Yogyakarta (Antara Jogja) - Pedagang eceran di Pasar Giwangan Yogyakarta mengeluh tidak mampu bersaing dengan pedagang grosir yang melayani pembelian partai besar dan eceran.
"Seharusnya pedagang grosir hanya melayani pembelian dalam jumlah banyak. Tidak kemudian melayani pembelian dalam partai kecil karena akan membuat pedagang eceran kesulitan bersaing," kata Pedagang Pasar Giwangan Sumardilah saat kunjungan Komisi VI DPRD Kota Yogyakarta di Pasar Giwangan Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, jika persaingan yang tidak sehat itu terus dibiarkan dan tidak ada solusi yang diberikan pemerintah, maka hal tersebut akan menjadi "bom waktu" bagi pedagang eceran.
Ia mengaku sudah menyampaikan keluhan ke sejumlah pihak termasuk ke paguyuban pedagang, namun belum ada solusi yang diberikan hingga saat ini.
Tarmudzi yang mewakili pedagang grosir di Pasar Giwangan mengeluhkan kondisi tempat berjualan yang tidak layak, khususnya untuk grosir sayuran karena hanya menempati lapak dari tenda.
"Sejak pindah ke Giwangan, para pedagang buah sudah menempati los yang baik meskipun atap bangunan saat ini perlu diganti. Namun, untuk pedagang sayur masih berada di tenda yang kondisinya tidak layak. Jika hujan, lokasi itu banjir," katanya.
Pedagang grosir buah dan sayur di Pasar Giwangan merupakan pedagang yang dulu berjualan di "shopping" namun kemudian direlokasi ke Giwangan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Maryustion Tonang mengatakan, pengelolaan pasar dilakukan dengan mengedepankan partisipasi pedagang.
"Jika ada masalah seperti itu, maka yang perlu dilakukan adalah dengan komunikasi antara paguyuban dan lurah pasar. Masalahnya diselesaikan bersama-sama untuk kepentingan semua pihak," katanya.
Namun demikian, Maryustion juga mengingatkan agar pedagang bisa menaati aturan. "Jika memang mereka adalah pedagang grosir, maka sebaiknya berjualan dalam partai besar. Mungkin bisa diberikan sanksi sosial untuk pedagang yang seperti itu," katanya.
Mengenai kondisi tempat berjualan yang dinilai kurang layak, Maryustion mengatakan bahwa hal tersebut juga dapat diselesaikan melalui komunikasi antar pedagang dan lurah pasar.
"Karena sampai saat ini belum ada rencana apapun untuk melakukan perbaikan fisik kondisi tempat berjualan untuk pedagang grosir sayur," kata Maryustion.
Pemerintah Kota Yogyakarta, lanjut dia, baru fokus pada rencana penataan Pasar Kotagede pada 2018 menggunakan dana keistimewaan karena pasar tersebut menjadi bagian dari cagar budaya.
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sulistiyo mengatakan, masalah mengenai lokasi berjualan yang tidak layak harus segera diselesaikan. "Misalnya menambah tumpukan papan sebagai lantai untuk menempatkan barang dagangan agar tidak tergenang air saat hujan," katanya.
Ketua Rombongan Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijaya memberikan apresiasi Pasar Giwangan yang tetap ramai dikunjungi pembeli meskipun berada di kota.
"Ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola pasar," kata Azam yang memimpin rombongan untuk mengetahui perkembangan harga kebutuhan pokok menjelang bulan puasa.
(E013)
"Seharusnya pedagang grosir hanya melayani pembelian dalam jumlah banyak. Tidak kemudian melayani pembelian dalam partai kecil karena akan membuat pedagang eceran kesulitan bersaing," kata Pedagang Pasar Giwangan Sumardilah saat kunjungan Komisi VI DPRD Kota Yogyakarta di Pasar Giwangan Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, jika persaingan yang tidak sehat itu terus dibiarkan dan tidak ada solusi yang diberikan pemerintah, maka hal tersebut akan menjadi "bom waktu" bagi pedagang eceran.
Ia mengaku sudah menyampaikan keluhan ke sejumlah pihak termasuk ke paguyuban pedagang, namun belum ada solusi yang diberikan hingga saat ini.
Tarmudzi yang mewakili pedagang grosir di Pasar Giwangan mengeluhkan kondisi tempat berjualan yang tidak layak, khususnya untuk grosir sayuran karena hanya menempati lapak dari tenda.
"Sejak pindah ke Giwangan, para pedagang buah sudah menempati los yang baik meskipun atap bangunan saat ini perlu diganti. Namun, untuk pedagang sayur masih berada di tenda yang kondisinya tidak layak. Jika hujan, lokasi itu banjir," katanya.
Pedagang grosir buah dan sayur di Pasar Giwangan merupakan pedagang yang dulu berjualan di "shopping" namun kemudian direlokasi ke Giwangan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Maryustion Tonang mengatakan, pengelolaan pasar dilakukan dengan mengedepankan partisipasi pedagang.
"Jika ada masalah seperti itu, maka yang perlu dilakukan adalah dengan komunikasi antara paguyuban dan lurah pasar. Masalahnya diselesaikan bersama-sama untuk kepentingan semua pihak," katanya.
Namun demikian, Maryustion juga mengingatkan agar pedagang bisa menaati aturan. "Jika memang mereka adalah pedagang grosir, maka sebaiknya berjualan dalam partai besar. Mungkin bisa diberikan sanksi sosial untuk pedagang yang seperti itu," katanya.
Mengenai kondisi tempat berjualan yang dinilai kurang layak, Maryustion mengatakan bahwa hal tersebut juga dapat diselesaikan melalui komunikasi antar pedagang dan lurah pasar.
"Karena sampai saat ini belum ada rencana apapun untuk melakukan perbaikan fisik kondisi tempat berjualan untuk pedagang grosir sayur," kata Maryustion.
Pemerintah Kota Yogyakarta, lanjut dia, baru fokus pada rencana penataan Pasar Kotagede pada 2018 menggunakan dana keistimewaan karena pasar tersebut menjadi bagian dari cagar budaya.
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sulistiyo mengatakan, masalah mengenai lokasi berjualan yang tidak layak harus segera diselesaikan. "Misalnya menambah tumpukan papan sebagai lantai untuk menempatkan barang dagangan agar tidak tergenang air saat hujan," katanya.
Ketua Rombongan Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijaya memberikan apresiasi Pasar Giwangan yang tetap ramai dikunjungi pembeli meskipun berada di kota.
"Ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola pasar," kata Azam yang memimpin rombongan untuk mengetahui perkembangan harga kebutuhan pokok menjelang bulan puasa.
(E013)