Bantul (Antaranews Jogja) - Ketua Dewan Pertimbangan Gubernur Parampara Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Mahfud MD mengatakan hasil penelitian Wahid Institut pada 2017 menyebutkan sebanyak 50 persen rakyat seluruh Indonesia intoleran.

"Hasil penelitian Wahid Institut 2017 itu 50 persen rakyat Indonesia intoleran, tapi intoleran di sini bukan dalam arti ikatan antaragama, namun sikap antar-orang ke orang," kata Mahfud MD pada audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Bantul, DIY dan masyarakat di Bantul, Jumat.

Audiensi antara Dewan Pertimbangan Gubernur dengan Pemkab Bantul tersebut mengenai masalah, hambatan dan kesulitan apa yang dialami pemda dalam melaksanakan Keistimewaan, kemudian program unggulan mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan, serta penanganan intoleran dan radikalisme.

Mahfud MD yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mencontohkan intoleran tersebut bisa terjadi antar-orang sesama agama, seperti orang Islam yang intoleran terhadap Islam karena tidak suka pilihan masing-masing atau berbeda suku.

"Intoleran itu sifat yang tidak suka terhadap pilihan hidup orang lain yang diekspresikan dengan langkah-langkah atau melalui tindak kekerasan maupun tekanan psikis," kata Mahfud.

Namun demikian, lanjut Mahfud MD, intoleran dengan gerakan radikalisme itu sesuatu hal yang berbeda, karena radikalisme tersebut adalah gerakan-gerakan menentang sistem pemerintahan atau kaitannya identitas etnis.

"Oleh sebab itu angka radikalisme di Indonesia itu tidak sama dengan angka intoleran, kalau angka radikalisme itu biasanya primordialisme indentitas, sedangkan intoleran itu antarorang, antarkeluarga atau antarkelompok dan sebagainya," katanya.

Berkaitan dengan hal itu, Mahfud MD yang didaulat menjadi Dewan Pertimbangan Gubernur untuk memberikan pertimbangan saran, pendapat kepada Gubernur DIY itu ingin mengetahui apakah ada potensi intoleran dan radikalisme di wilayah Bantul.

Sementara itu, Wakil Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan, diakui akhir-akhir ini intoleran di Bantul demikian menonjol dibanding intoleran karena perbedaan budaya, latar belakang dan suku, sehingga sosialisasi pentingnya kehidupan toleransi dan keberagaman terus dilakukan.

"Hampir seluruh kecamatan di Bantul punya potensi ancaman terhadap keharmonisan masyarakat. Maka itu kita juga dorong FKUB (forum kerukunan umat beragama) Bantul kegiatannya sampai di level kecamatan, bahkan desa," katanya.

(KR-HRI)

Pewarta : Heri Sidik
Editor : Hery Sidik
Copyright © ANTARA 2024