Jakarta (Antaranews Jogja) - Menekan angka kemiskinan di berbagai daerah dinilai merupakan upaya yang bermanfaat guna mengurangi munculnya bibit-bibit terorisme di Tanah Air, kata anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto.
"Dengan menekan kemiskinan, bisa mengikis terorisme," kata Wihadi Wiyanto dalam rilis, Sabtu.
Selain kesenjangan kesejahteraan, ujar dia, permasalahan bibit terorisme juga dapat diatasi dengan mengurangi kesenjangan teknologi antargenerasi.
Hal tersebut, lanjutnya, karena generasi muda yang relatif lebih melek informasi dari dunia maya dapat lebih terjebak untuk mengikuti paham radikal dari internet.
Untuk itu, ujar dia, lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme juga diharapkan tidak hanya sekadar menindak, tetapi juga melakukan kampanye pencegahan yang lebih masif.
Politisi Gerindra itu berpendapat, dengan kampanye yang dilakukan dengan sejuk dan mengedepankan prinsip-prinsip humanis, maka diharapkan tidak ada lagi ancaman terorisme.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan pemberantasan terorisme khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Australia perlu menggunakan baik pendekatan keras maupun pendekatan lunak.
"Pendekatan keras saja tidak cukup untuk mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme dan perlu diimbangi dengan pendekatan lunak, salah satu hal yang sangat penting adalah kapasitas preventif," kata Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidatonya dalam sidang pleno ASEAN-Australia Special Summit di International Convention Centre (ICC), Sydney, Minggu (18/3).
Menurut Presiden Jokowi, kegagalan pencegahan tidak saja akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian besar lainnya, namun memicu reaksi eksesif yang tidak perlu terjadi, sehingga kerja sama pengembangan kapasitas pencegahan terjadinya serangan perlu terus ditingkatkan.
Terkait pendekatan lunak Presiden membagi pengalaman mengenai upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi di Indonesia yang "out of the box".
Dicontohkannya pelibatan para mantan narapidana terorisme yang sudah insaf untuk mencegah membesarnya ancaman radikalisme dan terorisme.
Para mantan narapidana terorisme itu difasilitasi bertemu dengan keluarga korban.
"Para mantan narapidana teroris tersebut saat ini membantu pemerintah dalam menyebarluaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mereka telah menjadi agen penyebaran toleransi dan nilai perdamaian," ungkapnya.
"Dengan menekan kemiskinan, bisa mengikis terorisme," kata Wihadi Wiyanto dalam rilis, Sabtu.
Selain kesenjangan kesejahteraan, ujar dia, permasalahan bibit terorisme juga dapat diatasi dengan mengurangi kesenjangan teknologi antargenerasi.
Hal tersebut, lanjutnya, karena generasi muda yang relatif lebih melek informasi dari dunia maya dapat lebih terjebak untuk mengikuti paham radikal dari internet.
Untuk itu, ujar dia, lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme juga diharapkan tidak hanya sekadar menindak, tetapi juga melakukan kampanye pencegahan yang lebih masif.
Politisi Gerindra itu berpendapat, dengan kampanye yang dilakukan dengan sejuk dan mengedepankan prinsip-prinsip humanis, maka diharapkan tidak ada lagi ancaman terorisme.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan pemberantasan terorisme khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Australia perlu menggunakan baik pendekatan keras maupun pendekatan lunak.
"Pendekatan keras saja tidak cukup untuk mengatasi ancaman terorisme dan radikalisme dan perlu diimbangi dengan pendekatan lunak, salah satu hal yang sangat penting adalah kapasitas preventif," kata Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidatonya dalam sidang pleno ASEAN-Australia Special Summit di International Convention Centre (ICC), Sydney, Minggu (18/3).
Menurut Presiden Jokowi, kegagalan pencegahan tidak saja akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian besar lainnya, namun memicu reaksi eksesif yang tidak perlu terjadi, sehingga kerja sama pengembangan kapasitas pencegahan terjadinya serangan perlu terus ditingkatkan.
Terkait pendekatan lunak Presiden membagi pengalaman mengenai upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi di Indonesia yang "out of the box".
Dicontohkannya pelibatan para mantan narapidana terorisme yang sudah insaf untuk mencegah membesarnya ancaman radikalisme dan terorisme.
Para mantan narapidana terorisme itu difasilitasi bertemu dengan keluarga korban.
"Para mantan narapidana teroris tersebut saat ini membantu pemerintah dalam menyebarluaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mereka telah menjadi agen penyebaran toleransi dan nilai perdamaian," ungkapnya.