemerintah diharapkan membeli tebu petani saat harga di bawah HPP.

Selain itu, APTRI juga mendorong pemerintah membuat lembaga independen di bawah presiden untuk mengurusi gula dari hulu sampai hilir.

"Peran lembaga independen itu antara lain untuk menjembatani antara petani, pemerintah, dan pasar," katanya.

Rakernas APTRI yang berlangsung selama dua hari, Selasa (12/5) dan Rabu (13/5) itu akan dihadiri perwakilan DPN, DPD (pengurus tingkat provinsi dan direksi pabrik), serta DPC atau wilayah kerja pabrik.

(B015)

Pewarta : Oleh Bambang Sutopo Hadi
Editor : Mamiek
Copyright © ANTARA 2024